Sleman, Krajan.id – Salak Pondoh merupakan salah satu varietas salak unggulan yang menjadi kebanggaan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Buah tropis ini dibudidayakan secara luas di dataran tinggi, meliputi Kecamatan Tempel hingga Kecamatan Pakem, dengan luas lahan mencapai sekitar 2,4 juta hektare. Namun, melimpahnya hasil panen kerap membuat harga salak anjlok, mengurangi keuntungan para petani.
Melihat permasalahan tersebut, Rini Handayani (50), seorang wirausaha dari Dusun Kemiri, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, memutuskan untuk berinovasi. Pada tahun 2016, ia mendirikan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bernama “Sarisa Merapi” yang fokus mengolah salak segar menjadi berbagai produk bernilai tambah. UMKM ini berkontribusi besar dalam meningkatkan nilai ekonomi salak sekaligus menciptakan keberlanjutan usaha bagi petani setempat.
Awalnya, Sarisa Merapi hanya memproduksi manisan salak sebagai produk utama. Namun, seiring waktu, Rini dan anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Kemiri Edum berhasil menciptakan berbagai inovasi produk. Hingga kini, Sarisa Merapi memiliki lebih dari 20 varian olahan salak, termasuk sari salak, dodol salak, pie salak, bakpia salak, mokaff salak krispi, bolen salak, brownies salak, dan teh kulit salak.
“Kami menggunakan salak segar langsung dari petani setempat,” ungkap Rini. “Selain mendukung kesejahteraan petani, kami juga ingin menunjukkan potensi besar salak sebagai bahan dasar aneka produk makanan.”
Kerja keras Rini dan tim membuahkan hasil yang luar biasa. Dalam sebulan, Sarisa Merapi pernah mencapai omzet hingga Rp240 juta. Selain itu, mereka berhasil meraih berbagai penghargaan, seperti UKM Awards tingkat kabupaten dan provinsi.
Pada tahun 2017, Sarisa Merapi dianugerahi penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara, dan pada 2019, produk dodol salaknya mencetak rekor MURI sebagai rangkaian dodol salak terpanjang.
Kini, Sarisa Merapi dikenal luas sebagai salah satu ikon oleh-oleh khas Sleman, baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Salah satu produk unggulannya, manisan salak, memiliki keistimewaan karena diperkaya dengan biji selasih dan kayu secang.
Biji selasih diketahui bermanfaat untuk melembapkan kulit, menurunkan kadar gula darah, dan meredakan peradangan. Sementara itu, kayu secang digunakan sebagai pewarna alami sekaligus penambah daya tahan tubuh.
Tidak hanya memproduksi makanan olahan, Sarisa Merapi juga membuka rumah produksinya untuk kunjungan wisata. Para wisatawan dapat menyaksikan langsung proses pembuatan produk olahan salak. “Kami juga bekerja sama dengan hotel-hotel untuk mengadakan live cooking dan kunjungan wisata. Sebagian besar penjualan kami dilakukan melalui kunjungan ini,” ujar Rini.
Rumah produksi Sarisa Merapi telah tersertifikasi sebagai Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S). Tempat ini sering menjadi tujuan kunjungan bagi kelompok ibu-ibu PKK, pegawai negeri sipil yang akan pensiun, pelaku UMKM, siswa sekolah, hingga mahasiswa yang ingin belajar pengolahan salak.
Untuk mengembangkan usahanya, Rini memanfaatkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dana tersebut digunakan untuk memperluas rumah produksi dan menambah fasilitas, seperti gazebo, yang mendukung aktivitas pelatihan dan wisata. Dengan langkah ini, Rini berharap Sarisa Merapi dapat terus berkembang dan menjadi UMKM unggulan di Sleman.
“Kami ingin menunjukkan bahwa salak tidak hanya buah biasa, tetapi juga memiliki potensi besar untuk diolah menjadi produk berkualitas tinggi yang diminati pasar,” tutup Rini dengan optimisme.