Pemuda dan Politik

Ilustrasi
Ilustrasi

“…Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, jika angkatan muda mati rasa, maka matilah semua bangsa…”

Sejarah mencatat kaum muda adalah penggerak sekaligus pelaku perubahan, tidak perlu ditanyakan bagaimana kaum muda melakukan gerakan-gerakan perubahan pada Negara Indonesia. Bukti nyata terlihat pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah hari dimana kaum muda menyatakan keberadaannya dengan tiga sumpahnya sebagai bukti kaum muda Indonesia adalah milik Negara Indonesia. Bukti lain terjadi pasca-reformasi dimana kaum muda dengan tekad bulat berhasil menduduki gedung MPR sekaligus menurunkan Presiden Soeharto dari kepemimpinannya selama bertahun-tahun, yang menandai dimulainya masa reformasi.

Bacaan Lainnya

Sumpah pemuda yang dahulu diikrarkan menjadi bukti sekaligus kekuatan kaum muda dalam usaha untuk mempertahankan keberadaannya sebagai bagian Negara Indonesia dan janji setia pada negaranya. Maka tepat-lah perkataan Pramoedya Ananta Toer bahwa negara akan mati ketika pemudanya mati rasa terhadap negaranya. Karena pemuda adalah pelaku perubahan yang memiliki kekuatan sekaligus dapat membawa perubahan pada tatanan pemerintahan.

Pemuda dan Politik

Pasca-reformasi, para pemuda hanya mampu melakukan berbagai analisa terhadap kebijakan negara dan melakukan gerakan-gerakan demonstrasi, menuntut perubahan. Para pemuda belum mendapat wadah yang pasti untuk menyuarakan partisipasinya dalam kebijakan pemerintahan. Hanya ada segelintir pemuda yang bergelut dalam bidang sastra dan menyerukan keadilan dan kesejahteraan di negara ini. Ketidaktersediaan kaum muda dalam berbagai partai politik menjadi salah satu indikator penunjuk bahwa inisiatif kaum muda sangat rendah setelah pencapaian yang besar, bahkan banyak kaum muda hanya terlibat ketika diajak untuk berdemonstrasi tanpa tahu tujuan yang benar.

Kecenderungan kaum muda ini menjalar hingga saat ini, survei CSIS yang dirilis pada awal November 2017 menyebutkan bahwa hanya 2,3 persen generasi milenial yang tertarik dengan isu sosial-politik. Ironisnya, isu sosial politik juga menjadi yang paling tidak diminati oleh generasi milenial.[1]  Survei ini menunjukan dengan jelas bagaimana kaum muda Indonesia yang apatis terhadap pergerakan politik dalam negeri dan lebih memfokuskan pada bidang-bidang lain. Kaum muda memandang pergerakan politik adalah isu yang lebih cocok untuk kaum tua.

Mentalitas yang dibangun ini adalah pukulan keras terhadap sumpah yang sudah diikrarkan. Sumpah pemuda yang pernah dicanangkan kaum muda terdahulu seakan mati, pergerakan pemuda masa orde lama hilang, bahkan gerakan-gerakan demonstrasi juga turut menghilang.  Kaum muda Indonesia lebih terlibat pada pembangunan bangsa dalam berbagai bidang lain seperti; olahraga, sains dan juga gaya hidup. Sedangkan dalam bidang politik, kaum muda Indonesia masih cenderung berpikir “Itu urusan orangtua”.

Pikiran seperti ini menggambarkan bagaimana kaum muda membuat ”sangkar”  untuk membatasi pergerakan pikirannya dan memfokuskan hanya pada bidang-bidang yang membuat mereka tertarik, sedangkan kenyataan menggambarkan aspirasi-aspirasi kaum muda adalah aspirasi yang efektif dengan perubahan zaman. Misalnya pada tahun 2016, diadakan Youth Day bagi segenap pemuda Indonesia yang membuka pikiran Bangsa Indonesia bahwa kaum muda adalah harapan sekaligus penggerak perubahan yang harus dilatih mulai dari saat ini. benar bahwa banyak kendala yang melatarbelakangi tidak tertarik kaum muda salah satunya wadah yang dapat mengakomodasi kaum muda dalam ranah politik semakin menurunkan minat kaum muda terhadap perpolitikan negara.

 Pilpres 2019, sebagai bukti kebangkitan kaum muda dalam dunia perpolitikan Indonesia. Kaum muda menunjukan dirinya dengan menentukan pilihan terbaik bagi Negara Indonesia. PKS adalah salah satu partai yang mengakomodasi kaum muda Indonesia dalam pemilu 2019, menjadi kejutan yang menghebohkan Negara Indonesia sekaligus menyadarkan seluruh masyarakat Indonesia bahwa kaum muda Indonesia belum mati, belum lenyap, dan hilang. Sumpah yang diikrarkan akan selalu terpatri dalam kalbu. Gerakan kaum muda dalam pilpres 2019 berhasil menggegerkan masyarakat Indonesia bahwa kaum muda Indonesia mampu menentukan pilihan terbaik sekaligus menentukan pemimpin yang sesuai dengan harapan masyarakat Indonesia. Partisipasi kaum muda dalam pentas pilpres ini adalah bukti kaum muda yang berani keluar dari zona lama dan mengumandangkan kebangkitannya.

Kebangkitan kaum muda tidak hanya pada pilpres 2019 saja, meskipun setelah pilpres citra kaum muda sempat meredup tetapi banyak partai politik yang menyadari bahwa kaum muda adalah harapan sekaligus penggerak perubahan politik saat ini dan ke depannya karena itu beberapa partai politik pun mulai menarik kaum muda untuk turut serta berpartisipasi dalam kancah politik sekaligus membekali mereka dengan pemahaman akan politik Negara.

PDI-P, Salah satu partai yang menjaring kaum muda untuk bergabung dan mendidik kaum muda agar menjadi kader-kader partai di masa depan, contoh nyata kegiatan pengkaderan kaum muda berlokasi di Nenuk, Agustus 2022 yang berjalan dua minggu. Pengkaderan kaum muda adalah salah satu langkah besar sebab dengan adanya kaum muda yang mampu mengekspresikan jati dirinya dalam perubahan zaman akan semakin membawa keuntungan bagi partai.

Kompas 19/02/2023, mencatat bahwa pada pilpres 2024 mendatang, kaum muda memiliki suara terbanyak dari populasi bangsa Indonesia. Sekitar 53,8 % adalah suara kaum muda sedangkan kaum muda yang terlibat dalam kancah politik adalah 34-38 % dari seluruh populasi keanggotaan partai politik[2]. Data ini menjadi bukti sekaligus penegasan akan keberadaan kaum muda saat ini. kaum muda yang memiliki kekuatan sebanyak ini mampu membuat perubahan dalam perpolitikan.

Baca Juga: Analisis Terhadap Kekuatan Media Massa di Indonesia: Konsep Hegemoni Media Perspektif Antonio Gramsci

Isu terbaru adalah pembatalan piala dunia U-20 di Indonesia karena pertimbangan dari beberapa partai politik dan beberapa tokoh berpengaruh, menjadi bumerang sekaligus gong pembuka pikiran. Kaum muda harus mampu berpikir selektif dan bijaksana dalam menanggapi peristiwa ini sebab, bukan hanya isu kemanusiaan maupun isu agama, tetapi kaum muda harus melihat lebih dalam dan mengaitkan dengan pilpres mendatang. Selain kedua isu itu, tentunya isu jabatan politik juga tidak boleh dikesampingkan.

Menghadapi peristiwa masa lalu dengan penegasan kaum muda pada pilpres 2019 dan melihat kenyataan saat ini dengan berbagai isu perpolitikan adalah suatu keharusan bagi kaum muda untuk mampu bangkit dari keterpurukan dan mampu memutuskan pilihan yang benar sesuai konsensus bangsa. Akankah kaum muda mampu menjadi penggerak perubahan perpolitikan?


[1] Usep Setiawati, “Pemuda dan Politik”, Kompas, 28 Oktober 2020, hlm. 4-5.

[2]Tajuk Rencana, “Peran Kaum Muda dalam Politik”, Kompas, 19 Februari 2023, hlm. 4

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *