Revitalisasi Bahasa Indonesia dalam Dunia Pendidikan

Opini Yu’iinu Fauqottoqoti
Opini Yu’iinu Fauqottoqoti

Bahasa merupakan salah satu anugerah terbesar yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia. Melalui bahasa, manusia mampu menyampaikan isi hati, gagasan, dan perasaan mereka. Lebih dari itu, bahasa juga menjadi penanda identitas suatu bangsa, mencerminkan jati diri serta karakter masyarakatnya.

Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan Asia Tenggara memiliki bahasa nasional yang telah menjadi perekat utama bangsa, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga simbol pemersatu dari ribuan pulau, ratusan suku, serta warisan budaya yang beragam. Namun, dalam konteks pendidikan kontemporer, posisi bahasa Indonesia kian menghadapi tantangan serius akibat gempuran globalisasi dan masifnya penetrasi budaya asing.

Bacaan Lainnya

Salah satu tantangan nyata yang kini dihadapi adalah merebaknya penggunaan bahasa gaul. Bahasa gaul merupakan ragam bahasa tidak resmi yang digunakan secara santai, ekspresif, dan dianggap lebih akrab di kalangan anak muda. Kata-kata seperti “bestie”, “crush”, “ngab”, “cringe”, hingga “gue-lo” menjadi bagian dari percakapan sehari-hari yang populer.

Meskipun penggunaan bahasa gaul tidak sepenuhnya salah dan memiliki fungsi sosial tertentu, namun dominasi berlebihan terhadapnya dapat berdampak negatif terhadap pemahaman mendalam atas bahasa Indonesia baku.

Fenomena ini juga diperparah dengan kecenderungan mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Ungkapan seperti “maybe nanti aja”, “because aku capek”, atau “aku invite dia” semakin lazim ditemui, baik dalam percakapan informal maupun di media sosial. Campur kode ini menjadi kebiasaan yang tanpa disadari mengaburkan batas penggunaan bahasa yang baik dan benar.

Bahasa Indonesia seakan semakin tersisih dari ruang-ruang akademik dan formal, terlebih di kalangan generasi muda. Sayangnya, dalam dunia pendidikan, pelajaran bahasa Indonesia kerap dipandang sebelah mata.

Banyak peserta didik menganggapnya sebagai mata pelajaran yang membosankan, tidak menantang, dan kurang relevan. Padahal, justru dari penguasaan bahasa yang baik, seseorang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, bernalar logis, serta berkomunikasi secara efektif.

Untuk itu, revitalisasi bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan menjadi sangat mendesak. Upaya ini tidak cukup hanya mengandalkan kurikulum formal, melainkan harus dimulai dari pembenahan menyeluruh dalam strategi pembelajaran.

Guru bahasa Indonesia memegang peran sentral dalam menghidupkan kembali semangat berbahasa yang baik. Mereka bukan hanya penyampai materi tata bahasa dan struktur kalimat, tetapi juga fasilitator dalam menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap bahasa sendiri.

Revitalisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pelatihan guru agar mampu mengembangkan pendekatan pembelajaran yang kreatif, penyediaan bahan ajar yang kontekstual, serta integrasi teknologi. Penggunaan media interaktif seperti video pembelajaran, podcast, atau platform digital bisa menjadi alternatif yang lebih menarik bagi peserta didik saat ini.

Salah satu metode yang potensial adalah mengajak siswa membuat vlog berisi resensi buku, menulis blog pribadi berbahasa Indonesia, atau mendiskusikan film-film nasional secara kritis. Aktivitas ini tidak hanya meningkatkan keterampilan berbahasa, tetapi juga melatih nalar dan empati siswa terhadap isu-isu sosial dan budaya.

Tak kalah penting, budaya literasi di sekolah harus diperkuat. Perpustakaan perlu diperbarui dengan koleksi bacaan yang menarik dan relevan dengan kehidupan anak-anak dan remaja masa kini. Hal ini akan merangsang minat baca dan memperkaya kosakata serta wawasan siswa.

Peran orang tua juga sangat menentukan dalam revitalisasi bahasa. Orang tua seharusnya menjadi teladan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di rumah. Dukungan mereka akan menjadi penguat dalam pembentukan sikap positif terhadap bahasa nasional sejak dini.

Revitalisasi bahasa Indonesia bukan sekadar pelestarian, melainkan usaha untuk memastikan bahwa bahasa ini tetap menjadi fondasi utama dalam berpikir, berilmu, dan berbudaya. Bahasa Indonesia harus terus hidup, berkembang, dan berdaya dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. Untuk itu, perlu kolaborasi dan kesadaran bersama dari semua pihak: pendidik, peserta didik, orang tua, dan pemerintah.

Dengan usaha bersama dan strategi yang tepat, bahasa Indonesia akan tetap menjadi penjaga identitas bangsa sekaligus jembatan menuju kemajuan peradaban.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *