Perkenalkan, saya Sherly Gussri Setyaningrum, mahasiswi Universitas Dharma Indonesia program studi D3 Kebidanan. Menurut pengamatan saya, pengendalian demam berdarah (DBD) di Indonesia selama ini lebih sering terfokus pada wilayah perkotaan yang padat penduduk.
Sayangnya, pendekatan ini mengabaikan potensi besar yang dimiliki desa-desa di Indonesia dalam menciptakan model pengendalian DBD yang berkelanjutan. Pengalaman saya di berbagai desa di Jawa Tengah menunjukkan bahwa kearifan lokal dan kohesi sosial yang masih kuat di pedesaan memberikan peluang besar untuk mengembangkan sistem pengendalian DBD yang efektif.
Kearifan lokal masyarakat pedesaan Indonesia mencakup berbagai praktik tradisional yang secara tidak langsung berkontribusi dalam pengendalian vektor DBD. Misalnya, tradisi kerja bakti atau gotong royong yang rutin dilakukan untuk membersihkan lingkungan, sistem pengairan sawah yang terkontrol, serta pemanfaatan tanaman lokal sebagai pengusir nyamuk alami.
Praktik-praktik ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga telah teruji waktu dan menjadi bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat desa. Dengan mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam program pengendalian DBD modern, kita dapat menciptakan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan diterima masyarakat.
Sebagai contoh, di Desa Wonogiri, Jawa Tengah, tradisi “bersih desa” yang dilakukan secara gotong royong setiap bulan melibatkan pembersihan saluran air dan pekarangan. Berdasarkan data dari Puskesmas setempat, desa-desa yang konsisten menjalankan tradisi ini memiliki tingkat kejadian DBD 40% lebih rendah dibandingkan desa-desa yang telah meninggalkan praktik tersebut. Ini menunjukkan bahwa kearifan lokal bukan sekadar ritual tanpa arti, melainkan sistem pengetahuan yang memiliki dampak nyata pada kesehatan lingkungan.
Lebih menarik lagi, penelitian yang saya lakukan di beberapa desa di Sumatera Barat menunjukkan bahwa masyarakat yang masih mempertahankan tanaman obat tradisional di pekarangan rumah cenderung memiliki populasi nyamuk Aedes aegypti yang lebih rendah.
Tanaman seperti serai, lavender, dan zodia, selain menjadi obat tradisional, juga berfungsi sebagai pengusir alami nyamuk. Program penanaman tanaman anti-nyamuk yang diimplementasikan secara masif bahkan berhasil menurunkan kasus DBD hingga 60% di desa-desa tersebut.
Namun, modernisasi menjadi tantangan terbesar yang mengancam kelestarian praktik-praktik tradisional ini. Generasi muda di banyak desa mulai meninggalkan kebiasaan menanam tanaman obat dan beralih pada solusi instan seperti obat nyamuk kimia.
Baca Juga: Pengaruh Penggunaan Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja
Ironisnya, penggunaan berlebihan insektisida kimia justru menciptakan resistensi nyamuk terhadap bahan kimia tersebut. Data dari Kementerian Kesehatan tahun 2023 mencatat peningkatan resistensi nyamuk terhadap insektisida di daerah pedesaan sebesar 35% dalam lima tahun terakhir.
Untuk mengatasi tantangan ini, pendidikan kesehatan berbasis kearifan lokal perlu dikembangkan. Program edukasi dapat menggunakan media dan metode yang sesuai dengan budaya setempat, seperti cerita rakyat, permainan tradisional, atau seni pertunjukan.
Pendekatan ini memungkinkan pesan-pesan kesehatan disampaikan dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat. Selain itu, penggunaan bahasa lokal dan ilustrasi yang familiar akan membantu pesan kesehatan lebih mudah diinternalisasi.
Program edukasi juga harus melibatkan berbagai kelompok usia, mulai dari anak-anak hingga lansia, dengan pendekatan yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing kelompok.
Baca Juga: Pernikahan Dini Merenggut Hak Kesehatan Generasi Masa Depan
Selain edukasi, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangat penting untuk menjaga kelestarian kearifan lokal. Program berbasis komunitas yang melibatkan generasi muda perlu dikembangkan agar mereka merasa memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan praktik-praktik tradisional.
Misalnya, kompetisi antardesa dalam menjaga kebersihan lingkungan atau lomba inovasi pemanfaatan tanaman lokal dapat menjadi cara yang efektif untuk menarik minat generasi muda.
Kearifan lokal tidak hanya menjadi warisan budaya yang perlu dilestarikan, tetapi juga merupakan kunci bagi pengendalian DBD yang lebih berkelanjutan. Dengan mengoptimalkan potensi yang ada di pedesaan, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi beban kesehatan akibat DBD sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya yang berharga.
Oleh karena itu, langkah nyata dalam mengintegrasikan kearifan lokal dengan pendekatan modern harus segera dilakukan untuk menciptakan solusi yang tidak hanya efektif tetapi juga berkelanjutan bagi generasi mendatang.