Analisis Pemikiran Max Stirner Terhadap Kebijakan TAPERA

Ilustrasi
Ilustrasi

Manusia adalah makhluk yang bebas. Kebebasan ini adalah salah satu keunikan yang dimiliki manusia. Kebebasan memungkinkan manusia memahami dirinya sendiri sebagai subjek. Subjektivitas manusia memungkinkan mereka mengekspresikan identitas mereka kepada dunia. Dalam perkembangannya, manusia menciptakan berbagai produk dari kebebasannya, termasuk kebudayaan.

Dalam kebudayaan, manusia merepresentasikan keunikan mereka, yang menjadi fondasi untuk menetapkan nilai-nilai moral. Generasi berikutnya menjadikan konsep budaya sebagai pedoman hidup. Dari sini, manusia sering kali terkurung dalam nilai-nilai yang telah ditetapkan, sehingga secara tidak langsung dituntut untuk menuruti konsep atau doktrin yang terdapat dalam kebudayaan.

Bacaan Lainnya

Selain terbelenggu oleh kebudayaan, manusia juga terkungkung oleh kekuatan negara. Manusia menjadi semakin terkurung ketika harus menuruti setiap kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah memainkan peran besar dalam mengarahkan warganya untuk mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat, dengan mengontrol setiap warga negara agar tunduk pada keputusan dan kebijakan pemerintah.

Negara memiliki kekuatan terbesar dalam mengontrol manusia, lebih dari kebudayaan. Kebijakan sering kali diterima tanpa dipertanyakan apakah benar-benar berguna bagi kebaikan masyarakat. Orang tidak bersikap selektif dalam mengikuti kebijakan yang melampaui batas kebebasan individu atau merugikan hak-hak mereka. Negara selalu ingin merangkum setiap subjek dan mendefinisikan mereka, yang kemudian menundukkan manusia-manusia tersebut di hadapan kedaulatannya. Kedaulatan inilah yang akan melabeli subjek yang tidak bisa dirangkum sebagai kriminal atau musuh negara.

Menanggapi persoalan dengan adanya doktrin-doktrin dari negara yang semakin kuat mengatur kebebasan individu, pemikiran Max Stirner tentang “manusia unik” menjadi acuan yang dapat digunakan untuk kembali menjadi manusia seutuhnya. Konsep pemikiran Max Stirner menghantar manusia untuk menyadari dirinya sebagai subjek yang bebas tanpa terikat dengan doktrin yang merugikan atau membatasi kebebasannya.

Konsep “manusia unik” menekankan kebebasan yang dimiliki oleh setiap manusia, namun kebebasan ini semakin pudar ketika manusia mulai mengikuti setiap doktrin di luar dirinya. Menjadi “manusia unik” berarti bebas dari segala konsep yang ada dan menggunakan pemikiran sendiri setelah melalui refleksi pribadi.

Baca Juga: Kesetaraan Gender di Indonesia: Perspektif Mary Wollstonecraft dalam Konteks Modern

Contoh masalah yang dibahas adalah kebijakan pemerintah yang membatasi hak warganya dengan mengontrol penggunaan gaji karyawan melalui program TAPERA yang juga menerapkan hukuman bagi pekerja yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Kebijakan TAPERA dapat dinilai sebagai bentuk pembatasan kebebasan masyarakat karena, selain pajak, negara juga mengatur kebebasan para pekerja untuk menggunakan gaji mereka.

TAPERA atau Tabungan Perumahan Rakyat merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Indonesia untuk membantu masyarakat menabung guna membeli rumah. TAPERA menggunakan sistem pemotongan gaji sebesar 3% dari gaji yang diterima. Simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk pekerja dan pekerja mandiri, dengan 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung oleh pekerja yang dipotong dari gaji.

Peserta mandiri membayarkan iuran TAPERA secara sukarela sebesar 3%. Jika upah minimum di Indonesia sebesar 5 juta rupiah, maka 3% dari gaji adalah 150 ribu rupiah. Dengan harga rumah minimum sekitar 100 juta rupiah, seseorang perlu menabung di TAPERA selama 667 bulan atau setara dengan 55 tahun untuk mencapai target minimum.

Hal ini menunjukkan bahwa program TAPERA memiliki kekurangan. Permasalahan yang dibahas adalah campur tangan negara yang mengatur pendapatan warganya selain pajak, dan pekerja yang tidak menaati ketetapan TAPERA akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Dalam konsep pemikiran Max Stirner tentang “manusia unik,” Stirner menekankan pengembalian subjek seorang individu, yang menurutnya banyak individu kehilangan subjeknya karena belenggu yang mengikat mereka. Dari konsep ini, terlihat bahwa negara telah menjadi “belenggu” yang mengikat seseorang untuk bebas menggunakan haknya.

Baca Juga: Sampah yang Menjerit dan Terlelapnya Kesadaran Masyarakat

Max Stirner menolak otoritas yang mengikatnya. “Manusia unik” adalah usaha Stirner untuk mengembalikan manusia sebagai subjek, bukan objek dari berbagai belenggu konsep dan otoritas.

Konsep pemikiran Max Stirner menekankan pengembalian manusia sebagai subjek. Konsep “manusia unik” menjadikan seseorang bebas dari tuntutan dogma-dogma umum. Konsep ini mendorong orang untuk mengkritisi setiap konsep umum yang ada, termasuk kebijakan pemerintah, apakah kebijakan tersebut tidak merugikan dan tidak membatasi hak-hak mereka.

“Manusia unik” berarti menjadi bebas dan tidak terikat dengan dogma atau kebenaran yang berlaku umum. Konsep ini menekankan pertimbangan pribadi dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu. Manusia menjadi unik karena mereka adalah subjek yang bertindak atas dunia ini, bukan objek yang dijadikan oleh konsep dunia.


Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03
Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *