Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur, yang diberi nama Nusantara, telah memicu diskusi intens di berbagai kalangan. Proyek ambisius ini diproyeksikan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan Jakarta, seperti kemacetan lalu lintas, polusi udara, banjir tahunan, hingga penurunan kualitas lingkungan akibat padatnya jumlah penduduk.
Secara teori, relokasi ini diharapkan mendukung pembangunan infrastruktur modern sekaligus memberikan keuntungan ekonomi jangka panjang. Namun, di sisi lain, kekhawatiran terhadap dampak negatif bagi lingkungan Kalimantan Timur menjadi isu besar yang tak terhindarkan.
Sebagai wilayah yang dikenal dengan kekayaan hutan tropis dan keanekaragaman hayati, pembangunan IKN Nusantara menghadirkan tantangan berat bagi kelestarian ekosistem yang sudah rentan.
Salah satu isu utama yang dikhawatirkan adalah potensi percepatan deforestasi. Kalimantan Timur, dengan hutan tropisnya yang menjadi rumah bagi spesies langka seperti orangutan, harimau Kalimantan, dan beruang madu, menghadapi ancaman besar jika pembangunan tidak direncanakan secara matang.
Meskipun pemerintah berjanji menerapkan konsep green city, skeptisisme tetap ada mengenai sejauh mana implementasi janji tersebut dapat berjalan efektif. Proyek berskala besar ini dipandang berisiko mengancam habitat alami, mengganggu keseimbangan ekologis, dan memperburuk dampak krisis iklim global. Tanpa perencanaan yang cermat dan pengawasan ketat, IKN Nusantara dapat menciptakan masalah lingkungan baru yang lebih kompleks.
Di balik kekhawatiran tersebut, pembangunan IKN Nusantara juga menghadirkan peluang besar untuk menciptakan kota masa depan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia berkomitmen menjadikan IKN sebagai contoh kota hijau dengan fokus pada teknologi berkelanjutan, pemanfaatan energi terbarukan, dan tata ruang yang efisien.
Jika prinsip-prinsip ini benar-benar diterapkan, IKN dapat menjadi model global dalam pembangunan kota modern yang tidak hanya meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga mendukung konservasi sumber daya alam. Kalimantan Timur, yang memiliki hutan hujan tropis yang sangat kaya, berpotensi diintegrasikan ke dalam tata ruang kota sebagai zona konservasi yang melindungi ekosistem lokal.
Relokasi ini juga diharapkan mampu mengurangi beban ekologis Jakarta. Dengan memindahkan sebagian fungsi pemerintahan dan pusat bisnis ke IKN, tekanan populasi di Jakarta dapat berkurang secara signifikan. Hal ini pada akhirnya berpotensi menurunkan tingkat polusi udara, konsumsi energi, dan volume sampah kota.
Selain itu, banjir yang sering melanda Jakarta diharapkan dapat diatasi lebih baik dengan redistribusi fungsi kota. Namun, keberhasilan transformasi ini membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk memastikan pembangunan tidak mengabaikan prinsip keberlanjutan.
Meski peluang ekologis cukup besar, ancaman terhadap ekosistem Kalimantan Timur tetap menjadi sorotan utama. Deforestasi akibat pembukaan lahan untuk infrastruktur, jaringan jalan, dan perumahan menjadi salah satu kekhawatiran terbesar.
Aktivitas ini tidak hanya merusak habitat satwa liar, tetapi juga mengurangi daya dukung ekologis hutan tropis yang selama ini menjadi penyerap karbon alami. Selain itu, pembangunan infrastruktur berpotensi menyebabkan fragmentasi habitat, yang mengisolasi populasi fauna tertentu.
Baca Juga: Mengenal Istilah Greenflag dan Redflag dalam Hubungan hingga Dunia Kerja
Ketika habitat alami terpecah, satwa liar kesulitan untuk bermigrasi dan berkembang biak, yang pada akhirnya mengancam kelestarian spesies langka.
Dampak sosial pembangunan juga tidak bisa diabaikan. Kehadiran IKN dikhawatirkan akan menggeser masyarakat adat, seperti komunitas Dayak, yang memiliki hubungan mendalam dengan hutan Kalimantan.
Pembangunan berskala besar berisiko meminggirkan kelompok ini dari tanah leluhur mereka, mengubah budaya dan gaya hidup yang telah diwariskan selama berabad-abad. Jika hal ini terjadi, kerugian tidak hanya terjadi pada ekosistem fisik, tetapi juga pada kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai.
Dalam menghadapi dilema ini, pemerintah Indonesia harus berhati-hati agar ambisi membangun ibu kota baru tidak mengorbankan lingkungan dan masyarakat lokal. Proyek ini semestinya menjadi contoh bagaimana pembangunan modern dapat berjalan seiring dengan upaya pelestarian lingkungan. Transparansi dalam pengambilan keputusan, pelibatan masyarakat lokal, serta kolaborasi dengan pakar lingkungan harus menjadi prioritas dalam setiap tahap pembangunan.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa janji keberlanjutan bukan sekadar retorika. Langkah nyata, seperti penggunaan teknologi rendah emisi, pemanfaatan energi terbarukan, dan pengelolaan sampah yang efektif, harus diterapkan secara konsisten.
Baca Juga: Ketimpangan Pendidikan di Kota Terpencil dan Terluar: Wamena sebagai Contoh Nyata
Pemerintah juga perlu memonitor dampak pembangunan terhadap ekosistem dan segera melakukan langkah korektif jika ditemukan kerusakan lingkungan. Dalam jangka panjang, proyek ini harus mampu menunjukkan bahwa Indonesia bisa memimpin pembangunan berkelanjutan tanpa mengorbankan kekayaan alam dan budaya.
Pembangunan IKN Nusantara mencerminkan ambisi besar Indonesia untuk menciptakan ibu kota modern yang berkelas dunia. Namun, ambisi ini datang dengan tanggung jawab besar, terutama dalam memastikan bahwa ekosistem Kalimantan tetap terjaga. Dengan perencanaan yang tepat, transparansi, dan keterlibatan semua pihak, IKN Nusantara memiliki potensi menjadi contoh sukses pembangunan yang berkelanjutan.
Sebaliknya, jika prinsip-prinsip ini diabaikan, proyek ini bisa menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan masyarakat adat. Pilihan ada di tangan pemerintah: menjadikan IKN sebagai simbol kemajuan atau justru sebagai pengingat akan kegagalan menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian.