Pagaruyung adalah sebuah kerajaan kuno yang terletak di Jl. Sutan Alam Bagagarsyah, Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Indonesia. Kerajaan ini memiliki peranan penting dalam sejarah dan budaya Minangkabau. Asal usul Pagaruyung tidak hanya melibatkan sejarah dan mitologi, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan politik yang kompleks dari masa lalu.
Menurut legenda, kerajaan tersebut didirikan oleh seorang raja bernama Adityawarman pada abad ke-14. Adityawarman diyakini memiliki hubungan dengan Kerajaan Majapahit di Jawa dan merupakan keturunan dari dinasti Melayu-Dharmasraya. Cerita lain menyebutkan bahwa Pagaruyung didirikan oleh keturunan dari Alexander Agung, yang kemudian menetap di Sumatera setelah petualangan besar mereka. Namun, legenda ini lebih bersifat mitologis dan tidak didukung oleh bukti sejarah yang kuat.
Sejarah mencatat bahwa Adityawarman mendirikan Kerajaan Pagaruyung sekitar tahun 1347. Adityawarman awalnya adalah seorang raja bawahan dari Majapahit, tetapi kemudian mendirikan kerajaannya sendiri di Minangkabau. Pada masa pemerintahannya, Adityawarman dikenal sebagai raja yang kuat dan bijaksana, yang berhasil memperluas wilayah kekuasaan dan memperkenalkan sistem pemerintahan yang lebih terstruktur.
Kerajaan yang memainkan peran penting dalam perkembangan budaya dan adat istiadat Minangkabau. Pagaruyung menjadi pusat kebudayaan, perdagangan, dan pendidikan pada masa kejayaannya. Di sinilah sistem matrilineal, yang menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau, berkembang dengan pesat. Selain itu, juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di Sumatera Barat, yang kemudian mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat Minangkabau.
Kerajaan Pagaruyung mengalami beberapa kali kehancuran akibat serangan dari luar dan konflik internal. Pada awal abad ke-19, Pagaruyung dihancurkan oleh Perang Padri, sebuah konflik antara kaum adat dan kaum Padri yang dipimpin oleh ulama-ulama Islam yang ingin memurnikan praktik keagamaan di Minangkabau. Meskipun demikian, semangat dan warisan Pagaruyung terus hidup dan berlanjut dalam budaya dan masyarakat Minangkabau hingga saat ini.
Warisan Kerajaan Pagaruyung tetap menjadi bagian penting dari identitas Minangkabau. Istana Pagaruyung, yang terletak di Batusangkar, adalah salah satu simbol kebesaran dan kebanggaan masyarakat Minangkabau. Istana ini telah dibangun kembali setelah beberapa kali hancur dan sekarang menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang paling populer di Sumatera Barat. Warisan tersebut juga terlihat dalam adat istiadat, bahasa, seni, dan sistem sosial masyarakat Minangkabau.
Asal usul Pagaruyung tidak hanya merupakan kisah sejarah, tetapi juga mencerminkan kebesaran dan keunikan budaya Minangkabau. Dari mitologi dan legenda hingga fakta sejarah, Pagaruyung adalah simbol dari kekuatan, kebijaksanaan, dan warisan yang kaya. Meskipun mengalami berbagai tantangan dan kehancuran, semangat Pagaruyung tetap hidup dalam hati dan budaya masyarakat Minangkabau.
Di istana Basa Pagaruyung juga memiliki tradisi yang sangat unik yaitu makan bajamba. Makan Bajamba adalah tradisi makan bersama yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Tradisi ini biasanya dilakukan dalam acara-acara adat, perayaan, atau kegiatan sosial. Dalam Makan Bajamba, makanan disajikan di atas dulang (nampan besar) yang diletakkan di tengah, dan semua peserta duduk melingkar di sekelilingnya.
Baca Juga: Pelestarian Badendang di Prodi Sastra Minangkabau Universitas Andalas
Beberapa ciri khas dari Makan Bajamba meliputi:
- Bersama-sama: Semua peserta makan bersama-sama dari satu dulang, yang melambangkan kebersamaan dan kesetaraan.
- Duduk Lesehan: Biasanya dilakukan dengan duduk lesehan di lantai, menambah rasa kebersamaan dan merakyat.
- Ragam Makanan: Makanan yang disajikan biasanya adalah hidangan khas Minangkabau seperti rendang, gulai, sambal, dan berbagai jenis lauk pauk.
- Tertib dan Teratur: Ada tata cara dan etika tertentu yang harus diikuti selama makan, termasuk menghormati orang yang lebih tua dan memastikan semua orang mendapat bagian yang sama.
Tradisi ini tidak hanya menjadi ajang makan bersama, tetapi juga menjadi sarana mempererat tali silaturahmi dan memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat Minangkabau.