Sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku dan budaya, Indonesia sangat kaya akan suatu perbedaan sosial budayanya, hal ini termasuk dengan potensi upaya peningkatan ketahanan pangan. Di satu sisi, kita memang beruntung karena memiliki masyarakat dengan suku yang beragam di berbagai daerah.
Ya, setidaknya kita mempunyai makanan pokok yang berbeda tidak hanya sekadar nasi. Seringkali masyarakat adat di negara ini memiliki nilai-nilai budaya tertentu terhadap pangan yang berdampak terhadap ketahanan pangan, terutama di tingkat rumah tangga dan komunitas.
Seperti yang kita tahu, Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang beragam. Dimana hal ini seharusnya dapat dijadikan sebagai modal awal untuk mencapai ketahanan pangan, bukan? Namun, negara kita tidak pernah lepas dari sebuah persoalan krisis pangan.
Bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya, mungkin definisi makanan yang “sehat dan enak” itu beragam jenisnya, tiap pulau dapat berbeda.
Begitupun dengan permasalahan krisis pangan bagi orang dari golongan menengah ke bawah belum tentu sama dengan masyarakat dari golongan menengah ke atas. Karena, definisi makan sendiri akan berbeda bagi tiap orang, misalnya makan salad atau roti belum di anggap makan oleh mayoritas masyarakat di negara kita.
Pernah denger kalimat seperti ini gak? “belum makan, kalo belum makan nasi,” kalimat tersebut pastinya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, karena seseorang mungkin dikatakan sudah makan ketika dia makan nasi. Itulah salah satu ciri khas dan keunikan dari orang Indonesia dalam urusan kelangsungan hidup, nasi menjadi budaya pangan dengan tahta tertinggi dari makanan lain.
Karena, meskipun negara ini mempunyai sumberdaya alam yang kaya dengan budaya yang beragam. Di sisi lain, ketergantungan terhadap satu jenis makanan pokok yang tak lain dan tak bukan ialah beras, dapat menciptakan kerapuhan pangan. Terlebih pada produksi padi di negara ini masih belum mampu untuk mencukupi kebutuhan konsumsi domestik.
Tentu saja hal ini dapat mengakibatkan kenaikan harga komoditi beras di dunia seperti yang sempat terjadi belakangan ini, maka ketahanan pangan negara ini pun ikut terancam. Karena realitanya masih banyak komoditas pangan yang bergantung pada impor.
Meskipun negara kita memang salah satu negara dengan penghasil beras terbanyak, faktanya sekaligus negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia. Tidak sedikit negara di Asia Tenggara harus berhadapan dengan berbagai tantangan dalam produksi beras, salah satunya Indonesia. Inilah yang menyebabkan negara kita melakukan impor beras.
Diketahui bahwa negara kita memutuskan untuk melakukan impor beras sebanyak 3 juta ton pada tahun 2024 ini. Tidak hanya beras saja, termasuk kedelai, gula, jagung, bahkan daging seringkali masih impor untuk mencukupi kebutuhan pasar. Tentu saja ini merupakan suatu permasalahan, karena dalam kata lain, negara kita ketergantungan terhadap pasokan impor. Jika hal ini terus dibiarkan, maka Indonesia akan rentan terhadap fluktuasi harga global.
Kenapa ya negara kita bisa menjadi negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia? Melansir dari pramborsfm.com, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Licorice: Southeast Asian Market Insights, sebanyak 88,4 persen masyarakat Indonesia menyukai nasi. Selain itu, masyarakat Indonesia juga memposisikan nasi di posisi paling utama dalam kategori budaya makan, loh. Apapun lauk pendampingnya, nasi selalu menjadi makanan pokok yang harus ada di dalam piring.
Baca Juga: Teknologi Jadi Pahlawan Penyelamat Ketahanan Pangan Indonesia
Bahkan ada sebuah sugesti kini menjelma sebagai budaya yang tertanam di benak orang Indonesia, tak lain dan tak bukan ialah sebuah keyakinan seperti “belum kenyang jika belum makan nasi”. Dimana sugesti ini sudah terjadi secara turun temurun, tentunya bukan hal yang mudah untuk menghilangkan budaya ini di negara kita.
Alih-alih menghilangkan, minimal mengurangi saja dulu, sebagai generasi muda, kita bisa mulai dari lingkungan terdekat dulu dengan mengedukasi ragam makanan lain yang bisa dijadikan makanan pokok. Memang bukan hal yang gampang untuk menghilangkan sugesti yang sudah menjadi budaya turun temurun ini, meski begitu harus ditanamankan di benak masyarakat bahwa mereka juga harus tetap memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, hal ini tentu saja dilakukan agar dapat menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Karena pada dasarnya, makanan pokok yang dapat dikonsumi oleh masyarakat Indonesia tidak hanya nasi saja. Yuk perlahan kita melakukan dan menormalisasikan diversifikasi pangan menjadi sebuah budaya pangan di Indonesia. Hal ini dapat menjadi alternatif makanan pokok untuk mengurangi ketergantungan akan beras, ya bisa dibilang makanan pengganti nasi.
Baca Juga: Membentuk Generasi Toleran dalam Pendidikan
Selain nasi, terdapat banyak sekali sumber pangan lokal yang bisa kita temui di seluruh daerah di negara kita yang dapat dijadikan sebagai pilihan makanan pokok yang tidak kalah sehat dan enak, bahkan mudah didapatkan oleh rumah tangga maupun komunitas. Contohnya seperti ubi jalar, sagu, singkong, kembang kol, kentang, talas, sukun, kacang hijau, kacang kedelai, telur, dan masih banyak makanan lainnya.
Dengan menghargai dan memanfaatkan keanekaragaman pangan lokal serta melakukan edukasi terkait budaya pangan maupun praktik pertanian berkelanjutan, hingga membuat rumusan kebijakan yang dapat mendukung pelestarian tradisi, diharapkan negara kita dapat membangun sistem pangan yang tidak hanya cukup tapi juga berkualitas dan berkelanjutan.
Disaat kita dapat memahami budaya Masyarakat kemudian menghargai warisan dan budaya yang ada di dalamnya, secara tidak langsung kita dapat meminimalisir kerentanan pangan di negara ini sehingga kemudian dapat mencapai tujuan ketahanan pangan nasional yang diinginkan.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.