Manuskrip Mushaf Al-Qur’an MMAD 12 di Museum Masjid Agung Demak

Ilustrasi foto. (penulis)
Ilustrasi foto. (penulis)

Sejarah kejayaan Islam di tanah Jawa bukanlah sekadar dongeng atau cerita turun-temurun, melainkan merupakan bagian dari fakta sejarah yang dapat dibuktikan melalui berbagai peninggalan fisik. Salah satu bukti konkret keberhasilan dakwah Islam di Pulau Jawa adalah keberadaan Masjid Agung Demak, yang telah lama dikenal sebagai salah satu peninggalan bersejarah di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid ini berlokasi di Jalan Sultan Fattah No. 57, Kampung Kauman, RT 01 RW 01, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Provinsi Jawa Tengah.

Selain digunakan sebagai tempat ibadah, Masjid Agung Demak juga memiliki museum yang menyimpan berbagai benda peninggalan sejarah, termasuk sejumlah manuskrip mushaf al-Qur’an. Koleksi manuskrip ini dapat ditemukan di dalam etalase kaca yang terletak di sebelah kiri setelah pintu masuk museum. Terdapat sekitar 18 manuskrip yang disimpan di sana, terdiri dari 14 mushaf al-Qur’an dan 4 naskah kitab lainnya.

Bacaan Lainnya

Menurut Husni Mubarak, selaku Takmir Masjid Agung Demak, mushaf-mushaf tersebut merupakan hasil wakaf dari masyarakat yang ditemukan saat proses renovasi lantai dua masjid. Koleksi ini disimpan dalam etalase kaca sebagai upaya pelestarian dan pemeliharaan autentisitas manuskrip. Pengunjung hanya bisa melihat manuskrip dari luar kaca dan tidak diizinkan menyentuhnya, kecuali dalam momen tertentu yang telah ditentukan.

Salah satu manuskrip yang menarik perhatian adalah manuskrip MMAD 12, yang diberi kode DK-MAD/MMAD.12/AQ/2023. Mushaf ini tampak lebih sederhana dibandingkan mushaf lainnya karena tidak dihiasi iluminasi.

Namun, kesederhanaannya justru memperlihatkan karakteristik khas mushaf Nusantara, terutama karena menggunakan kertas daluang sebagai alas penulisan. Hal unik dari mushaf ini adalah keberadaan selembar kertas di halaman paling belakang dengan tulisan “Mushaf Madinah”, yang menimbulkan berbagai pertanyaan dan dugaan.

Karakteristik Manuskrip MMAD 12 di Museum Masjid Agung Demak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kelompok 5 pada Jumat, 18 April 2025 di Museum Masjid Agung Demak, manuskrip MMAD 12 termasuk salah satu koleksi yang tidak diketahui tahun penulisannya. Namun, karena ditemukan saat renovasi, hak kepemilikan manuskrip ini kini berada di tangan Takmir Masjid Agung Demak.

Manuskrip ini memiliki ukuran panjang 32 cm dan lebar 22 cm, dengan total 10 kuras. Tulisan dalam mushaf menggunakan tinta berwarna hitam dan merah. Naskah ini ditulis pada kertas daluang dengan ukuran area teks 23 cm x 14,5 cm. Kondisi fisik bagian sampul masih tergolong baik dan terbuat dari kulit tebal.

Namun demikian, manuskrip ini sudah tidak lagi lengkap. Halaman pertama dimulai dari akhir ayat 116 surah al-Baqarah, yakni “Qānitūn, badīʿus-samāwāti wal-arḍ”, sementara ayat terakhir tercatat pada surah asy-Syams ayat 14, yaitu “Fadamdama ʿalayhim rabbuhum biżanbihim”. Total terdapat 13 halaman teks dalam manuskrip ini. Tak ditemukan keterangan mengenai siapa penulis mushaf ini.

Di bagian belakang manuskrip, terdapat selembar kertas tambahan dengan bahan berbeda yang bertuliskan: “Asal tulisan tangan dari Madinah tahun 61 H (dikonservasi tahun 2022 pada bulan November)”. Keterangan ini tidak disertai informasi pendukung lainnya. Beruntung, manuskrip ini telah diinventarisasi dan didigitalisasi oleh Litbang Jateng, sehingga sejumlah data bisa diakses dan dipelajari lebih lanjut.

Ilustrasi foto. (penulis)
Ilustrasi foto. (penulis)

Karakteristik Tekstologi dalam Manuskrip MMAD 12 di Museum Masjid Agung Demak

Tulisan “Mushaf Madinah” yang terdapat di halaman akhir mushaf bukanlah sekadar catatan sembarangan. Berdasarkan analisis tekstologi, manuskrip MMAD 12 menunjukkan ciri khas rasm Imla’i, gaya penulisan yang digunakan dalam mushaf-mushaf asal Madinah. Ciri ini dapat dilihat pada penulisan beberapa lafadz dalam surah al-Insyiqaq, sebagaimana tercatat dalam tabel penelitian yang tidak dicantumkan di sini.

Ciri lain yang menguatkan dugaan bahwa mushaf ini berasal dari Madinah adalah ketiadaan tanda waqaf (tanda berhenti) serta tidak adanya tasydid pada lafadz Allah. Berdasarkan gaya penulisannya, mushaf ini diperkirakan ditulis oleh ulama dari Madinah, kemudian disahkan atau ditashihkan di Mekah, namun ditulis di Kufah.

Penggunaan kertas daluang yang merupakan bahan khas Nusantara menimbulkan beberapa spekulasi. Menurut Husni Mubarak, terdapat dua dugaan utama. Pertama, naskah ini berasal dari Nusantara dan dibawa ke Madinah untuk ditulis, lalu dikembalikan ke tanah asalnya setelah selesai. Kedua, mushaf ini berasal dari Madinah dan dibeli oleh ulama Nusantara, sehingga akhirnya sampai dan disimpan di Indonesia.

Walaupun usianya telah melebihi 50 tahun, manuskrip MMAD 12 masih terpelihara dengan baik. Pihak masjid dan museum terus berupaya menjaga kondisi fisik manuskrip serta menyosialisasikan pentingnya pelestarian warisan budaya ini kepada masyarakat luas.

Penelitian terhadap manuskrip MMAD 12 tidak hanya membuka cakrawala baru dalam kajian filologi Islam di Indonesia, tetapi juga menunjukkan bagaimana warisan budaya dapat menjadi jembatan sejarah antara Nusantara dan Timur Tengah. Melalui pelestarian dan kajian mendalam, masyarakat diharapkan semakin menyadari nilai penting dari koleksi manuskrip kuno, tidak hanya sebagai artefak, tetapi sebagai sumber ilmu yang hidup.

Penulis berharap tulisan ini mampu memberikan pengetahuan baru tentang keberadaan manuskrip kuno kepada para pembaca, menjadi pemantik penelitian, dan memberikan manfaat akademis dan spiritual bagi peneliti maupun masyarakat secara umum.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *