Siapa yang tidak mengenal nama Kaluna? Dalam beberapa waktu terakhir, sosok ini ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial. Kaluna menjadi sorotan karena di usianya yang masih dua puluhan, ia dikisahkan memiliki tabungan sebesar 300 juta rupiah.
Yang membuat publik kagum adalah latar belakangnya: seorang pekerja kantoran biasa dan bagian dari sandwich generation—generasi yang harus menanggung beban hidup orang tua dan saudara-saudaranya.
Pencapaian finansial Kaluna dianggap luar biasa karena ia mampu menghindari gaya hidup konsumtif dan menjauh dari sikap fomo (fear of missing out), yaitu kecenderungan untuk selalu mengikuti tren dan menghabiskan uang demi eksistensi sosial. Lalu, siapakah sebenarnya Kaluna?
Kaluna adalah tokoh utama dalam film Indonesia berjudul Home Sweet Loan, karya sutradara Sabrina Rochelle Kalangie. Film ini dirilis pada September 2024 dan diadaptasi dari novel populer berjudul sama karya Almira Bastari. Dengan durasi 1 jam 52 menit, film ini dibintangi oleh Yunita Siregar sebagai Kaluna, Derby Romero sebagai Danan, serta Ariyo Wahab sebagai Kanendra.
Home Sweet Loan mengangkat isu-isu yang sangat dekat dengan kehidupan generasi muda Indonesia, seperti tekanan sosial, peran keluarga, hingga ketimpangan gender. Penonton diajak untuk ikut menyelami konflik hidup Kaluna, yang terasa sangat nyata dan relevan.
Latar utama film ini adalah rumah besar yang dihuni Kaluna bersama orang tuanya serta dua kakaknya yang telah berkeluarga. Karena kondisi ekonomi yang terbatas, kedua kakak Kaluna tidak mampu membeli rumah sendiri dan terpaksa tinggal di rumah orang tua.
Hal ini menyebabkan Kaluna harus bekerja keras untuk menopang kebutuhan keluarga, meskipun ia sendiri belum menikah. Tidak hanya bekerja secara profesional, ia juga tetap dibebani pekerjaan domestik seperti mencuci piring dan mengurus rumah, akibat ketidaktanggapan dan keegoisan kakak-kakaknya.
Salah satu kekuatan film ini adalah keberaniannya menyoroti isu gender. Sosok Kanendra, ayah Kaluna, digambarkan sebagai kepala keluarga yang gagal menjalankan tanggung jawab finansial. Alih-alih menjadi tumpuan, Kanendra justru membawa masalah baru yang memperberat beban ekonomi keluarga. Keadaan ini memaksa Kaluna—seorang perempuan muda—untuk mengambil alih peran sebagai pencari nafkah utama, yang secara tradisional dianggap sebagai tanggung jawab laki-laki.
Ketimpangan ini diangkat secara halus namun tajam melalui visual dan gaya sinematografi film. Penampilan Kaluna yang sederhana dan agak kusam mencerminkan tekanan hidup dan keterbatasan ekonomi yang ia hadapi.
Sementara itu, Danan, kekasih Kaluna yang berasal dari keluarga mapan dan tidak termasuk dalam sandwich generation, digambarkan dengan gaya berpakaian rapi dan berkelas. Kontras ini menyiratkan perbedaan tekanan sosial dan ekspektasi antar individu berdasarkan latar belakang keluarga.
Hubungan Kaluna dengan Danan menambah lapisan konflik yang menarik. Perbedaan status sosial serta tekanan dari keluarga Danan yang lebih konservatif menciptakan dilema emosional bagi Kaluna. Namun demikian, film ini tidak melulu berbicara soal penderitaan.
Akting Yunita Siregar yang natural mampu menyampaikan pesan bahwa meskipun penuh tantangan, Kaluna tetap berusaha tegar dan bersyukur atas kebahagiaan kecil yang ia miliki.
Derby Romero dan Risty Tagor sebagai pemeran pendukung turut memperkuat narasi film dengan menghadirkan sudut pandang lain dari keluarga dan pertemanan. Mereka menunjukkan bahwa setiap orang, seberat apa pun hidupnya, pasti memiliki celah untuk berbahagia—jika ia mau melihatnya.
Salah satu momen yang cukup membekas dalam film ini adalah suara token listrik yang berbunyi saat mendekati batas pemakaian. Detail kecil ini menggambarkan betapa nyatanya kesulitan ekonomi yang dialami banyak keluarga Indonesia, terutama mereka yang hidup dalam ketidakpastian dan terus dihantui kebutuhan harian.
Secara keseluruhan, Home Sweet Loan adalah film yang tampak ringan di permukaan namun sarat makna di dalamnya. Film ini mengajak penonton untuk membuka mata terhadap realitas banyak orang yang harus memikul beban hidup sejak usia muda, serta menyadari pentingnya kesetaraan peran dalam keluarga. Film ini menjadi salah satu karya sinematik yang patut diapresiasi karena berhasil menyuarakan suara-suara yang selama ini luput dari perhatian.
Film ini tidak hanya menyentuh emosi, tetapi juga menggugah kesadaran sosial. Bagi siapa pun yang ingin memahami lebih dalam tentang kehidupan generasi muda di tengah tekanan ekonomi dan harapan keluarga, Home Sweet Loan layak untuk ditonton dan direnungkan.





