Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, wawasan Nusantara menjadi isu yang semakin penting untuk dibahas, terutama di kalangan mahasiswa. Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa memiliki peran vital dalam menjaga identitas nasional dan keberlanjutan budaya Indonesia di tengah tantangan global.
Namun, wawasan Nusantara sering kali dianggap kurang relevan dibandingkan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis yang lebih berorientasi pada pasar kerja global. Pertanyaannya, apakah benar wawasan Nusantara hanya menjadi beban akademis, atau justru fondasi yang tak tergantikan bagi pembentukan karakter generasi muda?
Pemahaman mendalam tentang wawasan Nusantara memberikan mahasiswa perspektif yang lebih luas mengenai kekayaan budaya, sejarah, dan geografi Indonesia. Melalui wawasan ini, mereka dapat menghargai keberagaman dan warisan bangsa yang telah menjadi identitas kolektif Indonesia selama berabad-abad. Dalam menghadapi globalisasi, pengaruh budaya asing yang deras dapat mengikis nilai-nilai lokal jika mahasiswa tidak memiliki kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya dan identitas nasional.
Namun demikian, ada pihak yang berpendapat bahwa globalisasi adalah fenomena yang tak dapat dihindari dan bahwa generasi muda harus lebih fokus pada penguasaan kompetensi global agar dapat bersaing di tingkat internasional. Pandangan ini memunculkan dilema bagi dunia pendidikan, terutama dalam menentukan prioritas kurikulum di perguruan tinggi.
Wawasan Nusantara sering kali diabaikan dalam kurikulum pendidikan tinggi yang lebih memprioritaskan pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis. Padahal, wawasan ini tidak hanya berfungsi sebagai pengetahuan tambahan, tetapi juga sebagai elemen penting dalam pembentukan karakter mahasiswa sebagai warga negara yang baik.
Mahasiswa dengan wawasan Nusantara yang kuat akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tanggung jawab mereka terhadap bangsa. Namun, kritik muncul karena beban akademis yang dirasakan mahasiswa saat ini sudah sangat tinggi. Penambahan materi wawasan Nusantara dalam kurikulum dikhawatirkan akan semakin memberatkan mereka.
Pentingnya wawasan Nusantara juga berkaitan dengan pembentukan kepemimpinan yang berintegritas. Mahasiswa sering disebut sebagai calon pemimpin masa depan, sehingga pemahaman mereka tentang budaya, sejarah, dan nilai-nilai kebangsaan menjadi krusial.
Dengan wawasan ini, mereka dapat memimpin dengan integritas, keadilan, dan rasa tanggung jawab terhadap bangsa. Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa keterampilan kepemimpinan lebih banyak terbentuk melalui pengalaman praktis dan interaksi dengan berbagai budaya, bukan hanya melalui penguasaan wawasan budaya lokal.
Hal ini mendorong pentingnya pendekatan yang seimbang, di mana wawasan Nusantara tidak hanya diajarkan secara teoritis, tetapi juga diterapkan dalam berbagai aktivitas di luar kelas.
Selain itu, wawasan Nusantara membantu mahasiswa meningkatkan kesadaran sosial mereka. Dengan memahami keanekaragaman masyarakat Indonesia, mahasiswa dapat lebih peka terhadap berbagai isu sosial, seperti kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakadilan.
Pemahaman ini memungkinkan mereka untuk berkontribusi dalam mencari solusi yang lebih tepat dan relevan bagi masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia. Namun, ada pula yang menganggap bahwa wawasan Nusantara terlalu sempit jika dibandingkan dengan isu-isu global yang lebih kompleks, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan perkembangan teknologi.
Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan wawasan Nusantara dengan isu-isu global agar mahasiswa memiliki pandangan yang lebih holistik.
Nilai-nilai yang terkandung dalam wawasan Nusantara, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kebersamaan, sangat relevan dalam membangun integritas mahasiswa. Nilai-nilai ini menjadi fondasi penting dalam kehidupan mereka, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat.
Meski demikian, kritik terhadap pendekatan ini menyebut bahwa nilai-nilai moral lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat daripada pendidikan formal. Namun, pendidikan tinggi tetap memiliki peran penting dalam memperkuat nilai-nilai ini melalui pendekatan aplikatif, misalnya melalui kegiatan sosial, program pengabdian masyarakat, dan diskusi lintas budaya.
Salah satu tantangan besar dalam penerapan wawasan Nusantara adalah adanya konflik dan ketidakpuasan di kalangan mahasiswa. Mahasiswa yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda mungkin merasa bahwa wawasan Nusantara tidak mencerminkan identitas mereka secara menyeluruh.
Di sisi lain, ada mahasiswa yang menganggap bahwa materi ini tidak relevan dengan tujuan akademis dan karier mereka. Mereka berpendapat bahwa waktu yang digunakan untuk mempelajari wawasan Nusantara lebih baik digunakan untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan spesifik yang mendukung bidang studi mereka.
Untuk mengatasi tantangan ini, institusi pendidikan perlu menciptakan pendekatan yang inklusif dan relevan. Wawasan Nusantara tidak seharusnya dipaksakan menjadi beban tambahan, tetapi dirancang sebagai bagian integral dari pendidikan yang holistik.
Salah satu cara untuk mewujudkan hal ini adalah dengan mengadopsi pendekatan interdisipliner. Melalui pendekatan ini, wawasan Nusantara dapat diintegrasikan dalam berbagai mata kuliah yang sudah ada, seperti sosiologi, sejarah, atau studi lingkungan, tanpa mengurangi fokus pada pengembangan keterampilan teknis dan ilmiah.
Selain peran institusi pendidikan, mahasiswa juga memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan wawasan Nusantara secara aktif. Mereka dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler, seperti organisasi kemahasiswaan, komunitas budaya, atau program pertukaran pelajar.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya memperluas pemahaman mereka tentang wawasan Nusantara, tetapi juga membangun keterampilan kepemimpinan, kerja sama, dan jaringan yang berguna untuk masa depan mereka.