Tim Efbiyakreoptis PKM UNS Membuat Riset Mengenai Pembuatan Edible Film Berbentuk Patch dengan Tambahan Ekstrak Daun Kersen

Ilustrasi. (doc. Pribadi)
Ilustrasi. (doc. Pribadi)

Mulut sering kali rentan terhadap penyakit seperti Apthous stomatitis atau yang disebut sariawan. Sekitar 20% dari populasi dunia atau sekitar 2,5 miliar orang mengalami Apthous stomatitis (Aerosta dkk., 2020). Hal ini mencerminkan tingkat penyakit yang cukup tinggi terutama karena banyak orang menganggap remeh penyakit tersebut.

Apthous stomatitis disebabkan ole h infeksi jamur Candida albicans, bakteri Staphylococcus aureus, kekurangan vitamin, gangguan autoimun, luka gigitan, dan kimiawi karena kandungan bahan korosif dalam obat Apthous stomatitis seperti policresulen. Pada tahun 2018, Badan Pengawas Obat dan Makanan melarang penggunaa zat berbahaya policresulen dalam kandungan obat Apthous stomatitis yang beredar di pasaran (Liemantoro, 2021).

Bacaan Lainnya

Oleh karena itu, pengembangan obat untuk Apthous stomatitis saat ini menjadi suatu upaya yang intensi dengan menggunakan bahan alami yang kurang dimanfaatkan, seperti limbah cair tahu. Limbah cair tahu sangat melimpah karena Indonesia merupakan negara industri tahu terbesar di Asia Tenggara yang pertumbuhannya berkaitan erat dengan peningkatan jumlah penduduk (Mago dkk., 2022).

Upaya memanfaatkan limbah cair tahu melalui pengolahan menjadi bioselulosa dengan metode fermentasi dan memproses lebih lanjut menjadi patch untuk memodifikasi produk edible film yang memiliki nilai tambah. Bioselulosa memiliki serat nano yang lebih tipis tanpa pengotor dibandingkan serat biomassa.

Potensi kandungan limbah cair tahu berupa protein dan vitamin B dapat efektif digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan Apthous stomatitis (Malcangi dkk., 2023). Selain itu, bioselulosa memiliki kompatibilitas yang baik untuk secara efektif menghindari reaksi alergi dan penolakan benda asing (Huang dkk., 2023). Bioselulosa perlu dikombinasikan dengan zat lain untuk meningkatkan sifat antibakterinya salah satunya dengan daun kersen.

Ekstrak daun kersen sebagai analgetik, antipirtik, antiinflamasi, antioksidan, dan antibakteri yang dapat menghambat jamur dan bakteri karena memiliki kandungan flavonoid, tanin, tarpenoid, serta saponasi yang tinggi dibanding tumbuhan lain (Handjani dkk., 2021).

Patch edible film dari bioselulosa dan ekstrak daun kersen akan berfungsi sebagai pelindung luka Apthous stomatitis secara praktis dan memberikan efek penyembuhan. Formulasi kandungan patch diperlukan agar aman digunakan pada tubuh manusia, khususnya direncanakan untuk pemakaian di daerah mukosa mulut.

Oleh karena itu, perlu adanya riset terkait sintesis dan karakterisasi fisik patch, serta pengujian terhadap komposisi bahan tambahan peningkat kualitas patch dengan ekstrak daun kersen sebagai obat Apthous stomatitis.

Pengolahan limbah cair tahu menjadi bioselulosa melibatkan serangkaian tahap yang sistematis dan terukur. Proses dimulai dengan memisahkan padatan kasar dari limbah cair melalui penyaringan awal. Setelah itu, dilakukan penambahan bakteri penghasil selulosa yaitu Acetobacter xylinum, ke dalam limbah cair tahu yang telah difilter.

Fermentasi berlangsung selama beberapa hari pada suhu yang dikontrol, biasanya antara 28-30°C, untuk memungkinkan pertumbuhan bakteri dan pembentukan lapisan bioselulosa di permukaan medium cair. Setelah fermentasi, bioselulosa yang terbentuk diangkat dan dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa medium fermentasi dan bakteri.

Bioselulosa kemudian dikeringkan dan diukur kualitasnya, termasuk ketebalan, kekuatan tarik, dan kadar air. Hasil akhirnya menunjukkan bahwa bioselulosa yang dihasilkan dari limbah cair tahu memiliki karakteristik fisik dan kimia yang baik serta potensi untuk diaplikasikan dalam berbagai industri, seperti bahan medis, kosmetik, dan komposit. Proses ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan dari limbah cair tahu, tetapi juga menghasilkan produk bernilai tambah.

Ekstraksi daun kersen (Muntingia calabura L.) dilakukan dengan tujuan mendapatkan senyawa bioaktif yang bermanfaat. Proses dimulai dengan pengumpulan dan pengeringan daun kersen yang kemudian dihancurkan menjadi serbuk halus.

Serbuk daun ini diekstraksi menggunakan pelarut, seperti etanol atau metanol, melalui metode maserasi atau sokletasi untuk jangka waktu tertentu, biasanya beberapa hari, dengan pengadukan periodik. Setelah ekstraksi, campuran disaring untuk memisahkan ekstrak cair dari residu daun. Ekstrak cair kemudian diuapkan menggunakan rotavapor untuk menghilangkan pelarut dan memperoleh ekstrak pekat.

Analisis fitokimia terhadap ekstrak pekat mengungkapkan adanya senyawa-senyawa seperti flavonoid, tanin, saponin, dan fenolik yang memiliki potensi sebagai antioksidan, antimikroba, dan antiinflamasi. Pengujian lebih lanjut terhadap aktivitas biologis ekstrak menunjukkan hasil positif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan radikal bebas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstraksi daun kersen menghasilkan ekstrak yang kaya akan senyawa bioaktif dengan berbagai potensi aplikasi terapeutik.

Produk patch edible film yang dihasilkan memiliki ukuran 1 x 2 cm dengan warna cokelat serta bertekstur kenyal dan halus. Serangkaian uji yang telah dilaksanakan terhadap keenam sampel memberikan hasil potensi pengembangan yang cukup baik. Namun, patch edible film belum memiliki kemiripan karakteristik terutama pada ketahanan terhadap air sehingga belum maksimal jika diaplikasikan di daerah mukosa mulut.

Tabel 1. Rendemen Hasil Nata de Soya

PercobaanVolume Awal (mL)Hasil Nata (gr)Rendemen Nata
130021672.00%
230020468.00%
330020869.33%
Rata-Rata209,3369,78%

Rendemen nata de soya dalam ketiga percobaan berkisar antara 68.00% hingga 72.00%. Nilai ini menunjukkan efisiensi produksi nata dari volume awal larutan 300 mL. Meskipun terdapat variasi dalam massa nata yang terbentuk, rendemen nata cukup konsisten di sekitar 70%.

Hal ini menunjukkan bahwa proses produksi nata de soya relatif stabil dan menghasilkan rendemen yang serupa dalam percobaan yang berbeda. Perbedaan hasil nata dan rendemen dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi lingkungan, kualitas bahan baku, atau variasi dalam proses fermentasi. Identifikasi dan pengendalian faktor-faktor ini dapat membantu meningkatkan konsistensi dan efisiensi produksi.

Uji sifat mekanik telah dilaksanakan di Laboratorium Bioproses Teknik Kimia UNS menggunakan UTM untuk mengetahui kuat tarik (tensile strength) dan elongation at break. Film 1 x 6 cm diukur ketebalannya dengan menggunakan thicknessmeter. Uji kuat tarik dilaksanakan untuk mengetahui tegangan maksimum edible patch. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Uji Mekanik dengan Universal Tenting Machine (UTM)

  No  Kode Sampel  Force (kgf)Tensile Strength (Mpa)  Elongation (%)
  1  EF1Max: 0,248 Min: 0,155 Mean: 0,202Max: 0,839 Min: 0,524 Mean: 0,681Max: 5,223 Min: 4,792 Mean: 5,008
  2  EF2Max: 0,655 Min: 0,363 Mean: 0,509Max: 2,215 Min: 1,079 Mean: 1,647Max: 9,765 Min: 7,572 Mean: 8,668
  3  EF3Max: 0,985 Min: 0,663 Mean: 0,824Max: 3,331 Min: 2.240 Mean: 2,785Max: 10,953 Min: 5,288 Mean: 8,120

Hasil pengujian menunjukkan bahwa material memiliki kombinasi kekuatan dan kelenturan yang baik. Variasi dalam hasil pengujian menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam sifat material, yang mungkin disebabkan oleh variasi dalam proses produksi atau kondisi pengujian.

Namun, secara keseluruhan, material tersebut memenuhi standar kekuatan dan kelenturan yang diharapkan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan menahan gaya tarik sehingga tahan lama dan tidak rusak. Didapatkan nilai tegangan terbaik pada variasi keempat. Semakin tinggi nilai elongasinya maka patch semakin fleksibel dan plastis sehingga patch tidak mudah putus jika terkena gaya.

Uji ketahanan air pada sampel ukuran 1 x 4 cm selama 1 menit pada aquadest dan dikeringkan pada tisu ± 15 detik, lalu ditimbang berat akhir. Hasil uji didapatkan sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Analisis Uji Ketahanan Air

DataVariasi (%)Berat awal (W), grBerat akhir (W1), gr% Ketahanan air
    1100.1130.42822.789
300.1870.58672.137
500.1930.56541.929
    2100.1280.46992.671
300.1960.62162.171
500.2120.56541.666

Berdasarkan data, konsentrasi ekstrak kersen 10% dan 30% menunjukkan ketahanan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan 50%. Oleh karena itu, konsentrasi yang lebih rendah mungkin lebih optimal untuk aplikasi di mana ketahanan air diperlukan.

Dalam penelitian ini, metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi daun kersen (Muntingia calabura L.) yang mengandung berbagai komponen aktif seperti flavonoid, saponin, polifenol, vitamin C, terpenoid, alkaloid, dan fitokimia lainnya. Senyawa-senyawa ini diketahui memiliki sifat antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba yang berguna dalam berbagai aplikasi medis.

Penggunaan metode maserasi dalam ekstraksi daun kersen bertujuan untuk memastikan bahwa kandungan-kandungan aktif tersebut tidak terurai selama proses ekstraksi, sehingga menghasilkan ekstrak dengan aktivitas biologis yang optimal. Nilai rendemen ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura) dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4. Hasil Rendemen Ekstrak Daun Kersen

Metode ekstraksiBerat serbuk yang diekstraksi (gram)Berat ekstrak hasil ekstraksi (gram)Nilai rendemen (%)
Maserasi10027,7827,78

Metode maserasi ini juga memberikan keuntungan dalam hal kontrol kualitas ekstrak yang dihasilkan. Karena proses ekstraksi berlangsung pada suhu ruang dan dengan pengadukan yang berulang, pelarut dapat menjangkau seluruh permukaan simplisia dengan lebih merata, sehingga meningkatkan efisiensi ekstraksi. Rendemen ekstrak yang dihasilkan pun cenderung lebih konsisten, yang sangat penting untuk keperluan penelitian dan pengembangan produk berbasis ekstrak tumbuhan.

Hasil uji dengan mengamati zona hambat yang terbentuk. Zona hambat dapat dilihat dengan tidak terdapatnya pertumbuhan mikroorganisme (zona bening).

Gambar Hasil Pengujian Bioaktivitas Patch Edible Film Sample 2
Gambar Hasil Pengujian Bioaktivitas Patch Edible Film Sample 2

Tabel 5. Hasil Uji Bioaktivitas terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

  SampelLebar Zona Antimikroba Kersen dengan persentase (mm)
10%30%50%
17.758.3610.5
26.217.018.37

Aktivitas antimikroba ekstrak daun kersen terhadap Staphylococcus aureus meningkat dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi (50%) memberikan zona hambat yang lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah (10% dan 30%). Sampel 1 secara konsisten menunjukkan lebar zona antimikroba yang lebih besar dibandingkan dengan Sampel 2 pada semua konsentrasi yang diuji.

Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan komposisi atau kualitas ekstrak yang digunakan pada kedua sampel. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen memiliki potensi sebagai agen antimikroba, khususnya terhadap Staphylococcus aureus. Penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi dapat memberikan efektivitas yang lebih besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *