Euthanasia dalam Pandangan Keperawatan Paliatif

Ilustrasi Penulis
Ilustrasi Penulis

Kemajuan ilmu pengetahuan dan kesehatan saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan ini turut mendorong kemajuan teknologi kesehatan, yang mempermudah proses diagnosis penyakit, pengobatan, bahkan memprediksi kapan seseorang mungkin akan meninggal dunia (Fachrezi, 2024).

Saat ini, bantuan dalam pengobatan penyakit bukan satu-satunya opsi yang dapat diberikan, tetapi bantuan untuk mengakhiri hidup karena tidak ada harapan sembuh juga dapat diberikan. Tindakan mengakhiri hidup ini dikenal dengan istilah euthanasia (Puspitaningrum, 2023).

Bacaan Lainnya

Apa itu euthanasia?
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, “eu” berarti baik, dan “thanatos” berarti kematian. Euthanasia adalah tindakan medis untuk mengakhiri hidup seseorang, biasanya dengan menghentikan semua proses medis yang mempertahankan kehidupan orang tersebut (Hasiholan, 2023). Euthanasia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  1. Euthanasia murni, upaya meringankan kematian tanpa memperpendek usia.
  2. Euthanasia pasif, tindakan tidak menggunakan teknik pengobatan yang tersedia untuk memperpanjang hidup.
  3. Euthanasia tidak langsung, upaya meringankan kematian dengan efek samping, termasuk pemberian obat narkotika, hipnotik, atau analgesik.
  4. Euthanasia aktif, upaya memperpendek dan meringankan proses kematian secara langsung dan disengaja (Krisnalita, 2021).

Euthanasia dianggap sebagai salah satu bentuk hak asasi manusia, karena setiap individu memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Namun, di sisi lain, euthanasia juga bertentangan dengan hukum karena menghilangkan nyawa seseorang adalah tindakan ilegal. Tenaga medis yang melakukan euthanasia dapat diancam hukuman, kecuali dapat dibuktikan bahwa pengobatan tidak dapat menyelamatkan pasien atau merupakan pemborosan (Adriana, 2021).

Euthanasia dan keperawatan paliatif, bagaimana?
Euthanasia tidak sejalan dengan konsep keperawatan paliatif, yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa, tanpa mempercepat atau memperlambat kematian (Suprapto, 2022). Keperawatan paliatif berbeda dengan euthanasia yang bertujuan mengakhiri hidup.

Etika keperawatan mendukung agar pelayanan kepada pasien tidak melanggar norma dan prinsip. Dalam etika keperawatan, euthanasia adalah salah satu dilema yang sering muncul. Meskipun dibutuhkan dalam beberapa kasus, euthanasia juga bertentangan dengan nilai moral dan agama (Mangara, 2022).

Pandangan etika keperawatan terhadap euthanasia, dilema?
Etika keperawatan memandang euthanasia dari beberapa perspektif:

  1. Otonomi: Keputusan pasien harus dihormati, termasuk keinginan untuk euthanasia. Namun, perawat harus menjelaskan keuntungan dan kerugian keputusan tersebut (Maqsurah, 2024).
  2. Beneficence: Perawat harus melakukan yang terbaik untuk pasien dan menghindari risiko. Jika pasien atau keluarga menginginkan euthanasia, perawat harus menjelaskan alternatif yang lebih baik (Maqsurah, 2024).
  3. Non-maleficence: Tindakan yang dilakukan tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain, termasuk dalam aspek hukum (Maqsurah, 2024).
  4. Keadilan: Pasien harus mendapatkan keadilan dalam perawatan, tanpa alasan yang tidak relevan untuk melakukan euthanasia (Wijaya, 2022).

Meskipun banyak negara yang melegalkan euthanasia, hal ini tetap menjadi dilema bagi tenaga kesehatan karena dampak jangka panjangnya, seperti kemungkinan munculnya euthanasia paksa yang melanggar etika dan hukum. Namun, sebagian masyarakat memandang euthanasia sebagai tindakan belas kasihan dan manusiawi (Tsranchev, 2023).

Baca Juga: Strategi Pemasaran Inovatif untuk Meningkatkan Ekspor Ubi Jalar Kuningan

Menurut penelitian (Nugraha, 2021), Indonesia belum memiliki regulasi jelas tentang euthanasia. Pasal 344 KUHP melarang tindakan tersebut dengan ancaman pidana 12 tahun. Ketidakjelasan regulasi ini menyulitkan penerapan euthanasia, padahal banyak yang menganggap euthanasia sebagai hak asasi manusia.

Urgensi regulasi terkait euthanasia di Indonesia menggambarkan perlunya pendekatan yang matang dalam mengambil keputusan akhir hidup, dengan hukum yang jelas dan tidak melanggar etika serta norma yang ada. Jika euthanasia dapat diterapkan, maka pembentukan lembaga pengawas khusus juga perlu dipertimbangkan (Widyatama, 2024).

Jadi, bagaimana?
Setiap manusia memiliki hak asasi untuk menentukan nasibnya sendiri. Euthanasia adalah salah satu bentuk hak tersebut. Meskipun banyak perdebatan terkait euthanasia, tindakan ini bisa dilakukan jika memenuhi syarat dan sesuai prosedur. Namun, pilihan lain yang lebih baik daripada euthanasia sebaiknya diutamakan. Sebagai perawat, harus bijak dalam membantu pasien mengambil keputusan, terutama terkait euthanasia, yang bertentangan dengan konsep keperawatan paliatif.

Baca Juga: Kasus KDRT: Dampak dari Ketidaksetaraan Gender dan Budaya Patriarki?

Euthanasia hanya boleh dilakukan jika pengobatan medis tidak lagi efektif. Prosedur yang jelas diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran hukum atau etika. Meskipun banyak negara sudah melegalkan euthanasia, Indonesia masih belum memiliki regulasi yang tegas, sehingga topik ini tetap menjadi perdebatan. Jika euthanasia akan diterapkan di Indonesia, berbagai aspek harus dipertimbangkan agar tidak menimbulkan dampak negatif di masa depan.

Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Referensi

  • Adriana, G. (2021). Do Not Resucitate (DNR) dalam Sistem Hukum Indonesia. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(5), 515-523.

  • Fachrezi, M. A., & Michael, T. (2024). KESESUAIAN PENERAPAN EUTHANASIA TERHADAP PASIEN KONDISI TERMINAL ATAS PERSETUJUAN KELUARGA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA. IBLAM Law Review, 4(1), 228-246.

  • Hasiholan, A. M., Pradipta, D. A., Butar-butar, Y., Baene, A. E., & Manurung, D. (2023). MENGAJARKAN NILAI KEHIDUPAN DALAM KONTEKS EUTANASIA: PERSPEKTIF ETIKA KRISTEN UNTUK SISWA/I ROHKRIS SMAN 74 JAKARTA. Pneumata: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 5(2), 86-93.

  • Hurai, R., Laksono, R. D., Rokhmiati, E., Febriana, D., Fitriyanti, D., Natalia, S., … & Widhawati, R. (2024). Buku Ajar Keperawatan Paliatif. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

  • Krisnalita, L. Y. (2021). Euthanasia dalam hukum pidana Indonesia dan kode etik kedokteran. Binamulia Hukum, 10(2), 171-186.
  • Mangara, A., & Ns, M. M. (2022). ETIKA KEPERAWATAN Buku Praktis Menjadi Perawat Profesional. Penerbit Adab.

  • Maqsurah, A., Ikhsan, M., & Afifah, A. (2024). Euthanasia Pasien Sekarat dalam Perspektif Hukum Islam. BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam5(2), 388-404.

  • Nugraha, X., Adiguno, S., Yulfa, S., & Lathifah, Y. (2021). Analisis Potensi Legalisasi Eutanasia Di Indonesia: Diskursus Antara Hak Hidup Dengan Hak Menentukan Pilihan. University of Bengkulu Law Journal6(1), 39-59.

  • Puspitaningrum, I., Safitri, A., Sulistyo, M. H., & Prastiwi, A. (2023). Euthanasia (Suntik Mati) Dalam Pandangan Islam. Religion: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya2(5), 504-509.

  • Suoth, D. M. B., Pinasang, R., & Benedicta, N. L. L. D. M. (2023). EKSISTENSI EUTHANASIA MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. LEX ET SOCIETATIS, 11(1), 36-52.

  • Suprapto, S. (2022). Perilaku Perawat dalam Perawatan Paliatif di Era Pandemic Covid-19. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada11(1), 70-74.

  • Tsranchev, I. I., Mileva, B., Goshev, M., Timonov, P., Spasov, S., & Alexandrov, A. (2023). The Moral Dilemma of Euthanasia Through the Eyes of the Medical Society in Bulgaria. Cureus15(11).

    Widyantoro, W., Murniasih, E., Suryani, L., Wardhana, D. P. W., Hasanah, N., Ifadah, E., … & Astuti, N. M. (2024). Buku Ajar Etika Keperawatan. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

  • Widyatama, P. M. M., & Bagiastra, I. N. (2024). KEPASTIAN HUKUM PENGATURAN EUTHANASIA (SUNTIK MATI) DI INDONESIA. Kertha Widya11(2), 113-123.

  • Wijaya, Y. A., Yudhawati, N. L. P. S., & Andriana, K. R. F. (2022, March 21). Ethic Dilemma In “Do Not Resuscitation”  (DNR) Management In Indonesia. https://doi.org/10.31219/osf.io/8ye5m

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *