Pendidikan Tinggi merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu negara. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir Polemik mengenai kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia terus mencuat. Banyak pihak beranggapan bahwa pendidikan tinggi semakin dijadikan lahan untuk bisnis.
Pendidikan Tinggi Dijadikan Bisnis?
Dalam beberapa dekade terakhir, pendidikan tinggi semakin terlihat seperti sebuah bisnis. Universitas dan perguruan tinggi sering kali mengejar profit dan meningkatkan biaya pendidikan, membuat akses ke pendidikan tinggi semakin sulit bagi banyak orang. Penelitian menunjukkan bahwa komersialisasi pendidikan tinggi ini memiliki dampak yang signifikan pada kualitas pendidikan, keberlanjutan finansial institusi, dan aksesibilitas bagi siswa dari berbagai latar belakang.
Dari sumber yang saya dapat menemukan bahwa meningkatnya biaya kuliah seringkali tidak sebanding dengan peningkatan kualitas pendidikan yang diberikan. Selain itu, tekanan untuk menghasilkan pendapatan mendorong universitas untuk lebih fokus pada program-program yang menghasilkan uang dan menurunkan perhatian pada bidang studi yang kurang menguntungkan secara finansial tetapi penting secara akademis dan sosial. Ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam penawaran program studi dan merugikan ilmu humaniora serta penelitian dasar yang tidak langsung menghasilkan profit besar.
UKT atau Uang Kuliah Tunggal adalah Sistem pembayaran biaya kuliah di perguruan tinggi negeri yang diatur oleh pemerintah. Dengan sistem ini, mahasiswa hanya membayar satu jenis biaya disetiap semester yang mencakup semua kebutuhan akademik selama masa kuliah, seperti praktikum, penggunaan fasilitas, dan lain-lain. Tujuan dari penerapan UKT adalah untuk meringankan beban biaya pendidikan dan menciptakan sistem pembayaran yang lebih transparan dan adil.
Baca Juga: Karpet Merah vs Lantai Beton: Dilema Kesetaraan Peluang di Indonesia
Kemudian dalam permasalahan, akhir-akhir ini banyak sekali isu persoalan tentang kenaikan ukt (uang kuliah tunggal) yang dimana menjadi salah satu masalah dalam pendidikan tinggi di indonesia, tak hanya itu karna kenaikan ukt tersebut menjadi penghalang/gagalnya seseorang untuk melanjutkan mimpinya.
Saya mengemukakan pendapat lain dari suatu dosen dari Universitas Soedirman. Beliau berinisial A.B (Dosen Unsoed) berpendapat “Kenaikan besarnya UKT yang sedang disorot masyarakat saat ini tidak mesti sepenuhnya kesalahan dari pihak perguruan tinggi, bisa saja ada sistem yang menjadi kendala pembiayaan pendidikan sehingga mendorong kampus menaikkan besaran UKT”.
Setelah melihat pendapat tersebut dari kalangan mahasiswa berargumen sangat menentang kenaikan besaran UKT. Yang menjadi salah satu argumen utama yang menentang kenaikan besaran UKT adalah beban ekonomi yang ditimbulkan bagi mahasiswa dan keluarga. Banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan ekonomi kelas menengah kebawah merasa kesulitan untuk membayar UKT yang tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi aksebilitas pendidikan tinggi bagi semua kalangan.
Penentang kenaikan UKT juga berpendapat bahwa pendidikan adalah hak dasar yang seharusnya tidak dikomersialkan, Mereka menekankan bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa memandangkan latar belakang ekonomi. Meningkatkan UKT dianggap sebagai salah satu langkah komersialisasi pendidikan tinggi yang menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan, bukan sebagai sarana pengembangan manusia. Dan ada kekhawatiran bahwa fokus pada peningkatan pendapatan dapat mengorbankan kualitas pendidikan.
Pihak Perguruan tinggi mungkin lebih berfokus pada penerimaan mahasiswa dalam jumlah besar untuk meningkatkan pendapatan dari pada menjaga standar kualitas pengajaran dan penelitian.
Pengelolaan Universitas Berorientasi Profit?
Beberapa pengamat mencatat adanya pergeseran dalam pengelolaan Universitas yang semakin berorientasi pada profit. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil sering kali lebih mementingkan pemasukan finansial dari pada kesejahteraan mahasiswa dan kualitas pendidikan itu sendiri. Dalam konteks pendidikan yang semakin komersial, mahasiswa kerap diperlakukan sebagai konsumen, mahasiswa kerap diperlakukan sebagai konsumen. Fokus Universitas lebih banyak pada peningkatan jumlah pendaftaran mahasiswa baru dan pendapatan dari UKT, dari pada memastikan setiap mahasiswa mendapatkan pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Baca Juga: Dari Inspirasi ke Imitasi: Menarik Batas Antara Pengaruh dan Plagiarisme
Jika menurut saya kenaikan UKT dapat terjadi oleh berberapa alasan, diantaranya karena Penyesuaian dengan Inflasi, mungkin beberapa perguruan tinggi menyatakan bahwa kenaikan UKT diperlukan untuk menyesuaikan dengan inflasi dan peningkatan biaya operasional, kemudian disebabkan oleh peningkatan fasilitas, alasan tersebut sering dikemukakan adalah untuk meningkatkan fasilitas dan layanan pendidikan, seperti pembangunan gedung baru, peningkatan teknologi, dan perbaikan lainnya. Dan yang terakhir karena Kebutuhan Dana Penelitian, perguruan tinggi juga beranggapan bahwa pihak mereka membutuhkan dana yang lebih besar untuk mendukung kegiatan penelitian yang berkualitas.
Kesimpulan
Polemik kenaikan UKT di Indonesia menggambarkan dilema antara kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan aksesibilitas pendidikan tinggi bagi semua lapisan masyarakat. Sementara ada argumen yang mendukung kenaikan UKT untuk tujuan peningkatan kualitas dan kemandirian finansial perguruan tinggi, ada pula kekhawatiran bahwa pendidikan tinggi sedang dijadikan bisnis, mengorbankan hak dasar atas pendidikan bagi banyak individu. Pemerintah dan institusi pendidikan perlu menemukan keseimbangan yang tepat agar tujuan peningkatan kualitas pendidikan tercapai tanpa mengurangi aksesibilitas dan prinsip pendidikan sebagai hak dasar.