Bercanda adalah cara untuk menghibur seseorang, tetapi tidak semua candaan berdampak positif. Sebagian candaan justru menimbulkan ketidaknyamanan, seperti sebutan “kulit magrib,” “ireng,” atau “dakian” yang ditujukan kepada individu dengan kulit gelap.
Candaan seperti ini sering dianggap biasa, padahal tergolong body shaming—perilaku yang menghina kekurangan fisik seseorang. Body shaming dapat mengakibatkan rasa tidak percaya diri dan bahkan merusak kesehatan mental korban.
Perbuatan ini juga memiliki konsekuensi hukum. Dalam KUHP Pasal 315, disebutkan bahwa penghinaan ringan yang dilakukan secara sengaja dapat dihukum dengan pidana penjara hingga 4 bulan 2 minggu atau denda maksimal Rp4.500.
Selain itu, UU ITE Pasal 27 Ayat 3 menegaskan bahwa penyebaran informasi elektronik bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dijerat hukuman penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp750 juta. Ketentuan ini berlaku jika penghinaan dilakukan melalui media sosial.
Baca Juga: Budaya Lokal: Pilar Penting Ketahanan Pangan Indonesia
Kesadaran untuk lebih bijak dalam bercanda sangat penting. Sebelum melontarkan candaan atau komentar, pikirkan bagaimana kata-kata tersebut akan diterima oleh orang lain. Menumbuhkan empati adalah salah satu cara efektif untuk memilih kata-kata dengan lebih hati-hati. Dengan berempati, kita dapat menciptakan interaksi yang lebih positif dan menjaga hubungan sosial tetap harmonis.
Bercanda memang penting untuk mencairkan suasana, tetapi bercanda yang bijak adalah kunci untuk menciptakan kebahagiaan bersama tanpa melukai perasaan orang lain. Mari mulai menghargai satu sama lain dengan kata-kata yang lebih ramah dan membangun.