Indonesia merupakan negara yang dikenal memiliki keragaman budaya dan suku yang sangat tinggi. Salah satu kekayaan budaya bangsa yang masih eksis hingga saat ini adalah hukum adat, yaitu seperangkat aturan yang hidup dalam masyarakat tradisional dan diwariskan secara turun-temurun.
Dalam pelaksanaannya, hukum adat sangat dipengaruhi oleh struktur sosial dan kepercayaan lokal yang dijaga oleh tokoh adat atau tetua adat dari setiap suku. Salah satu suku yang tetap menjaga nilai-nilai adat secara ketat adalah Suku Baduy.
Dalam sistem kehidupan Suku Baduy, tetua adat atau yang dikenal sebagai Pu’un, memiliki peran yang sangat sentral. Mereka merupakan pemimpin spiritual dan sosial yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat berdasarkan hukum adat. Pu’un menjadi panutan utama dan rujukan dalam menyelesaikan konflik, menjaga keseimbangan dengan alam, serta memastikan bahwa nilai-nilai adat tidak dilanggar oleh anggota suku.
Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai kajian budaya, peran tokoh adat dalam suku adat seperti Suku Baduy bukan hanya simbolik, tetapi bersifat fungsional dalam menjaga keteraturan sosial. Mereka adalah penjaga identitas suku dan penerus nilai-nilai tradisional yang membentuk watak dan karakter kolektif masyarakat.
Namun demikian, eksistensi hukum adat dan peran Pu’un sebagai pemegang kekuasaan adat kini mulai menghadapi tantangan. Arus globalisasi, interaksi dengan dunia luar, serta perkembangan teknologi mulai memengaruhi cara pandang generasi muda Suku Baduy.
Terutama bagi kelompok Baduy Luar yang lebih terbuka terhadap dunia luar, nilai-nilai adat mengalami pergeseran secara perlahan. Di sinilah peran tetua adat menjadi sangat penting dalam menjaga identitas suku agar tetap lestari di tengah arus perubahan zaman.
Melalui artikel ini, akan dibahas secara mendalam mengenai peran tetua adat Suku Baduy dalam menegakkan hukum adat, struktur kelembagaan adat, serta tantangan yang dihadapi dalam menjaga eksistensi hukum adat di era modern. Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai pentingnya peran tokoh adat dalam melestarikan identitas dan sistem sosial suku adat di Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi pustaka (library research), yaitu mengkaji dan menganalisis berbagai sumber tertulis yang relevan untuk memahami peran tetua adat dalam menegakkan hukum adat pada masyarakat adat, khususnya pada Suku Baduy.
Sumber utama dalam penelitian ini adalah artikel ilmiah berjudul “Peran Tokoh Masyarakat dalam Melestarikan Hukum Adat”, “Pelaksanaan Hukum Pidana Adat Baduy Ditinjau Dari Hukum Nasional”, dan “Penyelesaian Perkara Berdasarkan Sistem Hukum Masyarakat Adat Baduy Sebagai Kontribusi Pada Hukum Pidana Nasional” yang berisi pembahasan tentang pentingnya tokoh masyarakat adat dalam mempertahankan sistem nilai dan norma lokal.
Langkah-langkah penelitian dilakukan melalui:
- Identifikasi dan seleksi literatur yang relevan dengan tema peran tokoh atau tetua adat dalam masyarakat tradisional.
- Pembacaan terhadap isi literatur untuk menemukan benang merah, teori, dan fakta lapangan yang relevan.
- Analisis isi terhadap struktur peran, mekanisme hukum adat, dan tantangan modernisasi berdasarkan temuan dalam literatur yang dipilih.
- Penggabungan berbagai temuan kemudian dihubungkan dengan realitas yang terjadi pada Suku Baduy, berdasarkan sumber-sumber dan hasil studi temuan sebelumnya.
Hasil dan Pembahasan
A. Peran Tetua Adat Suku Baduy dalam Menegakkan Hukum Adat
Dalam masyarakat adat Baduy, peran tetua adat sangat berpengaruh dalam menjaga nilai-nilai tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur. Tetua adat, yang terdiri atas Pu’un, Jaro Tangtu, dan beberapa tokoh adat lainnya, menjadi garda terdepan dalam mengawal pelaksanaan hukum adat dan menjaga ketertiban hidup bersama. Peran utama tetua adat terletak pada fungsi spiritual, normatif, sekaligus sosial.
Dalam artikel “Peran Tokoh Masyarakat dalam Melestarikan Nilai-Nilai Adat pada Suku Baduy”, dijelaskan bahwa tokoh adat tidak hanya menetapkan aturan, tetapi juga berfungsi sebagai pendidik nilai. Mereka menyampaikan nilai-nilai adat melalui cerita, simbol, dan praktik-praktik budaya yang mengandung makna filosofis mendalam. Dalam penyelesaian konflik atau pelanggaran adat, tetua adat menggunakan pendekatan musyawarah, yang menekankan nilai-nilai keadilan, kebersamaan, dan keharmonisan.
B. Struktur Kelembagaan Adat dalam Masyarakat Baduy
Struktur kelembagaan adat Suku Baduy menunjukkan struktur sosial yang sangat terorganisir dan hierarkis. Pada tingkat tertinggi adalah Pu’un, yang menjabat sebagai pemimpin tertinggi dalam aspek spiritual dan sosial. Tugas Pu’un tidak sekadar mengatur hukum, tetapi juga menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Pu’un tidak diangkat secara sembarangan, melainkan melalui sistem seleksi ketat berdasarkan garis keturunan dan kedalaman pemahaman terhadap adat. Di bawah Pu’un terdapat Jaro Tangtu, yang berfungsi sebagai tangan kanan Pu’un dalam pelaksanaan tugas-tugas adat, khususnya di wilayah Baduy Dalam. Adapun Jaro Dangka bertugas menangani urusan adat di Baduy Luar. Sementara itu, Jaro Pamarentah berperan sebagai penghubung antara masyarakat adat dengan sistem pemerintahan formal. Peran ini menunjukkan adanya adaptasi terbatas dari masyarakat Baduy terhadap sistem negara, namun tetap menjaga supremasi adat.
Menurut artikel “Internalisasi Nilai Kearifan Lokal pada Masyarakat Adat Baduy”, struktur kelembagaan ini menjadi sangat penting dalam menjaga keberlangsungan nilai adat. Struktur ini memungkinkan terjadinya pembagian peran yang jelas dan berkesinambungan antar generasi. Kelembagaan adat ini pula yang menjadi basis utama dalam menerapkan hukum adat, karena seluruh warga mengetahui kepada siapa mereka tunduk dan patuh.
C. Tantangan Menegakkan Hukum Adat di Era Modern
Meskipun sistem hukum adat di Baduy relatif stabil dan dihormati oleh warganya, berbagai tantangan mulai mengemuka seiring berkembangnya zaman. Salah satu tantangan terbesar adalah arus modernisasi dan penetrasi budaya luar yang tak terelakkan.
1. Globalisasi dan Pengaruh Eksternal
Tekanan globalisasi membawa pengaruh besar terhadap pola pikir generasi muda Baduy, khususnya mereka yang berada di wilayah Baduy Luar. Munculnya teknologi, akses terhadap pendidikan formal, serta kebutuhan ekonomi membuat beberapa masyarakat mulai mempertanyakan batasan adat yang dinilai terlalu kaku. Beberapa warga muda mulai meninggalkan kampung, menggunakan pakaian modern, hingga terlibat dalam aktivitas ekonomi luar Baduy.
Menurut artikel “Peran Tokoh Masyarakat dalam Menjaga Hukum Adat di Tengah Arus Globalisasi”, tantangan ini menimbulkan ketegangan antara pelestarian nilai-nilai tradisional dan keinginan untuk beradaptasi dengan zaman. Karena itu, peran tetua adat menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya bertugas mempertahankan aturan lama, tapi juga membantu menyesuaikan adat agar tetap relevan.
2. Dualisme Hukum antara Adat dan Negara
Adanya sistem hukum negara dan administrasi pemerintahan menimbulkan persoalan dalam pelaksanaan hukum adat. Beberapa kebijakan negara, seperti pembangunan infrastruktur atau penetapan kawasan hutan, sering kali tidak melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat. Ini menimbulkan ketimpangan otoritas dan membuat hukum adat kehilangan kekuatannya di hadapan hukum negara.
3. Komersialisasi Budaya
Pariwisata budaya yang mengangkat Suku Baduy membawa tantangan tersendiri. Di satu sisi, hal ini bisa memberi peluang penghasilan bagi masyarakat. Namun di sisi lain, menjual budaya Baduy bisa membuat makna sakralnya jadi berkurang, seolah hanya jadi hiburan atau tontonan. Budaya yang awalnya penuh makna dan nilai spiritual bisa berubah menjadi sesuatu yang dangkal dan hanya untuk konsumsi wisatawan.
Kesimpulan
Peran tetua adat dalam masyarakat Suku Baduy memegang posisi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan hukum adat dan struktur sosial tradisional. Tetua adat tidak hanya berfungsi sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas yang menjadi inti dari filosofi hidup masyarakat Baduy.
Namun, keberlanjutan peran ini menghadapi tantangan besar di tengah arus modernisasi, globalisasi, dan komersialisasi budaya. Kehadiran wisata budaya, kebutuhan ekonomi, serta interaksi yang semakin intensif dengan dunia luar berpotensi mengikis nilai-nilai adat yang sakral. Dalam kondisi ini, tetua adat dituntut untuk tidak hanya mempertahankan otoritas adat, tetapi juga mampu melakukan adaptasi bijak terhadap perubahan.
Studi ini menegaskan bahwa keberlanjutan hukum adat tidak dapat dipisahkan dari kekuatan dan kebijaksanaan para tetua adat. Oleh karena itu, upaya pelestarian budaya dan identitas suku adat seperti Baduy perlu didukung oleh penguatan peran tokoh adat, kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat, serta kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga warisan budaya bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
- (Fajar Al Arif Fitriana, 2022)Fajar Al Arif Fitriana, M. N. (2022). Penyelesaian Perkara Berdasarkan Sistem Hukum Masyarakat Adat Baduy Sebagai Kontribusi pada Hukum Pidana Nasional. Jurnal Selat, 10 (1), 46–59. https://doi.org/10.31629/selat.v10i1.4877
- Komunikasi, I., Tarumanagara, U., Komunikasi, F. I., Tarumanagara, U., & Tarumanagara, U. (n.d.). Komunikasi dan Peran Pemimpin Adat dalam Menjaga Tradisi pada Masyarakat Suku Baduy Yugih Setyanto 1 ; Septia Winduwati 2 ;Paula T. Anggarina 3.
- Nugroho, M. C., Prasetyo, S. P., Gaol, N. C. L., & Putri, A. N. (2023). Pelaksanaan Hukum Pidana Adat Baduy Ditinjau Dari Hukum Nasional. JERUMI: Journal of Education Religion Humanities and Multidiciplinary, 1(2), 189–195. https://doi.org/10.57235/jerumi.v1i2.1267





