Keuangan syariah inklusif di Indonesia bertujuan memberikan akses layanan keuangan yang adil, transparan, dan sesuai prinsip syariah kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk UMKM, masyarakat pedesaan, dan generasi muda.
Era digitalisasi 5.0, yang mengintegrasikan AI, blockchain, dan big data, membawa transformasi besar bagi sektor keuangan syariah. Tantangan dan peluang yang ada perlu dipahami lebih dalam untuk mengetahui bagaimana realitas pengelolaan keuangan syariah inklusif di Indonesia saat ini.
Pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Global Islamic Economy Indicator (GIEI), Indonesia menempati peringkat ketiga pada tahun 2023, naik dari peringkat ke-11 pada 2018. Meskipun pencapaian ini cukup membanggakan, masih terdapat berbagai tantangan dalam mengelola keuangan syariah inklusif secara optimal. Untuk mewujudkan sistem keuangan syariah yang lebih inklusif, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan kolaborasi dari berbagai pihak.
Salah satu tantangan utama adalah tingkat literasi keuangan syariah yang masih rendah. Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, Indeks Literasi Keuangan di Indonesia hanya mencapai 65,4%, sedangkan Indeks Inklusi Keuangan sebesar 75,02%.
Banyak masyarakat yang menggunakan layanan keuangan syariah tanpa memahami secara mendalam produk, manfaat, serta risikonya. Kesalahpahaman umum yang masih terjadi adalah anggapan bahwa keuangan syariah hanya diperuntukkan bagi umat Muslim, padahal prinsip syariah bersifat universal dan dapat diterapkan oleh siapa saja.
Oleh karena itu, sosialisasi yang lebih masif diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan syariah.
Selain itu, regulasi dan standarisasi keuangan syariah masih menghadapi tantangan. Terdapat perbedaan fatwa antara Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sering kali menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sebagai contoh, dalam skema crowdfunding syariah, DSN-MUI mengharuskan adanya transaksi riil (underlying asset) dan menerapkan profit-loss sharing, sementara OJK dalam regulasi POJK No. 7/2016 tidak membedakan secara ketat antara syariah dan konvensional dalam hal imbal hasil tetap. Perbedaan pandangan ini dapat membingungkan pelaku industri dan investor yang ingin berinvestasi dalam sektor keuangan syariah.
Kesenjangan infrastruktur digital juga menjadi kendala dalam pemerataan layanan keuangan syariah. Masih banyak daerah terpencil yang belum memiliki akses internet memadai, sehingga layanan perbankan digital lebih terkonsentrasi di perkotaan.
Kondisi ini menyebabkan masyarakat di daerah terpencil mengalami kesulitan dalam mengakses layanan keuangan syariah secara digital. Pemerintah dan industri keuangan syariah perlu berkolaborasi untuk memperluas jaringan infrastruktur digital agar layanan keuangan syariah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dalam bidang keuangan syariah dan teknologi digital juga menghambat perkembangan sektor ini. Kurangnya ahli yang memahami AI, blockchain, dan big data untuk analisis risiko syariah menjadi tantangan besar. Untuk mengatasi tantangan SDM ini, berbagai upaya perlu dilakukan, termasuk perubahan kurikulum pada program ekonomi syariah di perguruan tinggi agar lebih berorientasi pada teknologi.
Selain itu, pemerintah dan industri keuangan syariah dapat menyediakan beasiswa serta pelatihan guna meningkatkan kualitas tenaga kerja di sektor ini. Salah satu upaya nyata yang telah dilakukan adalah program BSI Scholarship 2024 yang bertujuan mendukung pengembangan SDM keuangan syariah.
Meskipun menghadapi tantangan, keuangan syariah di Indonesia memiliki peluang besar dengan adanya inovasi digital. Salah satunya adalah penguatan teknologi fintech syariah melalui blockchain untuk meningkatkan transparansi pembiayaan.
Misalnya, penggunaan smart contract dalam akad mudharabah, yaitu perjanjian kerja sama investasi syariah yang dapat diterapkan pada produk tabungan, deposito, dan perbankan lainnya. Penggunaan AI juga semakin berkembang, seperti yang diterapkan oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam layanan chatbot BSI Virtual Assistant yang beroperasi 24 jam.
Peluang lain adalah edukasi digital melalui platform daring. Pemerintah dan pelaku industri dapat bekerja sama dengan sekolah, komunitas lokal, serta tokoh publik untuk mengadakan kampanye literasi keuangan syariah.
Media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk memperluas pemahaman masyarakat tentang keuangan syariah. Selain itu, inovasi edukasi berbasis digital seperti seminar online dan pelatihan daring dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan literasi keuangan syariah di berbagai kalangan.
Tren gaya hidup halal yang semakin populer juga membuka peluang besar bagi sektor keuangan syariah. Produk seperti LinkAja Syariah dan DANA Syariah semakin diminati untuk transaksi sehari-hari, memperkuat ekosistem ekonomi syariah di Indonesia. Selain itu, pengembangan pasar halal yang semakin luas juga berkontribusi terhadap pertumbuhan sektor keuangan syariah.
Selain itu, dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi progresif turut mendorong perkembangan sektor ini. Pemerintah telah meluncurkan Roadmap Keuangan Syariah 2023-2027, yang menekankan digitalisasi untuk penguatan perbankan syariah nasional.
Regulasi ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), yang mengatur berbagai aspek terkait penguatan sektor keuangan syariah di Indonesia.
Pengelolaan keuangan syariah inklusif di Indonesia pada era digitalisasi 5.0 memerlukan kolaborasi erat antara regulator, pelaku industri, masyarakat, dan pemerintah. Tantangan seperti rendahnya literasi keuangan syariah, regulasi yang belum optimal, serta keterbatasan infrastruktur digital dan SDM harus diatasi melalui pemanfaatan teknologi canggih seperti AI, blockchain, dan big data. Dengan strategi yang tepat, digitalisasi dapat menjadi kunci untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah global yang inklusif dan berdaya saing tinggi.