Kabupaten Bantaeng, yang terletak di pesisir selatan Sulawesi Selatan, dikenal sebagai wilayah yang kaya akan tradisi dan budaya warisan leluhur. Keberadaan nilai-nilai budaya tersebut tidak hanya menjadi bagian dari identitas masyarakat, tetapi juga diintegrasikan secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan publik, termasuk dalam sistem administrasi pemerintahan daerah.
Hal ini menjadikan Bantaeng sebagai contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat bersinergi dengan praktik administrasi modern dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan berkelanjutan.
Tradisi dan kebudayaan yang masih terjaga di Bantaeng mencerminkan komitmen masyarakat dalam merawat warisan leluhur. Berbagai bentuk ekspresi budaya seperti upacara adat, seni tari, dan ritual keagamaan menjadi bagian penting dari kehidupan sosial yang memperkuat jati diri masyarakat. Budaya tidak hanya dipahami sebagai warisan simbolik, tetapi juga sebagai nilai-nilai hidup yang terus dipraktikkan dalam aktivitas sosial, termasuk dalam konteks kebijakan publik.
Salah satu contoh konkret dari integrasi antara teknologi dan budaya lokal dapat dilihat pada penerapan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantaeng.
Meskipun sistem berbasis digital ini telah diterapkan untuk meningkatkan efisiensi administrasi pertanahan, pelaksanaannya tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip budaya lokal seperti musyawarah dan gotong royong. Nilai-nilai tersebut menjadi dasar dalam pengambilan keputusan, penyelesaian sengketa, hingga pelaksanaan layanan kepada masyarakat.
Sebagai daerah yang memiliki akar sejarah panjang, Bantaeng juga masih melestarikan sejumlah tradisi adat, seperti Tradisi Pa’jukukang. Tradisi ini berkembang jauh sebelum masuknya agama Islam pada abad ke-17, ketika masyarakat masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Terutama di wilayah Pa’jukukang dan sekitarnya, berbagai upacara adat rutin dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Tradisi ini mencerminkan bagaimana nilai-nilai lokal menjadi alat interaksi sosial yang masih relevan dalam kehidupan masyarakat modern.
Pemerintah Kabupaten Bantaeng secara aktif mendukung pelestarian budaya melalui berbagai program dan kegiatan. Salah satu agenda tahunan yang rutin dilaksanakan adalah Pesta Adat Gantarang Keke, yang diadakan menjelang bulan suci Ramadhan. Kegiatan ini tidak hanya memiliki makna simbolik sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga berfungsi sebagai ajang mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bantaeng menegaskan bahwa kegiatan ini mengandung nilai-nilai penting seperti rasa kekeluargaan, gotong royong, serta semangat persatuan dan kesatuan yang harus diwariskan kepada generasi muda.
Dalam sektor pertanian, kearifan lokal juga mendapat tempat istimewa dalam proses pembangunan. Nilai-nilai seperti siri, pacce, dan lambusu menjadi filosofi dasar dalam mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan.
Siri mengajarkan tentang harga diri, pacce tentang empati dan solidaritas, sedangkan lambusu tentang keteguhan hati. Ketiga nilai tersebut mendorong masyarakat untuk menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Dengan mengadopsi filosofi ini ke dalam kebijakan pertanian, Bantaeng tidak hanya mengejar produktivitas tetapi juga kelestarian lingkungan.
Pemerintah setempat juga menunjukkan komitmen dalam mengedepankan pendekatan sosialisasi berbasis kearifan lokal. Sebagai contoh, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantaeng mengadakan program Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang dirancang sesuai dengan budaya dan kebiasaan masyarakat setempat.
Dengan menggunakan bahasa lokal, pendekatan kekeluargaan, dan simbol budaya yang familiar, pesan-pesan program keluarga berencana menjadi lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Lebih jauh lagi, Pemerintah Kabupaten Bantaeng juga menaruh perhatian pada pelestarian arsip budaya sebagai bagian dari memori kolektif bangsa. Bekerja sama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pemerintah daerah menginisiasi program Registrasi Arsip sebagai Memori Kolektif Bangsa.
Melalui kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis, arsip-arsip sejarah dan budaya yang dimiliki Kabupaten Bantaeng mulai didokumentasikan dan didaftarkan agar memperoleh pengakuan nasional sebagai warisan budaya yang layak dilestarikan.
Seluruh inisiatif ini mencerminkan bahwa Bantaeng tidak sekadar menjadi pelestari budaya, tetapi juga pelaku transformasi sosial yang cerdas dalam mengelola warisan leluhur di tengah arus modernisasi. Pemerintah dan masyarakat bersama-sama menciptakan model administrasi publik yang adaptif, inklusif, dan berakar kuat pada nilai-nilai lokal. Hal ini membuktikan bahwa teknologi dan modernisasi tidak harus bertentangan dengan tradisi, melainkan dapat berjalan beriringan ketika dikelola secara bijaksana.
Pengalaman Kabupaten Bantaeng menunjukkan bahwa pembangunan daerah yang berkelanjutan harus melibatkan pendekatan kultural yang kontekstual. Tradisi tidak seharusnya dianggap sebagai hambatan, melainkan sebagai aset sosial yang mampu menguatkan fondasi moral dan sosial dalam pemerintahan. Oleh karena itu, pendekatan Bantaeng layak dijadikan contoh oleh daerah lain dalam merancang kebijakan publik yang menghargai budaya lokal tanpa mengabaikan kemajuan zaman.





