Rebutan Hadiah dalam Maulid Nabi: Tradisi Meriah yang Menyimpan Risiko Sosial

Ilustrasi Warga memadati halaman masjid untuk mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diramaikan dengan tradisi rebutan hadiah. (jtvmadiun.com)
Ilustrasi Warga memadati halaman masjid untuk mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diramaikan dengan tradisi rebutan hadiah. (jtvmadiun.com)

Bagi umat Islam, Maulid Nabi Muhammad SAW yang diperingati setiap 12 Rabiul Awal merupakan momentum penuh makna. Ia bukan sekadar perayaan, melainkan ungkapan rasa syukur atas kelahiran Rasul yang membawa risalah Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Dalam peringatan ini, umat Muslim di berbagai daerah memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan kecintaan mereka kepada Nabi, mulai dari pembacaan shalawat bersama, kajian sirah nabawiyyah, hingga ritual atau tradisi khas yang menjadi bagian dari budaya lokal.

Bacaan Lainnya

Di beberapa daerah di Indonesia, perayaan Maulid Nabi selalu disertai dengan acara yang meriah. Di Sampang, Madura misalnya, ada tradisi ketupat Maulid. Di Aceh dikenal dengan Kuah Beulangong, sementara di Bali ada Bale Saji.

Semua ini merupakan bentuk ekspresi kebersamaan dan penghormatan terhadap hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun di balik kemeriahan tersebut, ada satu tradisi yang cukup populer sekaligus menyimpan potensi masalah sosial, yakni tradisi “rebutan hadiah” atau berebut bingkisan.

Tradisi ini biasanya dilakukan dengan menggantungkan hadiah di langit-langit masjid, di bawah tenda, atau di tempat terbuka. Hadiahnya bisa berupa makanan ringan, perlengkapan rumah tangga, bahkan bahan pokok.

Di Kecamatan Sukomoro, Nganjuk, tradisi ini awalnya hanya diikuti oleh anak-anak. Namun, seiring waktu, para orang tua pun ikut meramaikan. Hal serupa juga terjadi di Sukodono, Sidoarjo, di mana para ibu antusias berebut hadiah berupa kerudung, alat masak, bumbu dapur, hingga sembako.

Sayangnya, antusiasme ini terkadang berubah menjadi situasi yang tidak kondusif. Semangat kebersamaan dan nilai spiritual yang seharusnya menjadi inti peringatan Maulid Nabi, justru tergeser oleh dorongan materialistik dan perilaku kompetitif yang berlebihan.

Dalam konteks sosiologis, kondisi ini disebut sebagai “defisit nilai sosial” ketika norma dan nilai-nilai sosial masyarakat mengalami penurunan akibat perubahan makna dalam suatu tradisi.

Tak jarang, suasana rebutan hadiah memicu tindakan agresif. Orang-orang berdesakan, saling dorong, bahkan terkadang terjatuh. Beberapa penelitian sosial seperti yang diungkap oleh Sosiolog Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo (2022), menjelaskan bahwa perilaku kolektif yang tidak terkendali dapat muncul ketika emosi massa tidak diarahkan dengan baik. Dalam konteks tradisi ini, dorongan untuk mendapat hadiah sering kali mengalahkan rasa empati terhadap sesama.

Selain itu, kekacauan yang terjadi dalam tradisi rebutan hadiah lambat laun dianggap wajar. Kekacauan ini seolah menjadi bagian dari keseruan acara. Banyak orang merasa bangga ketika berhasil mendapatkan hadiah, tanpa menyadari bahwa perilaku tersebut menormalisasi situasi yang sebenarnya tidak tertib.

Pola seperti ini, jika terus dibiarkan, bisa menanamkan nilai sosial yang keliru, terutama bagi anak-anak yang menyaksikan atau ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Beberapa faktor menjadi penyebab munculnya perilaku ini. Pertama, kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit membuat hadiah sederhana terasa sangat berharga. Kedua, kurangnya pemahaman terhadap makna sebenarnya dari Maulid Nabi, yakni mengenang keteladanan dan kasih sayang Rasulullah, bukan sekadar mencari hiburan atau hadiah.

Ketiga, lemahnya pengelolaan acara, seperti kurangnya koordinasi panitia, minimnya pengawasan, atau tidak adanya sistem pembagian hadiah yang tertib. Terakhir, budaya kompetitif yang tidak sehat, di mana slogan “siapa cepat dia dapat” menjadi pembenaran bagi perilaku egois dan kurang beretika.

Meski begitu, tradisi rebutan hadiah tidak harus dihapus. Tradisi ini bisa tetap dilestarikan sebagai bagian dari budaya lokal selama dijalankan dengan cara yang bijak. Beberapa langkah bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko sosialnya.

Panitia, misalnya, dapat memberikan edukasi kepada peserta tentang makna Maulid Nabi sebelum acara dimulai. Penekanan perlu diberikan bahwa kegiatan ini adalah sarana kebersamaan dan wujud cinta kepada Rasulullah, bukan ajang berebut materi.

Dari sisi teknis, sistem pembagian hadiah bisa diubah agar lebih tertib, misalnya dengan menggunakan kupon undian, antrian, atau sistem giliran. Jika hadiah tetap digantung, panitia bisa membagi peserta berdasarkan kelompok usia atau jenis kelamin agar tidak terjadi desak-desakan. Panitia juga perlu menyiapkan petugas keamanan dan penanggung jawab di setiap area untuk menjaga ketertiban.

Selain itu, keterlibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama menjadi penting. Kehadiran mereka dapat membantu mengarahkan suasana agar tetap kondusif. Masyarakat umumnya lebih menghormati nasihat dari sosok yang mereka tuakan. Di beberapa daerah, tradisi rebutan hadiah berhasil berjalan tertib karena adanya sosok pemimpin lokal yang mampu memberikan pengarahan dan contoh yang baik.

Pendidikan sosial juga menjadi faktor penting dalam jangka panjang. Nilai-nilai seperti tenggang rasa, empati, dan gotong royong perlu ditanamkan sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah.

Anak-anak harus belajar bahwa dalam perayaan keagamaan, yang lebih penting bukanlah hadiah yang didapat, melainkan bagaimana menjaga persaudaraan dan meneladani akhlak Rasulullah SAW.

Tradisi rebutan hadiah dalam peringatan Maulid Nabi memang menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat. Namun, nilai-nilai sosial dan spiritual harus tetap menjadi prioritas utama. Dengan pengelolaan yang bijak, tradisi ini tidak hanya bisa menjadi hiburan, tetapi juga sarana memperkuat kebersamaan dan memperdalam cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Sebab, sejatinya makna Maulid bukan pada hadiah yang direbut, melainkan pada usaha meneladani akhlak mulia Rasul yang penuh kasih, sabar, dan menghargai sesama.


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *