Dalam era digital yang semakin maju, penggunaan media sosial menjadi hal yang tak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Media sosial tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai bentuk hiburan dan sumber informasi. Namun, kehadiran media sosial juga membawa dampak negatif, salah satunya adalah kasus Dramaturgi yang terjadi di dalamnya.
Dramaturgi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses kreatif dalam menciptakan drama atau teater, istilah ini dikemukakan oleh Erving Goffman. Dalam teori ini, individu berperan sebagai aktor di panggung kehidupan dan berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai peran yang dimainkan. Konsep ini dapat diterapkan dalam konteks netizen dan buzzer di sosial media, di mana mereka berperan sebagai aktor yang berinteraksi dengan pengguna sosial media lainnya.
Fenomena Dramaturgi di media sosial sering kali terjadi dengan adanya berita palsu (hoax) dan informasi yang tidak akurat yang disebarkan secara massal. Hal ini dapat terjadi karena kecepatan dan luasnya jangkauan media sosial dalam menyebarkan informasi. Dalam lingkungan yang terhubung secara digital ini, netizen dapat dikatakan sebagai aktor yang berperan sebagai “Pemain Utama” dalam pertunjukan sosial media. Mereka berinteraksi dengan pengguna lain melalui komentar, like, dan share.
Konten yang mereka bagikan dapat mempengaruhi pandangan dan sikap pengguna lain terhadap suatu topik atau masalah tertentu. Netizen juga dapat membentuk kelompok-kelompok atau komunitas online yang memiliki minat atau pandangan yang sama. Mereka dapat saling mendukung atau bahkan memobilisasi aksi kolektif untuk tujuan tertentu. Sebagai contoh, netizen dapat mengorganisir kampanye online untuk menyebarkan kesadaran tentang isu-isu sosial atau politik yang mereka anggap penting
Netizen yang merupakan pengguna aktif media sosial, mereka terlibat dalam menciptakan dan menyebarkan konten yang dapat mempengaruhi opini publik sehingga dapat berdampak negatif terhadap masyarakat, karena informasi yang salah dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan mereka. Netizen sering kali menjadi korban penyebaran berita palsu yang dimaksudkan untuk memanipulasi opini publik.
Mereka dapat dengan mudah terpengaruh oleh narasi yang kuat dan emosional yang disajikan dalam berita palsu tersebut. Mereka bahkan dapat menghadapi ancaman fisik atau pelecehan verbal sebagai akibat dari partisipasi mereka dalam Dramaturgi media sosial. Namun, netizen juga dapat berperan sebagai penjaga kebenaran dengan mengidentifikasi dan melaporkan berita palsu yang mereka temui di media sosial. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, netizen dapat menggunakan berbagai alat dan metode untuk memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya kembali.
Selain netizen, buzzer juga memiliki keterkaitan yang erat dalam kasus Dramaturgi media sosial. Buzzer adalah individu yang dibayar untuk mempromosikan produk atau menyebarkan informasi tertentu di media sosial. Mereka seringkali memiliki banyak followers atau pengikut yang memungkinkan mereka untuk mencapai audiens yang lebih luas.
Buzzer juga dapat berperan sebagai aktor dalam pertunjukan sosial media, di mana mereka berinteraksi dengan pengguna lain dengan tujuan untuk mempengaruhi opini mereka. Namun, pengaruh buzzer dalam konteks teori Dramaturgi mungkin memiliki nuansa yang berbeda. Buzzer sering dianggap sebagai “aktor pembantu” yang memainkan peran tertentu dalam pertunjukan sosial media.
Mereka seringkali dianggap kurang autentik dibandingkan netizen, karena mereka dibayar untuk mempromosikan produk atau menyebarkan informasi tertentu. Pengaruh buzzer dapat dilihat dari jumlah followers atau pengikut mereka yang besar. Konten yang dibagikan oleh buzzer dapat mencapai audiens yang lebih luas dan berpotensi mempengaruhi opini publik. Namun, karena karakteristik mereka yang kurang autentik, pengaruh buzzer cenderung lebih terbatas dibandingkan netizen.
Netizen dan buzzer dalam Dramaturgi media sosial sangat berkaitan. Buzzer sering kali menggunakan netizen sebagai alat untuk menyebarkan pesan mereka. Mereka akan mencoba mempengaruhi netizen untuk menyebarkan informasi atau pandangan tertentu. Netizen mungkin tidak menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi oleh buzzer.
Dalam kasus Dramaturgi media sosial, netizen juga dapat menjadi penentu dalam penyebaran pesan. Jika netizen merespons dengan baik terhadap pesan yang disebarkan oleh buzzer, pesan tersebut dapat dengan cepat menjadi viral dan mencapai audiens yang lebih luas. Dalam konteks teori Dramaturgi, mereka dapat dilihat sebagai aktor dalam pertunjukan sosial media.
Netizen membawa informasi yang berharga dan dapat membentuk opini publik dengan cara yang positif. Namun, buzzer dapat mempengaruhi opini publik secara tidak adil melalui strategi pemasaran yang cerdik dan manipulatif.
Oleh karena itu, penting bagi pengguna media sosial untuk menjadi kritis terhadap informasi yang mereka temui dan memahami peran yang dimainkan oleh netizen dan buzzer dalam mempengaruhi dinamika sosial media.
Melalui fenomena Dramaturgi, individu dapat memilih bagaimana mereka ingin dilihat oleh orang lain di media sosial. Mereka dapat menciptakan citra yang ideal atau bahkan palsu. Pengaruh terhadap identitas individu dan kelompok ini dapat mempengaruhi identitas individu dan kelompok di media sosial. Individu juga dapat merasa tertekan untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh masyarakat online.
Fenomena Dramaturgi juga dapat mempengaruhi interaksi sosial di media sosial. Terkadang, individu cenderung memainkan peran atau menciptakan konflik untuk mendapatkan pengakuan atau perhatian.