Pendidikan merupakan hak dasar yang dijamin oleh negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UUD 1945. Negara seharusnya memastikan bahwa setiap warganya dapat mengakses pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Namun, kenyataannya sering kali berbanding terbalik. Pemberlakuan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) sejak 2013 bertujuan untuk menciptakan transparansi dalam pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi negeri. Namun, kenaikan UKT yang terjadi di beberapa universitas telah menimbulkan polemik, bahkan memicu aksi demonstrasi mahasiswa.
Kenaikan biaya pendidikan ini membuat publik, khususnya mahasiswa, mempertanyakan apakah negara benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Apakah kebijakan kenaikan UKT ini selaras dengan prinsip keadilan, atau malah menjadi penghalang bagi akses pendidikan yang setara?
Negara dan Fungsinya dalam Pendidikan: Sebuah Kegagalan?
Dalam teori fungsi negara, negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya, salah satunya melalui penyediaan pendidikan. John Locke menyatakan bahwa pemerintah wajib melindungi hak-hak warganya, termasuk hak atas pendidikan.
Namun, kenaikan UKT yang sering kali tidak diiringi peningkatan kualitas pendidikan menimbulkan ketidakpuasan di kalangan mahasiswa. Contohnya adalah demonstrasi besar-besaran di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2019, di mana mahasiswa memprotes kenaikan UKT yang dinilai tidak sebanding dengan layanan pendidikan yang diterima.
Baca Juga: Mengoptimalkan Sumber Daya Pangan Nasional untuk Masa Depan Indonesia
Pemerintah harusnya mengutamakan kesejahteraan masyarakat dalam setiap kebijakan, termasuk pendidikan. Kenaikan UKT yang mengabaikan kondisi finansial mahasiswa tidak hanya melanggar prinsip ini, tapi juga berpotensi memicu ketidakstabilan sosial, seperti demonstrasi yang berkali-kali terjadi.
Keadilan Sosial: Ketidakadilan yang Terasa Nyata
John Rawls dalam teori keadilan sosial menekankan pentingnya distribusi yang adil dari sumber daya, termasuk pendidikan. Kenaikan UKT yang membebani mahasiswa dari keluarga kurang mampu jelas melanggar prinsip ini.
Demonstrasi mahasiswa di Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada 2021 adalah bukti nyata bahwa kebijakan kenaikan UKT sering kali tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi mahasiswa. Mahasiswa mengeluhkan bahwa kategori UKT tidak mencerminkan kemampuan finansial keluarga mereka, sehingga mereka dipaksa menanggung beban yang lebih besar.
Kebijakan yang tidak memperhitungkan kelompok ekonomi lemah hanya akan memperlebar kesenjangan sosial. Apakah kenaikan UKT benar-benar diperlukan jika hanya akan menambah beban bagi mereka yang sudah kesulitan? Pemerintah dan universitas harusnya memperhitungkan dampak sosial dari kebijakan ini.
Kontrak Sosial dan Kewajiban Negara
Teori kontrak sosial yang diajukan Jean-Jacques Rousseau menekankan bahwa negara harus mendengarkan aspirasi rakyatnya. Kenaikan UKT yang diterapkan tanpa melibatkan mahasiswa dalam pengambilan keputusan adalah bentuk pelanggaran terhadap kontrak sosial. Demonstrasi yang terjadi di Universitas Brawijaya pada 2020 menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil secara sepihak tanpa konsultasi publik akan selalu memicu perlawanan.
Baca Juga: Penerapan Teori Ilmu Negara dalam Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia
Untuk mencegah konflik di masa depan, transparansi dalam pengambilan keputusan dan keterlibatan mahasiswa secara langsung harus menjadi prioritas. Pemerintah dan universitas perlu mendengarkan dan melibatkan mahasiswa dalam proses kebijakan yang berdampak langsung pada mereka.
Solusi untuk Mencegah Konflik yang Berkelanjutan
Ada beberapa solusi yang dapat diambil untuk mencegah konflik terkait kenaikan UKT:
- Transparansi Pengelolaan Dana: Universitas harus memberikan laporan terperinci tentang penggunaan dana UKT. Keterbukaan ini akan mengurangi ketidakpercayaan di kalangan mahasiswa.
- Penyesuaian Berdasarkan Kemampuan Finansial: Sistem UKT harus fleksibel dan mencerminkan kondisi ekonomi nyata dari keluarga mahasiswa. Peninjauan berkala diperlukan untuk memastikan keadilan.
- Keterlibatan Mahasiswa dalam Pengambilan Keputusan: Mahasiswa harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait UKT. Dialog terbuka antara pihak universitas dan mahasiswa akan membantu mencegah demonstrasi.
- Peningkatan Kualitas Pendidikan: Kenaikan UKT harus diikuti dengan peningkatan kualitas layanan pendidikan, seperti fasilitas dan pengajaran.
Kenaikan UKT di berbagai universitas di Indonesia telah memicu serangkaian demonstrasi karena dinilai tidak adil dan memberatkan mahasiswa. Analisis melalui teori fungsi negara, keadilan sosial, dan kontrak sosial menunjukkan bahwa kebijakan ini kerap melanggar prinsip-prinsip dasar yang seharusnya dipegang oleh pemerintah.
Untuk mencegah aksi demonstrasi di masa depan, diperlukan transparansi, keterlibatan mahasiswa, dan penyesuaian kebijakan UKT yang lebih adil. Pemerintah dan universitas harus bertanggung jawab untuk memastikan akses pendidikan yang setara bagi semua lapisan masyarakat.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.