Menjelang Hari Raya Idulfitri, masyarakat Desa Jagalempeni menyambut hari kemenangan dengan penuh suka cita melalui sebuah tradisi unik yang dikenal sebagai Nyadran. Lebih dari sekadar perayaan keagamaan, Nyadran merupakan ritual tahunan yang sarat makna, dilaksanakan dengan mengunjungi keluarga dan kerabat, membersihkan makam leluhur, serta memanjatkan doa bersama. Tradisi ini tidak hanya memperkuat tali silaturahmi, tetapi juga menumbuhkan semangat kebersamaan dan kekeluargaan di antara warga desa.
Pagi hari setelah menunaikan salat Idulfitri, warga secara bergiliran melakukan tradisi sungkeman. Momen ini penuh haru dan khidmat, di mana anak-anak memohon maaf kepada orang tua atas segala kesalahan selama setahun terakhir.
Tradisi ini dipercaya dapat membersihkan hati dan mempererat hubungan keluarga. Di saat yang sama, sungkeman menjadi sarana untuk mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi muda, terutama dalam hal bakti kepada orang tua, sebagaimana diajarkan dalam Islam.
Sekitar pukul 06.30 WIB, warga Jagalempeni, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, mengenakan pakaian terbaik mereka dan beramai-ramai menuju kompleks pemakaman untuk melaksanakan ziarah kubur.
Di lokasi pemakaman, suasana kekeluargaan begitu terasa, diwarnai saling bersalaman dan ucapan “Minal Aidin Wal Faidzin”. Ziarah ini menjadi momen sakral untuk mendoakan para leluhur, yang kerap diselingi percakapan ringan dan senyum penuh kehangatan antarwarga. Di sanalah terjalin keakraban yang tulus dari hati ke hati.
Setelah ziarah, kegiatan berlanjut dengan kunjungan ke rumah-rumah saudara dan kerabat. Setiap rumah menyambut tamu dengan senyum lebar dan pelukan erat, memperlihatkan bahwa kebersamaan adalah nilai utama dalam perayaan ini.
Tuan rumah mempersilakan tamu masuk ke ruang tamu yang tertata rapi, di mana beragam hidangan khas Lebaran seperti opor ayam, ketupat, rendang, serta kue-kue kering seperti nastar, kastengel, dan putri salju tersaji dengan menggoda selera. Hidangan tersebut bukan hanya menyenangkan lidah, tetapi juga menjadi medium untuk menyambung hubungan yang mungkin sempat terputus.
Di sela-sela percakapan akrab, anak-anak tampak riang bermain, sementara para orang dewasa saling bertukar kabar, mengenang masa lalu, dan berbagi cerita keluarga. Tradisi ini memberikan ruang bagi semua generasi untuk terhubung dalam suasana hangat dan penuh makna.
Di tengah keakraban tersebut, hadir pula momen yang paling ditunggu-tunggu oleh anak-anak: pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Biasanya, momen ini terjadi saat mereka berkunjung ke rumah kerabat yang lebih tua.
THR bukan sekadar pemberian uang. Lebih dari itu, ia adalah simbol berbagi kebahagiaan dan rezeki, serta mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya peduli terhadap sesama. Momen ini juga menjadi sarana untuk memperkenalkan nilai-nilai kepedulian sosial sejak dini. Tradisi ini memperkuat makna Idulfitri sebagai hari kemenangan yang penuh kasih sayang dan saling berbagi.
Secara etimologis, Nyadran berasal dari kata “sadran” yang berakar dari bahasa Sanskerta “sraddha”, yang berarti keyakinan. Nyadran merupakan perpaduan antara budaya asli Jawa dan ajaran Islam. Tradisi ini menjadi bentuk bakti serta penghormatan kepada para leluhur yang telah tiada.
Ziarah kubur serta doa yang dipanjatkan menjadi bentuk perhatian dan kasih sayang kepada mereka yang telah mendahului. Selain itu, momen tersebut mengingatkan bahwa kehidupan di dunia bersifat fana, dan bahwa manusia pada akhirnya akan kembali kepada Sang Pencipta.
Nyadran juga menjadi momen refleksi diri. Kesadaran akan kematian dan kefanaan dunia mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang hakiki. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan individualistik, tradisi ini menghadirkan jeda yang berarti untuk merenung dan memperbaiki diri.
Tradisi ini memiliki daya tahan luar biasa karena diwariskan dari generasi ke generasi tanpa kehilangan makna. Masyarakat Desa Jagalempeni menunjukkan bahwa adat dan agama dapat berjalan beriringan dan saling menguatkan.
Dalam suasana Nyadran, setiap individu memiliki peran; dari yang muda hingga yang tua, semua saling mendukung dan menjaga kekompakan. Itulah mengapa kegiatan ini tak sekadar berlangsung secara seremonial, melainkan juga menyatu dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat.
Melalui serangkaian kegiatan seperti ziarah kubur, doa bersama, sungkeman, pembagian THR, serta kunjungan ke rumah kerabat, Nyadran menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Ia menghubungkan manusia dengan leluhurnya, dengan sesama, dan tentu saja dengan Tuhan. Tradisi ini adalah manifestasi nyata dari semangat gotong royong, kekeluargaan, dan keberagamaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Menjaga dan melestarikan tradisi Nyadran merupakan langkah penting dalam merawat warisan budaya. Tidak hanya sebagai simbol identitas lokal, tetapi juga sebagai penegas nilai-nilai spiritual dan sosial yang relevan sepanjang zaman.
Ketika generasi muda diajak serta dalam tradisi ini, maka bukan hanya nilai-nilai budaya yang diwariskan, tetapi juga semangat untuk menjaga hubungan yang harmonis antarwarga dan memperkuat iman dalam bingkai kebudayaan.
Nyadran di Desa Jagalempeni adalah bukti nyata bahwa tradisi bukanlah beban masa lalu, melainkan cahaya yang menerangi jalan kita menuju masa depan yang lebih berakar dan bermakna.