Sejak pandemi COVID-19 melanda dunia, sektor pendidikan di Indonesia mengalami perubahan besar-besaran. Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah percepatan digitalisasi pendidikan. Dalam waktu singkat, sekolah dan universitas beralih ke pembelajaran daring, menjadikan digitalisasi sebagai solusi jangka panjang. Namun, setelah empat tahun berlalu, pertanyaan penting muncul: apakah digitalisasi pendidikan benar-benar membawa kemajuan, atau hanya sekadar ilusi?
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk mendukung digitalisasi pendidikan. Program seperti Merdeka Belajar dan Digital School Initiative dirancang untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui teknologi. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan pembangunan 100 ribu sekolah digital pada 2024.
Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan, hingga akhir 2023, sekitar 70% sekolah di perkotaan telah menggunakan sistem pembelajaran digital, seperti Learning Management System (LMS) Google Classroom, Moodle, atau platform lokal seperti Ruang Guru.
Namun, tingkat adopsi digital di daerah pedesaan dan terpencil jauh tertinggal. Hanya sekitar 35% sekolah yang berhasil menerapkan pembelajaran daring secara efektif karena keterbatasan infrastruktur. Disparitas ini diperkuat oleh laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023 yang menunjukkan bahwa penetrasi internet nasional baru mencapai 82%. Di Papua dan Nusa Tenggara, angkanya bahkan di bawah 60%. Hambatan lain adalah rendahnya literasi digital di kalangan siswa dan guru.
Kesenjangan akses teknologi juga berdampak langsung pada kualitas pendidikan. Survei SMERU Research Institute pada 2022 menemukan bahwa 50% guru di pedesaan merasa belum siap menggunakan teknologi dalam pembelajaran karena minimnya pelatihan. Hal ini diperparah oleh keterbatasan perangkat seperti laptop atau smartphone di kalangan siswa.
Baca Juga: Membentuk Generasi Toleran dalam Pendidikan
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk usia 7-15 tahun mencapai 98,7%, tetapi angka ini turun drastis menjadi 80,4% untuk usia 16-18 tahun, terutama di wilayah terpencil.
Meskipun digitalisasi menawarkan banyak manfaat seperti akses fleksibel terhadap materi pembelajaran, tantangan besar tetap menghalangi keberhasilannya. Tanpa infrastruktur yang memadai, digitalisasi hanya akan menjadi sebuah lapisan yang menutupi masalah-masalah mendasar di sistem pendidikan Indonesia.
Hal ini tercermin dari laporan OECD pada 2023, di mana skor PISA Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 79 negara untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains. Learning loss yang terjadi selama pandemi semakin memperburuk situasi, terutama bagi siswa yang tidak memiliki akses teknologi.
Digitalisasi tidak dapat dianggap sebagai solusi tunggal, melainkan bagian dari langkah yang lebih besar untuk memperbaiki pendidikan. Pemerintah harus fokus pada pembangunan infrastruktur teknologi di wilayah terpencil, memastikan akses internet merata, dan menyediakan perangkat yang memadai bagi siswa. Selain itu, pelatihan intensif bagi guru sangat diperlukan untuk meningkatkan literasi digital mereka, sehingga teknologi benar-benar dapat dimanfaatkan secara efektif dalam proses belajar-mengajar.
Baca Juga: Nasi Oh Nasi, “Belum Makan Kalau Belum Makan Nasi” Bisakah Selain Nasi?
Kemitraan dengan sektor swasta juga dapat menjadi solusi strategis. Perusahaan telekomunikasi dapat bekerja sama dengan sekolah untuk menyediakan akses internet murah atau bahkan gratis bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Pemerintah juga perlu mengembangkan kurikulum digital yang relevan dengan kebutuhan lokal, sehingga proses pembelajaran lebih kontekstual dan inklusif.
Kesadaran akan risiko memperlebar kesenjangan sosial akibat digitalisasi juga harus menjadi perhatian utama. Tanpa strategi yang matang, program digitalisasi pendidikan justru dapat memperburuk ketidakadilan dalam akses pendidikan. Pendidikan inklusif yang berorientasi pada pemerataan kualitas harus menjadi prioritas.
Digitalisasi pendidikan memang membawa harapan besar untuk masa depan. Namun, tanpa kesiapan yang komprehensif, digitalisasi hanya akan menjadi ilusi kemajuan. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa teknologi benar-benar membawa manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan begitu, digitalisasi tidak hanya menjadi inovasi, tetapi juga jalan menuju pemerataan pendidikan berkualitas di seluruh Indonesia.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.