Dampak Negatif Budaya Asing Terhadap Budaya Lokal di Indonesia

Ilustrasi
Ilustrasi

Dalam kehidupan setiap manusia saat ini, tentu manusia mengetahui apa yang dinamakan dengan budaya. Bahkan manusia tidak dapat terlepas dari namanya budaya. Dalam artian bahwa manusia selalu terlahir dalam konteks kebudayaan. Budaya merupakan suatu estetika yang dimiliki oleh setiap masyarakat atau setiap pribadi manusia.

Munculnya budaya dapat dilihat dari setiap keragaman yang dimiliki masyarakat atau tiap pribadi manusia tersebut. Manusia lahir dalam kebudayaan, kebudayaan itu ada sejak manusia itu pula ada. Maka, dengan sendirinya manusialah yang menciptakan budaya itu sendiri. Bilamana manusia yang menciptakan budaya itu sendiri, maka manusialah yang harus bertanggungjawab atas apa yang telah mereka lahirkan atau munculkan itu.

Bacaan Lainnya

Manusia harus melestarikan, menjaga, merawat, dan selalu memelihara budaya itu sendiri, dengan bertanggungjawab atas apa yang mereka lahirkan itu maka dengan demikian budaya harus pula diwariskan kepada generasi yang akan datang. Sehingga budaya itu bukannya mati tetapi selalu hidup dan menjadi nilai moral bermakna yang selalu menuntun dalam kehidupan masyarakat.[1]

Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia saat ini yang kita ketahui bersama ialah negara Indonesia merupakan negara yang memiliki atau mempunyai beranekaragam budaya, baik itu suku,ras, bahasa, adat-istiadat, lagu daerah, tari-tarian, dan lain sebagainya. Negara Indonesia banyak diakui oleh berbagai negara asing karena memiliki beranekaragam budaya ini.

Meskipun dalam negara Indonesia memiliki beranekaragam budaya, namun itu tidak menjadi suatu persoalan bagi negara Indonesia untuk saling memisahkan atau membeda-bedakan yang satu dengan yang lain. Sebab itu semua berkat anugerah dari Yang Mahakuasa, bagaimana Ia mempersatukan setiap umat-Nya yang berbeda menjadi suatu kesatuan yang tak terpecahkan atau terpisahkan.

Namun yang menjadi suatu problem dalam masyarakatnya Indonesia saat ini ialah mulai memudar dan perlahan-lahan akan menghilangnya kebudayaan yang kita miliki saat ini akibat atau pengaruhnya dari kedatangan budaya asing (budaya barat). Kehadiran budaya asing telah membawa dampak yang sangat besar bagi kebudayaan warga negara Indonesia yakni dengan perlahan-lahan menyebabkan masyarakat Indonesia terbawa arus untuk mengikuti culture/kebudayaan bangsa asing tersebut.

Baca Juga: Melawan Arus Konsumerisme: Menuju Gaya Hidup Minimalis dan Berkelanjutan

Dampak dari itu semua membuat kebudayaan yang kita miliki akan mulai memudar dan jika tidak ada yang mempertahankan kebudayaan yang kita miliki ini, maka semuanya akan menghilang. Kebanyakan masyarakat Indonesia saat ini hanya selalu mengikuti kebudayaan budaya asing, karena bagi mereka mengikuti budaya asing akan membuat pribadi mereka selalu berkembang sesuai dengan tuntunan zaman.

Padahal yang perlu diketahui bahwa apabila masyarakat Indonesia selalu terbawa atau mengikuti culture/budaya asing, maka budaya yang kita miliki saat ini akan perlahan-lahan memudar atau bahkan bisa menghilang akibat dari perbuatan masyarakat kita sendiri.

Seharusnya sebagai warga atau masyarakat Indonesia, budaya yang kita miliki ini perlu dilestarikan, dirawat, dijaga, dipelihara, bahkan bila perlu kita berani untuk menampilkan sebuah kekayaan kita ini dimata dunia agar semua dunia tahu bahwa negara kita bukan saja ingin melestarikan budaya yang kita miliki ini hanya dalam negara kita sendiri, melainkan juga dapat kita bawa pula untuk menjadi suatu nilai dan makna yang terdapat dalam kebudayaan kita ini.

Pemikiran Louise Pierre Althusser tentang Budaya di Indonesia

Tinjauan seorang filsuf berasal dari Aljazair, Louise Pierre Althusser ia menyatakan bahwa budaya di Indonesia telah menggerakkan pemikiran banyak orang. Budaya telah diidentifikasi sebagai faktor yang tidak dapat ditampilkan, yang tidak ingin diperhatikam oleh masyarakat dalam suatu negara.

Secara spontan, masyarakat merasa bahwa budaya merupakan persoalan aktual yang mendesak dan menjadi suatu keharusan bagi masyarakat untuk memikul tanggungjawab melestarikan dan menjaga budaya demi masa yang akan datang sebagai warisan atau peninggalan mereka kepada generasi selanjutnya. Manusia sebagai pelaku dalam kebudayaan, yang dimana manusia dapat mengubah alam menjadi lebih manusiawi dan memanusiakan alam, sekaligus dalam kebudayaan manusia mewujudkan dirinya, sehingga nantinya dapat mencapai kesejahteraan.

Baca Juga: Sejarah Penggunaan Nama Republik di Indonesia Pasca Kemerdekaan: Analisis Dialektika Hegel

Kedudukan manusia terhadap budaya terletak pada posisi yang sentral, bukan manusia sebagai bagian dari masyarakat, melainkan sebagai pribadi. Segala kegiatan manusia perlu mengarah pada tujuan, karena manusia mempunyai potensi pada dirinya serta potensi pada alam, yang mana bebas atau terlepasnya diri dari alam untuk menggunakan alam secara bebas dan teratur.

Namun, manusia mendapatkan sebuah atau kemampuan memilih budi, untuk menjaga dan merawat alam untuk diperlukan budi bijaksana bagi manusia. Budi tidak sama dengan akal atau pikiran rasional, melainkan pikiran atau akal yang tergabung erat dengan kenyataan yang dapat dirasakan untuk ditimbang baik dan buruknya.   

Sejalan dengan penjelasan yang terdapat dalam UUD 1945 Bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 32 ayat 1 dikatakan bahwa “Negara memajukan kebudayaan Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Konstitusi dengan kata lain menyebutkan dengan  kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.

Aspek formal dari kebudayaan terletak pada budi yang ditransformasikan melalui data, fakta, situasi dan menghadapi kejadian alam yang menjadi nilai bagi manusia, karena martabat dari kebudayaan akan selalu ditentukan oleh nilai-nilainya, tanpa adanya nilai akan ada kemungkinan terjadinya yang menyeleweng.

Kebudayaan merupakan khayalan kosong jika tidak berdasarkan kebenaran, keutamaan dan keadilan yang mana kebudayaan sekelilingnya merupakan kumpulan nilai dan kondisi material serta intelektual dan nilai moral dapat memungkinkan manusia untuk berkembang secara harmonis dengan kehidupan bermasyarakatnya.

Penilaian masyarakat tergantung dari perbuatan dan tingkah laku manusia dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, cara berpikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh aspek kehidupan manusia, membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu yang disebut sebagai kebudayaan. Demikian pula budaya selalu bergantung pada wilayah makna yang ada dalam diri manusia atau perilaku, dan dengan menegaskan penilaian sebagai sifat formal instrinsik dalam kebudayaan, maka ditolak suatu pendekatan kebudayaan sebagai jalan hidup atau “a way of life” karena kebudayaan merupakan abstraksi perilaku manusia dari nilai dan penyempurnaannya.[2]

Tujuan Pemikiran Tokoh

Lousie Althusser menerangkan bahwa negara Indonesia merupakan negara kaya akan budaya yang dimiliki. Itu semua dipengaruhi karena masyarakatnya yang meskipun begitu berbeda dari sudut pandang manapun, mereka tetap bersatu untuk selalu meyakinkan bahwa meskipun berbeda, masyarakat Indonesia akan selalu mempertahankan budaya yang ada. Sebab itu semua merupakan suatu karya hasil dari para pendahulu mereka yang harus di wariskan turun-temurun.

Namun yang menjadi persoalan disini ialah sejak kedatangan warga  asing yang membawa budayanya itu masuk ke Indonesia, justru masyarakat Indonesia ikut terjerumus dan terpengaruh dengan budaya warga asing itu, sehingga mereka lupa akan budayanya sendiri yang seharusnya tetap diperteguh, dirawat, dan dilestarikan, agar budaya yang dimiliki itu tidak pudar dan perlahan menghilang melainkan tetap hidup dan abadi dalam masyarakat Indonesia sendiri dan kemudian akan diwariskan atau diteruskan kepada generasi yang akan datang.

Arti Kebudayaan

Kata “budaya” atau “cultuur” (Bahasa Belanda), berasal dari kata Bahasa Latin “colere” yang mengandung beberapa pengertian:

  1. Merawat: budaya dan tradisi serta warisan masyarakat dipelihara oleh karena masyarakat yakin bahwa dengan cara itu kehiudupan manusia dirawat oleh kekuatan para leluhur yang menerima anugerah dan kekuatan tertinggi dari Yang Ilahi.
  2. Memelihara: orsng –orang desa percaya bahwa dengan jalan meneruskan semua warisan leluhur, maka kehidupan manusia juga akan senantiasa dipelihara oleh bantuan-bantuan generasi masa lampau (Yang Ilahi dari perantara Leluhur).
  3. Menjaga: para pemuka adat istiadat melakukan berbagai ritus dengan harapan bahwa para leluhur dengan restu Yang Ilahi selalu menjaga paradigma kehidupan manusia didalam masyarakat sehari-hari.
  4. Melindungi: ketika masyarakat melaksanakan dan meneruskan berbagai warisan budaya masa lampau, para leluhur melindungi generasi kini dari berbagai malapetaka, kesulitan dan persolan hidup, baik pribadi maupun bersama.
  5. Meneguhkan: kesetiaan untuk meneruskan berbagai tradisi dan warisan para leluhur selalu meneguhkan makna bagi generasi muda.

Seluruh pengertian dari kata dasar dalam Bahasa Latin tersebut merujuk pada fungsi kebudayaan dalam kehidupan manusia, dengan catatan bahwa kebudayaan selalu mencakup pengertian yang terkandung dalam kata-kata penjelasan. Lima kata diatas tidak berbeda antara satu sama lain. Perbedaannya terletak pada cara melihat dan dari mana seseorang berpijak untuk memberikan makna terhadap kata kebudayaan yang sama.[2]

Dalam konteks Indonesia, pada umumnya para ahli menyebutkan kata “kebudayaan” berasal dari kata dalam Bahasa Sansekerta “buddhi” yang berarti akal atau budi, dan bentuk jamaknya “buddhayah”. Dalam konteks ilmu antropologi, kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam konteks satu kesatuan komunitas manusia dalam satu jejaring yang luas yaitu “kehidupan masyarakat”.

Baca Juga: Menjaga Kelestarian Budaya Bangsa: Tantangan dan Solusi di Era Globalisasi

Dari pengertian ini dasar ini, kebudayaan juga didefinisikan lebih lanjut sebagai keseluruhan totalitas dari hasil pemikiran, karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya, dan karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah sebuah proses belajar berlangsung.[2] Untuk itu, kebudayaan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu fisik dan nonfisik.

Fisik merupakan wujud yang nampak dan bisa disentuh, budaya fisik yaitu hasil dari karya tangan masyarakat yang bertujuan untuk mempermudah kebutuhan sehari– hari, yaitu berupa rumah adat, baju adat, senjata, dan lain sebagainya. Budaya Nonfisik yaitu budaya yang tidak berwujud, namun dipercayai oleh masyarakat yang mendiami tempat tersebut, yaitu berupa adat istiadat, tata cara, dan norma .Budaya Nonfisik ini merupakan peraturan yang telah disepakati dan disetujui oleh masyarakat ditempat tersebut dan telah mendarah daging sampai ke anak cucu atau generasi penerus [3].

Nilai-nilai Budaya

Nilai-nilai budaya dapat diartikan sebagai usaha yang dilaksanakan seseorang pemimpin bahkan masyarakat ataupun suatu lembaga dari pendidikan dalam mengembangkan nilai yang ada dalam tiap manusia dan masyarakat sehingga tercapainya suatu perubahan yang baik.

Sehingga menemukan cara memahami kehidupan dunia dengan adannya suatu perubahan dengan dua situasi dan kondisi yang dipelajari yaitu sebelum perubahan dan setelah perubahan. Sehingga membawa perubahan yang signifikan. Serta usaha yang telah dilakukan agar memberdayakan budaya setempat agar budayanya tetap eksis sehingga masih dinikmati pada generasi yang akan datang sehingga memiliki bentuk karakter yang tangguh sesuai ideologi Pancasila.

Karakter dapat diwujudkan dengan melakukan perubahan nilai-nilai yang terdapat dalam budaya yang ada dan tidak menyimpang dengan ideologi pancasila. Dalam hal ini budaya harus menyesuaikan dengan ideologi-ideologi pancasila yang ada, mengimplementasikan nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat seturut dengan ketentuan dasar dari ideologi yang ada dalam pancasila itu sendiri.[4]

Selain itu, masyarakat yang terbawa arus globalisasi menginginkan adanya kebebasan dalam berekspresi. Upacara-upacara ritual yang rumit dan mahal dianggap tak sejalan dengan ekspresifitas yang ingin diungkapkan masyarakat. Keinginan untuk menabrak ritual itu tak bisa diakomodasi budaya lokal, tetapi dengan sangat mudah difasilitasi budaya asing. Budaya asing tentu tak mengenal upacara ritual dalam fase kehidupan seperti kelahiran, pernikahan, kehamilan, hingga meninggal. Keinginan untuk tidak melakukan itu dikategorikan sebagai pelanggaran [5].

Budaya dan Manusia

Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya budaya dan manusia ada keterkaitan antara satu dengan yang lain. Sebagai penjelasannya bahwa manusia dan budaya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan atau dicerai-beraikan.[5] Budaya merupakan suatu karya cipta dari manusia itu sendiri, dan manusia itu sendirilah yang menikmati dan menggunakan hasil karya ciptanya itu.

Dalam hal ini ialah bila manusia yang mengadakan karya cipta itu, maka manusia harus bertanggungjawab untuk mengusahakan agar apa yang mereka ciptakan itu selalu berkembang dan tetap hidup terus dalam kehidupan manusia serta menjadi pedoman untuk setiap manusia mengimplemantasikan dalam hidup mereka itu.

Antara manusia, masyarakat, dan kebudayaan memperlihatkan suatu hubungan koneksitas, dimana dari hubungan itu dapat disimpulkan masyarakat (manusia) yang melahirkan kebudayaan dan di masyarakatlah kebudayaan itu hidup, tumbuh, dan berkembang yang diperlukan oleh masyarakat (manusia) untuk meningkatkan mutu hidup dan kehidupannya [6].

Demikian bisa dilihat bahwa, proses pergeseran cara hidup dari tradisional menuju modern memang diperlukan dan tidak dapat dihindari sesuai apa yang dijelaskan dalam teori modernisasi. Akan tetapi jika proses pergeseran tersebut menyangkut tradisi lokal atau tradisi-tradisi yang memiliki nilai sakral hal itu akan membawa dampak buruk bagi jati diri sang pewaris kebudayaan.

Apalagi jika menggunakan anggapan “yang kuno merupakan hal yang tidak penting” ini akan menghilangkan kearifan lokal sehingga jati diri manusia pewaris kebudayaan juga akan akan hilang. Perkembangan memang suatu tuntutan meskipun begitu tidak harus menghilangkan ciri khas dan jati diri pewaris kebudayaan. Sehingga mempertahankan kebudayaan lokal memang harus menjadi prioritas dan kesadaran bersama bagi pewaris kebudayaan [7].

Budaya dalam Masyarakat Indonesia

Masyarakat Indonesia yang kita ketahui bersama ialah masyarakat yang majemuk atau plural. Dikatakan plural karena masyarakat Indonesia memiliki keberagaman budaya yang merupakan pertama yang tak ternilai. Dari sabang sampai merauke memiliki berbagai macam segala suku, bahasa, ras, agama, antargolongan, makanan khas daerah, lagu daerah, dan tari-tarian.

Itulah yang menyebabkan Indonesia dikatakan majemuk, yakni majemuk akan budaya yang dimiliki. “Semboyan Bhineka Tunggal Ika”, sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang plural. Dengan memiliki berbagai macam budaya ini, masyarakat Indonesia ditetapkan dan diharapkan untuk selalu memelihara, melestarikan, merawat, mengimplementasikan budaya itu dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Sebab budaya sudah ada sejak manusia itu juga ada, karena manusia sendirilah yang menciptakan kebudayaaan itu sendiri, yang kemudian budaya itu akan diwariskan turun-temurun kepada generasi yang akan datang. Persoalan yang terjadi saat ini dalam masyarakat Indonesia ialah mulai memudarnya kebudayaan yang dimiliki oleh kita ini.

Penyebab dari itu semua ialah karena munculnya kebudayaan asing di negara kita ini, akibatnya kebanyakan masyarakat Indonesia terseret atau terbawa arus dalam mengikuti kebudayaan asing. Mereka lebih memilih dan menikmati budaya asing daripada budayanya sendiri, padahal sebagai warga/masyarakat Indonesia harus selalu menjunjung tinggi dan menjaga sebaik mungkin kebudayaan yang kita miliki.

Bukannya malah ditinggal dan tidak diperhatikan, tetapi harus dilestarikan dan dijaga agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Situasi yang kemudian muncul adalah Indonesia menjadi salah satu pasar potensial berkembangnya budaya asing milik negara maju berkekuatan besar.

Situasi ini mengancam budaya- budaya lokal yang telah lama mentradisi dalam kehidupan sosiokultural masyarakat Indonesia. Budaya lokal dihadapkan pada persaingan dengan budaya asing untuk menjadi budaya yang dianut masyarakat demi menjaga eksistensinya. Daya tahan budaya lokal sedang diuji dalam menghadapi penetrasi budaya asing yang mengglobal itu.

Permasalahannya, daya tahan budaya lokal relatif lemah dalam menghadapi serbuan budaya asing. Perlahan tapi pasti, budaya lokal sepi peminat karena masyarakat cenderung menggunakan budaya asing yang dianggap lebih modern. Ketika permasalahan itu muncul, harus ada strategi untuk menangkalnya. Strategi yang paling tepat untuk menguatkan daya tahan budaya lokal adalah dengan menyerap sisi-sisi baik dan unggul dari budaya asing untuk dikombinasikan dengan budaya lokal sehingga ada perpaduan yang tetap mencitrakan budaya lokal [8].

Dampak Negatif Budaya Asing Terhadap Budaya Lokal di Indonesia

Seperti yang diketahui bersama bahwa negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaannya di dunia ini. Dengan kekayaan yang dimiliki ini, negara Indonesia sangat terkenal dan terpandang oleh setiap negara lainnya. Ini menjadi suatu kebanggaan yang sangat luar biasa bagi masyarakat Indonesia, karena tidak semua negara di dunia ini yang sama seperti negara Indonesia yang memiliki keragaman budayanya itu.

Namun dengan keberagaman budaya yang dimiliki ini, banyak warga asing yang datang ke Indonesia untuk menikmati atau mencoba kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia ini. Kedatangan warga asing yang ini juga membawa kebudayaan mereka masuk ke dalam masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia juga melihat dan juga tergiur untuk mencoba kebudayaan bangsa asing itu. Salah satu contohnya ialah faktor busana.

Jika dilihat bahwa busana bangsa asing lebih dominannya yang “terbuka” atau “setengah telanjang” bila dibandingkan dengan busana Indonesia yang lebih mencolok tertutup, sehingga tidak ada bagian-bagian area tubuh yang sensitif untuk meningkatkan gairah seks kelihatan. Memang masyarakat Indonesia saat ini dengan mudahnya meniru budaya asing tanpa di filterisasi terlebih dahulu.

Akibatnya, hal itu mengkikis budaya Indonesia dan melunturkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia [9]. Oleh karena itu, di era globalisasi yang semakin maju mempunyai pengaruh bagi budaya masyarakat Indonesia bila tidak ada sikap selektif dan preventif dari masyarakat.

Seiring perkembangan zaman, masyarakat Indonesia lupa akan kebudayaan yang dimiliki. Masyarakat Indonesia hanya ingin lebih menikmati kebudayaan bangsa asing daripada budayanya sendiri, karena mereka berpikir bahwa dengan mengikuti kebudayaan bangsa asing ini, kepribadian mereka sudah berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.[10]

Padahal itu semua merupakan pikiran yang konyol dan akan membuat masyarakat Indonesia mudah dipengaruhi oleh bangsa lain. Sebagai warga masyarakat Indonesia seharusnya yang kita lakukan ialah selalu menjaga, melestarikan, merawat dan mengharmonisasikan kebudayaan yang kita miliki ini. Kebudayaan yang kita miliki ini merupakan suatu warisan dari para leluhur kita yang terlebih dahulu mengembangkan budaya kita ini yang kemudian diberikan kepada kita secara cuma-cuma.

Bila kita mendapatkan itu semua berarti kita sangat bersyukur terhadap apa yang kita dapatkan dan sebagai penerusnya kita tetap selalu membudidayakan budaya yang kita miliki ini di tengah masyarakat dan di berbagai sekolah, seperti memberi sosialisasi tentang kebudayaan kepada mereka yang sudah perlahan meninggalkan jejak budaya yang dimilikinya itu.

Untuk mencegah agar kebudayaan yang kita miliki ini perlahan akan memudar, maka yang kita lakukan ialah tetap setia merawat, memelihara, menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kebudayaan itu dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta melestarikan kebudayaan yang ada itu sebagai kekayaan harta milik masyarakat Indonesia.  

Kesimpulan

Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan terpisah-pisah. Negara Indonesia juga dijuluki sebagai negara yang kaya akan kebudayaanya, baik itu bahasa, agama, suku, ras, tari-tarian, ragam kuliner, lagu daerah dan lain sebagainya. Pada umumnya kebudayaan itu melengkapi seluk-beluk kehidupan manusia.

Budaya diciptakan oleh manusia, maka dengan sendirinya manusia yang harus bertanggungjawab atas apa yang telah diadakannya itu. Manusia dan kebudayaan merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sebab budaya itu ada  sejak manusia itu juga ada. Budaya melekat dalam diri manusia, ysng mengikat manusia untuk tetap berada dalam lingkaran hidupnya.

Baca Juga: Mengeksplorasi Makna Filosofis Tradisi Kore Metan dalam Kehidupan Masyarakat Timor Leste melalui Lensa Filsafat Herder: Sejarah dan Manusia

Budaya pula yang membuat manusia satu dengan manusia yang lainnya saling berhubungan atau menjalin relasi. Meskipun berbeda-beda kebudayaan yang berada dalam masyarakat Indonesia, itu tidak menjadi soal bagi masyarakat Indonesia untuk saling membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya, sebab masyarakat Indonesia telah dipersatukan sejak dahulu kala sebelum masa penjajahan itu ada.

Budaya masyarakat Indonesia sebagai suatu estetika atau keindahan dalam tiap pribadi masyarakatnya, maka oleh karena itu sebagai warga negara Indonesia yang mencintai kebudayaan kita harus senantiasa selalu menjaga, melestarikan, merawat, serta mengharmonisasikan budaya ini dalam kehidupan sehari-hari, agar budaya ini senantiasa selalu hidup dan tidak pernah memudar. Sehingga dapat kelak diwariskan kepada anak cucu kita atau generasi yang akan datang.


Daftar Pustaka

[1]      P. . Neonbasu Gregor, SVD., Sketsa Dasar “Mengenal Manusia dan Masyarakat.” Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2020.

[2]      H. P. Laoli, “Budaya Sebagai Ideologi menurut pemikiran Louise Althusser,” LSF Discourse.

[3]      E. Irmania, A. Trisiana, and C. Salsabila, “Upaya mengatasi pengaruh negatif budaya asing terhadap generasi muda di Indonesia,” Univ. Slamet Riyadi Surakarta, vol. 23, no. 1, pp. 148–160, 2021.

[4]      A. Keagamaan, D. I. Mts, D. Ramadinah, F. Setiawan, S. Ramadanti, and H. Sulistyowati, “NILAI-NILAI BUDAYA DAN UPAYA PEMBINAAN,” vol. 4, p. 89.

[5]      U. Palangkaraya and S. Barito, “Peranan Media Belajar Digital Dalam Mempertahankan Budaya Lokal Indonesia Di Era Globalisasi Meretas : Jurnal Ilmu Pendidikan,” vol. 10, pp. 38–48, 2023.

[6]      M. Hasanah, “Dampak Kebudayaan Asing Terhadap Kebudayaan Lokal Dalam Kehidupan Masyarakat,” J. Sosiol. Pendidik. dan Pendidik. IPS, vol. 1, no. Januari, pp. 1–8, 2023.

[7]      G. Budiarto, “Dampak Cultural Invasion terhadap Kebudayaan Lokal: Studi Kasus Terhadap Bahasa Daerah,” Pamator J., vol. 13, no. 2, pp. 183–193, 2020, doi: 10.21107/pamator.v13i2.8259.

[8]      A. S. Mubah, “Nomer 4 Hal,” Tahun, vol. 24, no. 031, pp. 302–308, 2011.

[9]      N. Syahira Azima, Y. F. Furnamasari, and D. A. Dewi, “Pengaruh Masuknya Budaya Asing Terhadap Nasionalisme Bangsa Indonesia di Era Globalisasi,” J. Pendidik. Tambusai, vol. 5, no. 3, pp. 7491–7496, 2021.

[10]    P. S. Sita, “Pengaruh Kebudayaan Asing Terhadap Kebudayaan Indonesia,” Inst. Teknol. Sepuluh Nop. Surabaya, p. 6, 2013.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *