Gotong Royong: Solusi Kolektif di Tengah Tantangan Sosial

Mahasiswa KKN R39 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya saat bergotong membersihkan lingkungan. (doc. pribadi)
Mahasiswa KKN R39 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya saat bergotong membersihkan lingkungan. (doc. pribadi)

Di tengah kehidupan modern yang kian sarat dengan individualisme, muncul kembali pertanyaan mendasar: Apa arti gotong royong hari ini? Gotong royong bukan sekadar tradisi masa lalu, melainkan sebuah nilai kebersamaan yang tetap relevan sebagai jawaban atas berbagai tantangan sosial.

Ia adalah semangat bekerja bersama secara sukarela demi mencapai tujuan bersama, tanpa pamrih dan tanpa menonjolkan peran individu.

Bacaan Lainnya

Dalam kondisi sosial yang makin terfragmentasi, gotong royong hadir sebagai jembatan solidaritas. Siapa saja yang terlibat? Semua lapisan masyarakat: dari warga biasa, tokoh masyarakat, kelompok karang taruna, hingga aparatur desa. Gotong royong bukan soal siapa yang memimpin, tetapi soal bagaimana setiap orang ikut ambil bagian dalam upaya membangun dan menjaga lingkungan bersama.

Semangat ini masih sangat hidup, terutama di wilayah pedesaan di Jawa, Sumatera, atau Sulawesi, tempat ikatan sosial masih kuat. Ruang-ruang publik seperti jalan kampung, saluran irigasi, atau tempat ibadah menjadi arena alami bagi tumbuhnya kerja kolektif ini.

Kegiatan biasanya digelar secara rutin setiap akhir pekan, atau muncul secara insidental, seperti setelah bencana alam, pembangunan fasilitas umum, atau menjelang perayaan hari besar nasional.

Mahasiswa KKN R39 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya dan warga saat bergotong membersihkan lingkungan. (doc. pribadi)
Mahasiswa KKN R39 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya dan warga saat bergotong membersihkan lingkungan. (doc. pribadi)

Mengapa gotong royong tetap penting? Karena ia menyatukan. Dalam keterbatasan sumber daya dan belum optimalnya peran negara dalam menjangkau semua kebutuhan masyarakat, gotong royong menjadi bentuk nyata kepedulian sosial dan rasa saling memiliki. Ia mengikat kembali warga dalam semangat kebersamaan dan memperkuat modal sosial yang kian langka.

Agar semangat ini tetap hidup, perlu dorongan kolektif dari berbagai pihak. Pemerintah desa dapat merancang kebijakan yang mendukung partisipasi warga, sementara pendidikan di sekolah perlu menanamkan pentingnya kerja sama sejak dini.

Media massa juga memainkan peran strategis dalam menyuarakan praktik-praktik gotong royong yang inspiratif dan memberi ruang bagi cerita-cerita dari akar rumput.

Gotong royong bukan peninggalan masa lalu yang usang. Ia adalah napas kebersamaan yang terus dibutuhkan, bahkan di era serba digital dan sibuk ini. Mari jaga dan hidupkan kembali budaya gotong royong, bukan karena kewajiban, tetapi karena kita membutuhkan persatuan sosial yang nyata untuk menghadapi tantangan bersama.


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *