Apa Itu Avoidant dan Anxious Attachment? Bisakah Keduanya Menjalin Hubungan?

Ilustrasi gambar/freepik
Ilustrasi gambar/freepik

Setiap individu memiliki cara berbeda dalam membangun hubungan emosional. Pola ini sering terbentuk dari pengalaman masa kecil dan cara seseorang belajar berinteraksi dengan lingkungan sosial. Dalam psikologi, dikenal konsep gaya keterikatan atau attachment styles, yang memengaruhi cara seseorang menjalin hubungan.

Dua gaya keterikatan yang menarik perhatian adalah avoidant attachment (keterikatan menghindar) dan anxious attachment (keterikatan cemas). Walaupun keduanya berakar pada ketidakamanan emosional, respons mereka dalam menghadapi hubungan sangat bertolak belakang.

Bacaan Lainnya

Avoidant attachment menggambarkan seseorang yang cenderung menghindari kedekatan emosional. Individu dengan gaya ini lebih nyaman menjaga jarak dan mengutamakan kemandirian. Ketika pasangan mereka membutuhkan perhatian atau dukungan emosional, mereka sering merasa tertekan atau tidak nyaman, sehingga menarik diri.

Hal ini dapat terlihat dari perilaku mereka yang cenderung menjaga jarak, tidak terbuka terhadap perasaan, atau bahkan menghindari diskusi yang terlalu emosional. Sikap ini sering kali didasarkan pada kebutuhan untuk tetap merasa mandiri dan bebas dari hubungan yang terlalu saling bergantung.

Sebaliknya, anxious attachment adalah gaya keterikatan yang menunjukkan seseorang merasa cemas dan tidak aman dalam hubungan. Mereka sangat bergantung pada pasangan untuk mendapatkan rasa aman dan sering kali khawatir apakah pasangan benar-benar mencintai mereka.

Kecemasan ini mendorong mereka untuk mencari perhatian dan validasi dari pasangan. Mereka cenderung sangat sensitif terhadap perubahan kecil dalam perilaku pasangan, seperti keterlambatan membalas pesan atau kurangnya respons emosional. Kebutuhan akan perhatian yang berlebihan ini sering kali menjadi pemicu konflik dalam hubungan, terutama jika pasangan mereka merasa sulit memenuhi harapan tersebut.

Kedua gaya keterikatan ini memiliki kesamaan utama, yaitu sama-sama berakar pada ketidakamanan emosional. Namun, cara mereka merespons ketidakamanan tersebut sangat berbeda. Orang dengan avoidant attachment cenderung menarik diri dan menjaga jarak, sementara individu dengan anxious attachment justru mendekatkan diri secara berlebihan untuk mencari jaminan emosional.

Baca Juga: Desentralisasi dan Pengabaian Aset Daerah: Pelajaran dari GOR Kaca Puri di Tanjungpinang

Ketika seseorang dengan avoidant attachment menjalin hubungan dengan pasangan yang memiliki anxious attachment, hubungan tersebut sering kali dipenuhi ketegangan. Individu dengan anxious attachment merasa tidak cukup diperhatikan, sementara pasangan mereka yang avoidant merasa tertekan dengan kebutuhan emosional yang berlebihan. Hal ini menciptakan lingkaran yang sulit diatasi, di mana anxious merasa semakin cemas dan avoidant semakin menarik diri.

Namun, hubungan antara dua gaya keterikatan ini bukanlah sesuatu yang mustahil untuk berhasil. Kuncinya adalah kesadaran akan pola keterikatan masing-masing dan usaha untuk menjembatani perbedaan tersebut.

Langkah pertama yang penting adalah saling memahami dan menerima bahwa gaya keterikatan masing-masing dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang mungkin sulit diubah secara instan. Kesadaran ini dapat membantu mengurangi kesalahpahaman serta membuka ruang untuk komunikasi yang lebih baik.

Komunikasi yang efektif juga menjadi fondasi penting dalam hubungan antara avoidant dan anxious attachment. Individu dengan anxious attachment perlu belajar untuk menyampaikan kebutuhan mereka secara jelas, tanpa terkesan menuntut. Di sisi lain, pasangan mereka yang avoidant perlu berlatih lebih responsif terhadap kebutuhan emosional yang diungkapkan. Ini membutuhkan komitmen dari kedua belah pihak untuk terus belajar memahami satu sama lain.

Baca Juga: Cloud Computing: Apa Itu dan Mengapa Anda Harus Memahaminya

Memberikan ruang juga menjadi langkah yang sangat penting. Orang dengan anxious attachment perlu memberi pasangan mereka yang avoidant cukup ruang untuk merasa nyaman. Sebaliknya, individu avoidant perlu mulai membuka diri terhadap kedekatan emosional secara bertahap. Proses ini tentu membutuhkan waktu dan kesabaran, tetapi jika kedua belah pihak mau berusaha, hubungan yang lebih harmonis bisa tercapai.

Selain itu, pengembangan diri adalah kunci utama untuk menciptakan hubungan yang sehat. Anxious attachment perlu belajar menciptakan rasa aman dari dalam diri mereka sendiri, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada pasangan.

Di sisi lain, avoidant attachment perlu berlatih untuk menghadapi dan menerima kedekatan emosional tanpa merasa tertekan. Perubahan ini memang tidak mudah dan membutuhkan proses, tetapi dengan tekad dan komitmen, gaya keterikatan dapat berubah menjadi lebih sehat.

Memperbaiki hubungan antara avoidant dan anxious attachment memang tidak instan. Usaha, kesabaran, dan konsistensi dari kedua belah pihak sangat diperlukan. Dengan komunikasi yang baik, empati, dan kesadaran akan kebutuhan masing-masing, hubungan ini bisa berkembang menjadi lebih stabil dan harmonis. Meskipun tantangan akan tetap ada, saling memahami dan menghargai perbedaan dapat menciptakan hubungan yang lebih aman dan penuh kepercayaan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *