Perlahan Pudar: Situasi Permainan Tradisional di Tengah Perkembangan Digital

Ilustrasi foto/ist
Ilustrasi foto/ist

Dewasa ini, arus reformasi digital telah menguasai dunia secara universal. Aktivitas-aktivitas manusia yang sebelumnya dilakukan secara manual dengan taraf waktu yang lama kini bisa dilakukan dengan cepat dan mudah lewat platform digital, baik internet maupun aplikasi (offline, online ). Para pengguna hanya cukup mencari kata kunci lalu mengklik, lantas banyak tawaran yang diberikan.

Tawaran-tawaran yang diberikan mengandung model atau seni yang memukau sehingga kerap kali pengguna ingin mencoba semuanya itu. Aspek ini pada akhirnya menciptakan kecanduan. Kecanduaan tersebut menimbulkan kekhawatiran pada diri penulis akan pudarnya aktivitas fisik mulai dari bidang pendidikan, relasi sosial hingga hiburan.

Bacaan Lainnya

Pengguna alat-alat digital tidak dibatasi oleh usia. Anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai yang lanjut usia sudah mengenal platform digital. Mereka mempunyai jenis platform digital yang berbeda-beda baik produksi lokal maupun internasional.

Revolusi digital ini berpengaruh pada kehidupan manusia umumnya, dan hiburan (permainan) anak-anak khususnya. Anak-anak telah menjadikan platform digital sebagai kebutuhan primer. Mereka terus menangis ketika tidak diberikan handphone.

Hal ini berbanding terbalik dengan anak-anak yang lahir di tahun 90-an, yang mana mereka amat nikmat dan kreatif dalam menikmati permainan tradisional (petak umpet, kelereng, lompat tali, layang-layang, egrang, dll), dan akan menangis jika tidak diizinkan untuk bermain. Kini, permainan tradisional tersebut jarang dimainkan.

Manfaat: Permainan Tradisional dan Modern

Permainan tradisional adalah permainan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, dan merupakan bagian dari warisan budaya suatu masyarakat (Serafica Gischa, 2022). Kebiasaan permainan ini dilakukan dalam bentuk kelompok dan dibagi ke dalam bentuk group-group yang lebih kecil. Sebelum mengenal dunia digital dan platform-platformnya, permainan tradisional menjadi ajang hiburan anak-anak.

Mereka amat bahagia jika diizinkan untuk bermain bersama dengan teman-teman sebaya. Di sana mereka menemukan beragam poin-poin positif, menciptakan kreativitas, belajar hidup bersama, menghargai sesama, melatih sebagai pemimpin, dan melatih mengolah emosi misalnya. Mereka juga memproduksi relasi yang lebih intim dengan teman-teman serta ikut merasakan perasaan yang dirasakan sesama mereka (simpati dan empati).

Akan tetapi, permainan tradisional di dunia dewasa ini mulai memudar dengan hadirnya  beragam platform dalam dunia digital. Ketika permainannya memudar, memudar pula nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai dan bentuk permainan tradisional diganti dan disatukan dalam platform digital (handphone¸tabletdan komputer).

Jika ditanyakan pilihan, pastilah anak-anak lebih memilih permainan modern ketimbang tradisional. Hal ini dapat diterangkan bahwa, anak-anak dewasa ini mendapatkan pengetahuan yang lebih tentang permainan modern daripada tradisional. Wajarlah anak-anak lebih suka bermain dan tertawa bersama gadget daripada bermain serta tertawa bersama dengan teman-teman.

Di satu pihak hadirnya permainan modern membawa keuntungan lebih kepada anak-anak. Mereka mendapatkan permainan canggih, terupdate, dan mudah ditelusuri. Anak-anak tidak merasa sepi atau bosan ketika keluarga dan teman-teman tidak ada. Mereka juga tidak butuh dan membuang-buang waktu yang lebih guna mencari perlengkapan permainan.

Di pihak lain, hadirnya permainan modern membawa stigma yang sadistis bagi anak-anak. Ketika menilik di realitas kehidupan anak-anak merasa dimarginalkan dari kehidupan baik keluarga maupun lingkungan. Mereka dibiarkan oleh orang tua bersantai bersama gadget. Aspek ini berpengaruh pada perkembangan seorang anak. Di antaranya, minimnya rasa percaya diri, introvet, gangguan emosional dan rendahnya berpikir kritis. Bukan hanya itu, anak yang sering ditinggal sendiri terus-menerus akan mengalami masalah mental yang berat seperti depresi.[1]

Faktor Pudarnya Permainan Tradisional dan Solusi yang ditawarkan

Anak-anak dewasa ini mempunyai pengetahuan yang minim tentang permainan tradisional. Mereka tidak akan tertarik jika orang tua menawarkan pelbagai bentuk permainan tradisional. Oleh karenanya permainan tradisional dan nilai yang terkandung di dalamnya pun mulai pudar. Hemat penulis, pudarnya permainan tradisional disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya; Pertama, orang tua yang Fear of Missing Out (FOMO).

Aspek ini mendeskripsikan orang tua yang terus menerus menghabiskan waktu bersama gadget. Mereka merasa cemas atau khawatir melewatkan pengalaman atau aktivitas yang sedang terjadi di sekitarnya.[2] Di sini mereka tidak memperdulikan kehidupan anak. Hal yang dianggap lumrah ini akan berpengaruh besar dalam diri anak. Anak yang sedang berada dalam tahap perkembangan pasti ingin merasakan hal yang serupa.

Mereka mengikuti hal-hal apa saja yang dilakukan oleh orang tua. Mulai mendekatkan diri dengan platform digital misalnya. Jika gadget tidak diberikan mereka meminta secara paksa gadget yang dimiliki oleh orang tua, dengan cara menangis terus menerus misalnya.

Kedua, minimnya anak-anak yang seumuran. Seperti diketahui, mayoritas permainan tradisional dimainkan dalam bentuk kelompok kecil. Di satu sisi, anak akan bermain jika teman-temannya ada, dan di sisi lain anak akan merasa bosan jika tidak mempunyai teman.

Jika teman-teman sebaya tidak ada dalam satu lingkungan atau jumlahnya amatlah sedikit, tidaklah mungkin akan terjadi suatu permainan. Maka, anak akan berlari mencari permainan modern yang tidak perlu membutuhkan teman.

Ketiga, orang tua memaksa anak untuk selalu tinggal dalam rumah. Poin ini bermaksud bahwa, anak-anak tidak diberikan waktu bermain bersama teman-teman. Takut kotor, takut dipukul, takut berelasi dengan anak orang miskin atau takut bertengkar bersama anak-anak lain misalnya. Padahal kekhawatiran tersebut amat jarang terjadi.

Oleh karenanya anak-anak tidak mengetahui permainan tradisional apa yang sedang dimainkan oleh anak-anak sebaya mereka. Aspek ini dapat dikatakan pula, yang menghambat keinginan anak untuk mengenal beragam bentuk permainan tradisional adalah orang tua. Faktor-faktor ini akan terus berkembang jika tidak diberikan solusi.

Penulis akan menawarkan tiga solusi dengan maksud permainan tradisional tetap bereksis di dunia digital yang terus berkembang pesat. Pertama, peran kepala suku (adat). Hemat penulis, kepala suku (adat) mempunyai peran krusial dalam mempertahankan beragam permainan tradisional.

Hal ini dikarenakan merekalah yang menjadi kompas atau motivator dalam menjaga, dan mengayomi eksistensi permainan tradisional serta mempertahankan kenaturalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kepala suku kembali mengajarkan beragam bentuk permainan tradisional dalam setiap regenerasi. Mempertemukan anak-anak dalam setiap ajang perlombaan budaya dan memberikan waktu latihan khusus misalnya.

Kedua, lembaga pendidikan. Poin kedua ini dispesifikkan ke lembaga Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar ataupun Sekolah Menengah Pertama. Di satu sisi ketiga lembaga ini berkontribusi dalam perkembangan anak, baik dalam kepandaian membaca, menulis, menghitung, maupun belajar beretika yang baik misalnya.

Di sisi lain, dalam tahap ini mereka sangat membutuhkan waktu bermain. Supaya mereka tidak merasa bosan, para pengajar bisa memberikan kesempatan kepada mereka untuk bermain beragam permainan tradisional. Petak umpet, kelereng, lompat tali misalnya. Bukan hanya itu, lembaga juga dapat menjadikan permainan tradisional sebagai mata pelajaran khusus.

Ketiga, orang tua yang bijak. Peran orang tua tak kalah esensial dari kedua poin yang dideskripsikan sebelumnya. Orang tua mesti menjadi pemandu bagi anak-anaknya. Sangatlah bisa orang tua (ayah, ibu) menjadi partner bermain anak-anak. Mereka mesti meluangkan waktu (sebelum kerja dan istirahat) dengan tujuan mengajar dan melatih anak-anak bermain.

Orang tua juga menyediakan perlengkapan permainan tradisional agar anak lebih mudah mengenal dan memahaminya. Bukan hanya itu, orang tua juga harus bijak dalam menggunakan gadget. Mengontrol penggunaan platform digital, menjauhkan diri dari anak-anak ketika bermain gadget misalnya.

Oleh karena itu, hemat penulis solusi-solusi yang telah ditawarkan sangatlah bisa mempertahankan eksisnya beragam permainan tradisional di tengah arus digital yang berkembang pesat. Dengan catatan diaplikasikan di realitas kehidupan.

Kesimpulan

Hadirnya permainan modern melalui platform digital dapat menggeser nilai permainan tradisional. Nilai-nilai kebersamaan yang sebelumnya dirasakan secara langsung, kini semuanya diganti melalui perantara platform digital. Akan tetapi, permainan tradisional mempunyai peluang besar dengan maksud tetap eksis dan beradaptasi dengan perkembangan permainan modern.

Kepala suku, lembaga pendidikan dan orang tua mempunyai peran krusial dalam mempertahankan keberadaan permainan tradisional. Aspek ini dipertahankan karena permainan tradisional adalah permainan yang mengandung beraneka nilai-nilai positif. Dengan demikian, permainan tradisional (petak umpet, lompat tali, egrang, layang-layang dan kelereng) adalah permainan yang mesti dipertahankan dan dilestarikan di tengah arus digital yang berkembang pesat.


[1] Bunga Aprillia Krisnadi, “Dampak Psikologi Anak yang Sering Ditinggal Sendirian di Rumah”, dalam kompasiana, https://www.kompasiana.com, diakses pada 25 Januari 2023.

[2] Fadhli Rizal Makarim, “Apa itu Fomo? Pengertian, Gejala dan Dampaknya”, dalam Halodoc, https://www.halodoc.com, diakses pada 16 Desember 2024.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *