Hukum dan Teknologi: Urgensi Regulasi Kecerdasan Buatan (AI) di Indonesia

Ilustrasi foto/campus.net
Ilustrasi foto/campus.net

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa perubahan signifikan di berbagai sektor kehidupan, mulai dari kesehatan, keuangan, hingga keamanan. Namun, pesatnya perkembangan ini juga menghadirkan tantangan hukum yang kompleks yang memerlukan regulasi komprehensif.

Indonesia, sebagai negara yang tengah memasuki era digitalisasi, perlu secara serius mempertimbangkan pembentukan regulasi AI yang efektif guna melindungi masyarakat sekaligus mendorong inovasi yang bertanggung jawab.

Bacaan Lainnya

Salah satu isu utama yang ditimbulkan oleh AI adalah privasi data. AI sering kali mengandalkan data dalam jumlah besar untuk beroperasi secara efektif. Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data ini harus diatur secara ketat guna mencegah penyalahgunaan dan pelanggaran privasi.

Regulasi harus menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengolahan data, serta memberikan hak kepada individu untuk mengakses, memperbaiki, dan menghapus data pribadi mereka. Undang-Undang

Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru saja disahkan merupakan langkah awal yang positif. Namun, diperlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan aturan tersebut dapat diterapkan secara efektif dalam konteks penggunaan AI.

Isu lain yang tidak kalah penting adalah tanggung jawab hukum terkait AI. Ketika AI membuat keputusan yang berdampak negatif, siapa yang bertanggung jawab? Apakah pengembang, pemilik, atau AI itu sendiri? Pertanyaan ini masih menjadi perdebatan hukum yang rumit.

Regulasi AI perlu menetapkan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas dan adil, baik untuk melindungi korban kerugian maupun untuk mendorong pengembangan AI yang bertanggung jawab.

Konsep “liability gap” yang muncul akibat kesulitan menetapkan tanggung jawab hukum pada AI harus diatasi dengan pendekatan inovatif, seperti melalui mekanisme asuransi atau pembentukan dana kompensasi khusus.

AI juga dapat dimanfaatkan untuk kejahatan siber, seperti pengembangan malware canggih, serangan siber berskala besar, hingga penyebaran informasi palsu (hoax) secara efektif. Regulasi AI di Indonesia perlu memperkuat sistem keamanan siber dan penegakan hukum untuk mencegah kejahatan yang melibatkan teknologi ini.

Selain itu, kerja sama internasional menjadi kunci dalam menghadapi kejahatan siber lintas negara yang melibatkan AI. Di sisi lain, peningkatan literasi digital masyarakat juga penting guna mengurangi kerentanan terhadap kejahatan siber berbasis AI.

Regulasi AI juga harus memperhatikan aspek etika. Teknologi ini harus dikembangkan dan digunakan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, serta menghormati hak asasi manusia.

Regulasi harus memastikan bahwa AI tidak digunakan untuk mendiskriminasi, memarginalkan, atau merugikan kelompok tertentu. Prinsip-prinsip etika AI, seperti fairness, accountability, transparency, dan privacy (FAIT), perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan dan praktik pengembangan teknologi ini.

Sebagai perbandingan, beberapa negara maju telah mengambil langkah konkret dalam merumuskan regulasi AI. Uni Eropa, misalnya, sedang mengembangkan AI Act yang mengatur penggunaan AI berdasarkan tingkat risikonya.

Beberapa negara lain juga telah menerbitkan pedoman atau prinsip etika AI. Indonesia dapat mempelajari pengalaman negara-negara tersebut untuk merumuskan regulasi yang sesuai dengan konteks nasionalnya.

Kesimpulan

Regulasi AI di Indonesia merupakan kebutuhan mendesak. Regulasi yang komprehensif harus memperhatikan aspek privasi data, tanggung jawab hukum, keamanan siber, dan etika. Regulasi yang baik tidak hanya akan melindungi masyarakat dari risiko, tetapi juga mendorong inovasi yang bertanggung jawab dan memastikan bahwa AI digunakan untuk kesejahteraan bangsa.

Proses penyusunan regulasi harus melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat sipil, guna menciptakan aturan yang efektif dan berkelanjutan. Keberhasilan regulasi AI akan menjadi faktor penentu bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan potensi teknologi ini secara optimal sembari meminimalkan risikonya.

*Dosen Pengampu : Dr. Eti Mul Erowati, S.H., M.Hum

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *