Indonesia, sebagai salah satu negara hukum, menganut konsep yang mengacu pada prinsip konstitusionalisme. Dengan bentuk pemerintahan republik dan sistem presidensial, Indonesia menegaskan supremasi hukum sebagai landasan negara.
Konsep negara ini mencakup pemahaman mengenai hakikat, ciri, dan karakteristik negara sebagai organisasi politik. Namun, pandangan tentang negara dapat bervariasi, tergantung pada teori dan paradigma yang digunakan, termasuk perspektif ilmuwan Barat dan ilmuwan Muslim.
Dalam pandangan ilmuwan Barat, perkembangan konsep negara sering kali dikaitkan dengan kemajuan material dan modernisasi. Konsep ini banyak dipengaruhi oleh filsafat politik yang memisahkan agama dari negara, sebagaimana terlihat dalam praktik sekularisme di banyak negara Barat.
Kemajuan teknologi dan ekonomi menjadi tolak ukur keberhasilan negara, meskipun tidak selalu menjamin kebahagiaan atau kesejahteraan spiritual masyarakatnya.
Sebagai contoh, dalam jurnal yang membahas perbandingan kecerdasan spiritual dari perspektif Barat dan Islam, ilmuwan Barat seperti Francis Galton dan Daniel Goleman lebih menitikberatkan pada aspek kecerdasan emosional dan pragmatisme.
Menurut Goleman (1995), kecerdasan emosional membantu individu memahami dan mengelola emosi untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, Zohar dan Marshall (2000) mengemukakan konsep kecerdasan spiritual sebagai kemampuan memahami makna kehidupan dan menyelesaikan masalah dengan pendekatan kerohanian yang praktis.
Namun, dominasi pemikiran materialistis dalam peradaban Barat sering kali mengesampingkan aspek moral dan nilai-nilai spiritual. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya arah hidup yang sejati bagi sebagian masyarakat, meskipun secara materi mereka hidup dalam kemakmuran. Era globalisasi pun membawa dampak pada generasi muda yang kian terasing dari nilai-nilai etika, khususnya dalam konteks masyarakat Muslim.
Sebaliknya, ilmuwan Muslim memandang negara sebagai entitas yang harus berlandaskan pada prinsip keadilan, kesejahteraan, dan akhlak mulia. Dalam Islam, pemimpin dituntut untuk jujur, amanah, adil, transparan, bermusyawarah, serta menjaga kesejahteraan masyarakat dan melindungi hak asasi manusia. Sayid Anshar, dalam jurnalnya Konsep Negara Hukum dalam Perspektif Hukum Islam, menyebutkan bahwa Islam memberikan pedoman bagi kehidupan bernegara yang seimbang antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi.
Sejarah mencatat keberhasilan Rasulullah Muhammad SAW dalam membangun masyarakat Muslim di Madinah, yang oleh sebagian intelektual Muslim disebut sebagai negara kota (city-state). Keberhasilan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan kesetaraan, sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an. Ayat pertama yang diwahyukan, “Iqra” atau “bacalah”, menjadi dorongan moral bagi umat Islam untuk terus mencari ilmu pengetahuan dan mengembangkan pendidikan.
Baca Juga: Menghadapi Kenyataan: Meningkatnya Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan
Pentingnya pendidikan sebagai pilar kemajuan negara juga ditegaskan oleh Nurjannah Riani dalam jurnalnya Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam. Pendidikan Islam, menurutnya, tidak hanya mengajarkan ilmu duniawi, tetapi juga membentuk kepribadian yang berlandaskan akhlak mulia.
Hal ini terlihat pada Zaman Kejayaan Islam, di mana ilmuwan seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina mengembangkan metode ilmiah yang mendahului zaman mereka. Mereka menggunakan observasi, eksperimen, dan analisis untuk menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat bagi umat manusia.
Ilmuwan Muslim juga berkontribusi pada berbagai bidang ilmu pengetahuan modern, termasuk kedokteran, matematika, dan astronomi. Kontribusi ini membuktikan bahwa pendidikan berbasis nilai-nilai Islam mampu mendorong kemajuan bangsa secara holistik, mencakup aspek material dan spiritual.
Perbedaan mendasar antara konsep negara menurut ilmuwan Barat dan Muslim terletak pada pendekatan filosofisnya. Barat cenderung menekankan sekularisme dan pragmatisme, sementara Islam mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan bernegara.
Dalam konteks era modern, perbandingan ini relevan untuk mengevaluasi arah pembangunan negara, terutama dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan material dan kebahagiaan spiritual.
Di sisi lain, globalisasi membawa tantangan tersendiri bagi kedua pendekatan ini. Nilai-nilai tradisional, baik dari perspektif Barat maupun Islam, sering kali tergerus oleh arus modernisasi. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara, termasuk Indonesia, untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang mengedepankan keadilan, kesejahteraan, dan penghormatan terhadap nilai-nilai moral.
Baca Juga: Mahasiswa Gen Z: Pemalas atau Generasi Pekerja Cerdas?
Konsep negara hukum yang dianut Indonesia sejatinya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam dalam menegakkan keadilan dan melindungi hak asasi manusia. Namun, implementasi nilai-nilai tersebut memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk pemimpin, masyarakat, dan institusi negara.
Baik pandangan ilmuwan Barat maupun Muslim memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Barat menawarkan kemajuan material yang signifikan, tetapi sering kali mengabaikan aspek spiritual.
Sementara itu, Islam memberikan panduan moral yang komprehensif untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dalam era globalisasi, sinergi antara kedua pandangan ini mungkin menjadi kunci untuk menciptakan negara yang maju, adil, dan bermartabat.
Indonesia, dengan keunikannya sebagai negara yang berlandaskan hukum dan memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Islam, dapat menjadi model untuk mengintegrasikan kedua pendekatan ini. Dengan demikian, konsep negara tidak hanya menjadi alat untuk mencapai kemajuan material, tetapi juga sebagai sarana untuk mewujudkan kebahagiaan sejati bagi seluruh rakyatnya.