Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan salah satu proyek besar yang memanfaatkan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan energi listrik. Tidak hanya menjadi solusi energi, PLTU juga berperan sebagai proyek strategis nasional yang memberikan dampak luas. Beberapa PLTU yang telah beroperasi di Indonesia antara lain PLTU Suralaya di Cilegon, Banten; PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur; serta PLTU Batang di Jawa Tengah.
PLTU Batang mulai beroperasi pada 2016 dengan kapasitas 1.000 megawatt menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama, bukan uranium seperti yang sering disalahpahami. Kehadiran PLTU ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa Tengah dan sekitarnya, sekaligus menjadi bagian dari upaya Indonesia mencapai target energi berkelanjutan. Selain menyediakan sumber energi penting, PLTU Batang juga membawa dampak sosial-ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal.
Masyarakat yang sebelumnya bergantung pada hasil tangkapan laut kini mulai beralih profesi, membuka usaha seperti warung makan, toko kelontong, atau menyediakan jasa hunian sewa bagi para pekerja PLTU. Transformasi ini menunjukkan bagaimana keberadaan PLTU turut mendorong diversifikasi ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, dampak negatif dari keberadaan PLTU Batang juga tidak dapat diabaikan. Menurut Rohamah, salah satu warga Kecamatan Kademan, para nelayan kini harus melaut lebih jauh karena perairan sekitar PLTU menjadi lebih panas, menyebabkan ikan dan udang menjauh. Kondisi ini tidak hanya meningkatkan risiko keselamatan dan kesehatan para nelayan, tetapi juga memperbesar biaya operasional. Akibatnya, pendapatan nelayan menurun drastis.
Baca Juga: Sejarah dan Kelezatan Mochi: Kue Beras Khas Jepang yang Mendunia
Selain itu, aktivitas PLTU berdampak pada pelestarian lingkungan, khususnya pada ekosistem laut. Panas yang dihasilkan menyebabkan kerusakan terumbu karang di sekitar wilayah tersebut. Meski beberapa pihak, seperti Universitas Diponegoro, telah melakukan upaya rehabilitasi melalui penanaman mangrove, masalah ini membutuhkan perhatian lebih serius.
Selain itu, kebiasaan masyarakat yang membuang sampah plastik ke laut juga memperburuk kondisi lingkungan, sehingga diperlukan edukasi dan kesadaran kolektif untuk mengatasi masalah ini.
Untuk memitigasi dampak lingkungan, diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah pengolahan limbah produksi PLTU sebelum dibuang ke laut.
Penggunaan teknologi modern dalam pengolahan limbah menjadi solusi penting untuk menjaga kualitas air dan ekosistem laut. Di sisi lain, pemerintah juga dapat mendorong pengembangan energi terbarukan sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Baca Juga: Menelisik Overtourism di Candi Borobudur: Antara Keuntungan dan Tantangan
Keberadaan PLTU tidak sepenuhnya membawa bencana jika semua pihak terlibat aktif dalam mengelola dampaknya. Dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan pihak PLTU, dampak negatif seperti polusi dapat ditekan, sementara manfaat ekonominya dapat dimaksimalkan.
Keberadaan PLTU Batang seharusnya menjadi contoh bagaimana proyek besar dapat mendukung pembangunan berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Tulisan ini merupakan bagian dari Program Vulnerability to Viability dalam kegiatan Student Go International – World Class University Universitas Diponegoro di Malaysia. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dra. Indah Susilowati, M.Sc., Ph.D.; Prof. Dr. Nugroho SBM, M.Si.; dan Prof. Drs. Waridin, M.S., Ph.D., atas bimbingan dan dukungan yang diberikan selama proses penulisan artikel ini.