Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, pertanian Indonesia masih menghadapi tantangan klasik dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas, terutama pada budidaya tanaman porang yang kini menjadi primadona di berbagai daerah.
Di Desa Duyung, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sebuah inisiatif sederhana namun berdampak besar telah lahir untuk menjawab permasalahan tersebut. Alat penabur pupuk sederhana, sebuah teknologi tepat guna, hadir sebagai solusi inovatif untuk mengatasi inefisiensi pemupukan manual yang selama ini membebani petani porang.
Inovasi ini bukan sekadar alat, tetapi juga simbol harapan bagi petani untuk bekerja lebih cerdas, sehat, dan ramah lingkungan, sekaligus mendukung keberlanjutan pertanian lokal.
Dasar pengadaan alat penabur pupuk ini berpijak pada permasalahan nyata yang dihadapi petani porang di Desa Duyung. Proses pemupukan manual yang masih dominan tidak hanya memakan waktu hingga enam jam untuk satu hektar lahan, tetapi juga menyebabkan distribusi pupuk yang tidak merata dan kelelahan fisik bagi petani.
Metode tradisional ini menghambat produktivitas, terutama di tengah meningkatnya permintaan pasar terhadap porang sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi. Minimnya akses terhadap teknologi modern dan kurangnya pengetahuan tentang inovasi sederhana menjadi kendala utama yang mendorong pengembangan alat ini.
Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, solusi ini dirancang untuk memberikan dampak langsung bagi petani, sekaligus mendukung visi pertanian yang lebih modern dan berkelanjutan.

Peran sentral dalam pembuatan dan pengenalan alat ini dipegang oleh tiga mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, yaitu Kalvin A Sitohang, Devi Novita Sari, dan Muhammad Yusuf Aimar Hartonoputra, yang tergabung dalam Sub-Kelompok 9 KKN R39. Mereka bekerja di bawah bimbingan Zida Wahyuddin, S.Pd., M.Si., seorang dosen pembimbing lapangan yang memberikan arahan teknis dan strategis.
Tidak hanya itu, kolaborasi dengan Pak Sutaji, seorang petani porang lokal di Desa Duyung, menjadi kunci keberhasilan implementasi. Pak Sutaji berperan sebagai mitra utama, memberikan wawasan tentang kebutuhan riil di lapangan dan turut menguji coba alat ini di lahan pertaniannya.
Kerjasama ini mencerminkan semangat gotong royong antara akademisi dan masyarakat, menghasilkan solusi yang tidak hanya teoritis tetapi juga aplikatif dan relevan.
Alat penabur pupuk sederhana ini diperkenalkan dan diterapkan pada periode 13 hingga 24 Juli 2025, selama pelaksanaan KKN di Desa Duyung. Kegiatan ini diawali dengan observasi lapangan untuk mengidentifikasi kendala pemupukan, diikuti oleh penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran petani tentang manfaat teknologi tepat guna.
Pelatihan praktis kemudian digelar untuk mengajarkan petani cara merakit dan menggunakan alat, dengan pendampingan langsung di lahan pertanian. Pendekatan ini memastikan petani tidak hanya menerima alat, tetapi juga memahami cara mengoperasikannya secara mandiri.
Desa Duyung, sebagai lokasi KKN, dipilih karena potensi pertanian porangnya yang signifikan, namun masih terkendala oleh metode tradisional. Terletak di Kecamatan Trawas, kabupaten Mojokerto, desa ini menjadi representasi wilayah pedesaan dengan tantangan dan peluang besar dalam modernisasi pertanian.
Mengapa alat penabur pupuk ini begitu relevan bagi petani porang? Jawabannya terletak pada kemampuannya menjawab kebutuhan spesifik petani dengan cara yang praktis dan terjangkau. Dibuat dari bahan sederhana seperti pipa PVC, jerigen, dan peralatan yang mudah didapatkan lainnya, alat ini dapat dirakit dengan biaya minim dan dalam waktu singkat.
Desainnya yang ergonomis memungkinkan petani bekerja dalam posisi tegak, mengurangi risiko nyeri punggung akibat membungkuk berulang kali seperti pada metode manual. Lebih penting lagi, alat ini memastikan distribusi pupuk yang merata, mengatasi masalah ketidakseragaman pemupukan yang sering menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal.
Selain itu, penggunaan bahan daur ulang mendukung keberlanjutan lingkungan, menjadikan alat ini selaras dengan isu global tentang pelestarian ekologi. Relevansi alat ini juga diperkuat oleh potensinya untuk direplikasi pada komoditas lain, membuka peluang modernisasi pertanian yang inklusif dan berkelanjutan.
Hasil setelah implementasi alat penabur pupuk ini menunjukkan transformasi nyata dalam praktik pertanian di Desa Duyung. Petani melaporkan efisiensi waktu yang signifikan, dengan waktu pemupukan untuk satu hektar lahan berkurang menjadi sekitar tiga jam, setengah dari durasi metode manual.
Distribusi pupuk yang lebih merata meningkatkan penyerapan nutrisi oleh tanaman porang, menghasilkan pertumbuhan yang lebih seragam dan sehat. Aspek ergonomis alat ini juga mengurangi keluhan fisik di kalangan petani, memungkinkan mereka bekerja dengan lebih nyaman dan produktif.
Pendampingan intensif selama KKN memastikan petani mampu menggunakan alat secara mandiri, dengan beberapa di antaranya mulai merakit alat sendiri menggunakan bahan lokal. Lebih dari itu, inisiatif ini memicu antusiasme di kalangan petani untuk mengadopsi teknologi sederhana lainnya, menciptakan efek domino menuju pertanian yang lebih modern.
Dukungan dari perangkat desa juga memperkuat komitmen untuk memperluas penggunaan alat ini ke desa-desa tetangga, menandakan potensi skalabilitas yang besar.
Keberhasilan alat penabur pupuk ini tidak lepas dari pendekatan yang melibatkan komunitas secara langsung. Penyuluhan dan pelatihan tidak hanya meningkatkan keterampilan petani, tetapi juga membangun kepercayaan mereka terhadap inovasi.
Kolaborasi antara mahasiswa, dosen, dan petani seperti Pak Sutaji menciptakan ekosistem pendukung yang memastikan keberlanjutan teknologi ini. Alat ini juga membuka peluang ekonomi baru, dengan beberapa warga mulai menawarkan jasa pembuatan alat atau suku cadang, memperkuat usaha mikro lokal.
Dalam konteks yang lebih luas, inisiatif ini menunjukkan bahwa modernisasi pertanian tidak harus mahal atau rumit. Dengan bahan sederhana, desain praktis, dan pendekatan berbasis komunitas, alat penabur pupuk sederhana telah menjadi katalis perubahan di Desa Duyung, membawa petani porang lebih dekat ke visi pertanian yang efisien, sehat, dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, inovasi ini adalah bukti bahwa solusi sederhana dapat memberikan dampak besar. Dari Desa Duyung, kisah alat penabur pupuk sederhana ini menginspirasi bahwa kolaborasi antara akademisi dan masyarakat, ditopang oleh semangat inovasi, mampu mengatasi tantangan pertanian tradisional.
Dengan terus mendorong adopsi teknologi tepat guna, petani porang di Indonesia dapat melangkah menuju masa depan pertanian yang lebih produktif dan ramah lingkungan, menjadikan Desa Duyung sebagai contoh nyata transformasi pertanian berbasis komunitas.





