Tradisi Pasar Prepegan Kalibening: Antara Budaya, Ekonomi, dan Kehangatan Menjelang Lebaran

Pasar Kalibening tiga hari menjelang Hari Raya Idul Fitri. (doc. Pribadi)
Pasar Kalibening tiga hari menjelang Hari Raya Idul Fitri. (doc. Pribadi)

Pasar Prepegan merupakan salah satu tradisi khas masyarakat Jawa menjelang Hari Raya Idulfitri. Tradisi ini menggambarkan semangat masyarakat dalam menyambut hari kemenangan dengan penuh antusiasme.

Masyarakat berbondong-bondong menuju pasar untuk membeli kebutuhan hari raya, mulai dari sandang, pangan, hingga berbagai perlengkapan rumah tangga. Suasana pasar yang meriah menciptakan nuansa kebersamaan, kehangatan, dan kegembiraan, menjadi bagian dari kenangan indah menjelang Lebaran.

Bacaan Lainnya

Dalam bahasa Jawa, istilah prepegan berasal dari kata pepet yang berarti mendesak atau mepet waktu. Artinya, kegiatan belanja dilakukan secara mendadak atau di waktu yang sangat dekat dengan hari raya.

Tradisi ini telah berlangsung sejak lama dan menyebar di berbagai wilayah Jawa, termasuk di Pasar Kalibening yang berada di Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara, daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pekalongan.

Di Kalibening, kegiatan prepegan biasanya terjadi pada hari-hari terakhir menjelang Lebaran, terutama ketika bertepatan dengan hari pasaran Kliwon atau Pahing. Pasar Kalibening dipadati pengunjung dari berbagai penjuru.

Tak hanya warga lokal, tetapi juga para perantau yang pulang kampung menjelang Lebaran turut meramaikan suasana pasar. Mereka datang tidak hanya untuk berbelanja, tetapi juga untuk merasakan kembali atmosfer kampung halaman yang dirindukan.

Tahun ini, tradisi pasar prepegan masih berlangsung seperti tahun-tahun sebelumnya. Bertepatan dengan hari Sabtu Pahing, atau dua hari sebelum Idulfitri, jalan raya di depan pasar tampak dipenuhi oleh kendaraan dan warga yang berjalan kaki menuju pasar.

Di dalam pasar sendiri, keramaian tak kalah mencolok. Di area depan, banyak orang berdesakan di kios-kios pakaian, memilih baju baru untuk dikenakan saat hari raya. Di bagian dalam pasar, pengunjung memadati lapak-lapak penjual daging dan bahan makanan lainnya yang menjadi kebutuhan pokok untuk perayaan Lebaran.

Salah satu ciri khas yang menandai prepegan di Kalibening adalah banyaknya pedagang daun ketupat atau yang oleh masyarakat setempat disebut “urung kupat” atau “sarung ketupat”. Para pembeli sengaja mencari daun ketupat menjelang Lebaran agar kualitasnya tetap segar saat digunakan untuk memasak ketupat. Daun-daun ketupat ini menjadi simbol khas Lebaran yang tak tergantikan.

Keramaian tidak hanya terjadi di dalam pasar, tetapi juga meluas hingga area sekitar seperti terminal. Wilayah pasar ini menjadi titik kumpul masyarakat dari berbagai desa sekitar seperti Paninggaran, Pandanarum, dan Wanayasa. Bahkan, banyak pula pengunjung dari luar daerah yang sudah menjadi langganan, baik sebagai pedagang maupun pembeli tetap.

Namun, di tengah keramaian tersebut, masyarakat juga diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi tindak kejahatan. Kegiatan prepegan yang penuh sesak rawan dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan aksi kriminal seperti pencopetan dan penjambretan. Karena itu, pengunjung pasar sebaiknya tidak mengenakan perhiasan mencolok serta selalu menjaga barang bawaannya dengan baik.

Tradisi pasar prepegan bukan sekadar kegiatan belanja menjelang hari raya. Lebih dari itu, ia merupakan bagian dari warisan budaya yang memiliki nilai sosial dan ekonomi. Bagi para pedagang, prepegan menjadi momentum emas untuk meraih penghasilan tambahan.

Banyak barang yang terjual habis karena tingginya permintaan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pasar tradisional masih memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya secara ekonomi tetapi juga secara kultural.

Oleh karena itu, tradisi ini patut untuk dilestarikan. Mengunjungi pasar tradisional menjelang Lebaran bukan hanya untuk meneruskan kebiasaan, tetapi juga sebagai bentuk dukungan terhadap ekonomi rakyat kecil.

Namun, di tengah euforia menyambut Idulfitri, mari tetap menjaga kewaspadaan dan keamanan diri agar tradisi ini selalu menjadi momen yang indah dan aman bagi semua.


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *