Dari Sastra Jadi Gerak, Unej Gelar Pengabdian Melalui Workshop Pendampingan Kreasi Seni Tari Bersama Sanggar Tari Semboro

Tim Pengabdian Keris-Dimas Universitas Jember bersama dengan Pimpinan Sanggar Tari Gelar Budaya dan Peserta Workshop Pendampingan Kreasi Seni Tari, Minggu (19/05), di Desa Sidomekar, Semboro. (dok. pribadi)
Tim Pengabdian Keris-Dimas Universitas Jember bersama dengan Pimpinan Sanggar Tari Gelar Budaya dan Peserta Workshop Pendampingan Kreasi Seni Tari, Minggu (19/05), di Desa Sidomekar, Semboro. (dok. pribadi)

Kelompok Pengabdian Masyarakat Sastra Humaniora (Keris-Dimas) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ) bersama Sanggar Tari Gelar Budaya adakan Workshop Pendampingan Kreasi Seni Tari, pada Minggu, (19/05) berlokasi di Sanggar Tari Gelar Budaya, Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro, Jember.

Keris-Dimas FIB UNEJ sepakat menjalin kerja sama sekaligus pengabdian dosen (tri dharma) dengan Sanggar Tari Gelar Budaya Semboro, asuhan Bapak Koni Kunariyono. Bentuk kolaborasinya akan diimplementasikan melalui gelaran diskusi, pelatihan, dan pertunjukkan. Dalam kerja sama ini, Keris-Dimas melibatkan satu orang dosen Sastra Indonesia, Abu Bakar Ramadhan Muhammad, S.S., M.A, dan tiga mahasiswa lainnya, yakni: Adinda Salsabila, Reynaldi Brilliant, dan Sherin Fardarisa.

Bacaan Lainnya

 

Tim Pengabdian Keris-Dimas Universitas Jember bersama dengan Pimpinan Sanggar Tari Gelar Budaya. (dok. pribadi)
Tim Pengabdian Keris-Dimas Universitas Jember bersama dengan Pimpinan Sanggar Tari Gelar Budaya. (dok. pribadi)

Workshop bertajuk “Pendampingan Kreasi Seni Tari” ini diikuti oleh 50 orang pemuda pemudi yang tergabung sebagai anggota Sanggar Tari Gelar Budaya. Tujuan workshop ini adalah memberikan pengenalan dan pemahaman bahwa sastra tidak hanya terbatas pada teks tetapi juga dapat menjadi bekal untuk mendalami kreasi sebuah tarian.

Abu Bakar Ramadhan Muhammad, S.S., M.A selaku fasilitator turut menjelaskan bahwa “Kegiatan semacam ini tidak saja memberikan pengayaan terhadap konsep cipta seni tari, tetapi juga memperluas jangkauan bidang sastra terkait konsep alih wahana.” ujarnya.

Proses pelatihan ini dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi materi dan dilanjutkan dengan sesi diskusi (FGD). Dipandu oleh dua pemateri, antara lain: Koni Kunariyono selaku pegiat tari yang menjelaskan tentang proses penciptaan seni tari dan Abu Bakar Ramadhan Muhammad, S.S., M.A selaku Dosen Sastra Indonesia UNEJ yang menjelaskan tentang konsep sastra dan proses alih wahananya.

Pemateri workshop dan moderator saat sesi penyampaian materi. (dok. pribadi)
Pemateri workshop dan moderator saat sesi penyampaian materi. (dok. pribadi)

Secara garis besar, disampaikan bahwa sastra dan seni memiliki kesamaan dalam menggambarkan realitas kehidupan melalui berbagai bentuk, di mana sastra biasanya berwujud tulisan. Kemudian, wujud sastra tersebut dapat diadaptasi ke dalam bentuk atau media yang baru. Dalam konteks ini, untuk mengalihwahanakan sastra lisan ke dalam bentuk tari, dibutuhkan beberapa penyesuaian yakni peserta diharuskan memperhatikan aspek-aspek  wirama, wirasa, dan wiraga.

Selanjutnya dalam sesi diskusi (FGD), peserta yang sudah dibagi ke dalam beberapa kelompok diajak untuk merespons sastra lisan di sekitar lalu dirancang menjadi sebuah cerita. Nantinya, salah satu dari cerita tersebut akan dialih-wahanakan ke dalam bentuk tari dan kemudian dipentaskan.

Peserta workshop sedang berunding dalam sesi FGD. (dok. pribadi)
Peserta workshop sedang berunding dalam sesi FGD. (dok. pribadi)

Pimpinan Sanggar Tari Gelar Budaya, Koni Kunariyono berpendapat bahwa dengan diadakannya acara ini beliau merasa sangat bersyukur karena anak didiknya dapat mempelajari pengetahuan baru terkait proses transformasi alih wahana dari sastra lisan menjadi kreasi tari.

Baca Juga: POKDARWIS Terbentuk, Mahasiswa KKN UNEJ Optimis Desa Tumpeng Makin Maju

“Saya sangat senang sekaligus bersyukur, ketika bisa bekerja sama seperti ini dengan UNEJ. Jadi, anak-anak bisa belajar gimana sih sastra itu, kalau dijadikan tari bisa jadi seperti apa. Betul itu. Saya sendiri juga belajar banyak, tentang sastra dan alih wahana ini. Ternyata sastra dapat diwujudkan dalam gerakan tari,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *