Pencapaian tim nasional sepak bola Indonesia telah berhasil menarik perhatian masyarakat setelah berhasil melaju ke ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia dan meraih berbagai prestasi mentereng lainnya. Di bawah kepemimpinan Shin Tae Yong, Timnas Indonesia sedang berada di puncak kejayaan. Keberhasilan ini menjadi perhatian besar di kalangan penggemar sepak bola Indonesia. Namun, prestasi ini tidak terlepas dari peran pemain diaspora atau naturalisasi yang dipanggil oleh pelatih Shin Tae Yong melalui Erick Thohir selaku ketua umum PSSI.
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa prestasi ini bukan prestasi sejati Timnas Indonesia, melainkan hasil dari kontribusi pemain asing. Hal ini memicu perdebatan terkait pemain naturalisasi dan diaspora yang kini mendominasi tim. Lantas, bagaimana jika kita tinjau dari aspek jiwa nasionalisme, identitas sosial, dan pandangan masyarakat terhadap pemain naturalisasi dan diaspora di Timnas Indonesia?
Mengutip dari artikel JISDIK, identitas merupakan konsep yang rumit dan tidak jelas namun memiliki peran sentral dalam proses kehidupan sosial. Identitas sosial adalah formulasi tentang martabat, kebanggaan, atau kehormatan yang terkait dengan kategori sosial, mencerminkan bagaimana orang lain memandang dan memberi label kepada kita.
Nasionalisme sendiri adalah ideologi yang didasarkan pada rasa cinta terhadap tanah kelahiran, yang mewujudkan sikap memperjuangkan kepentingan bangsa.
Naturalisasi pemain asing di era Shin Tae Yong menjadi sorotan, dengan beberapa jurnalis menentang program ini. Mereka menganggapnya sebagai ancaman terhadap identitas nasional, serta meragukan tingkat nasionalisme para pemain naturalisasi dan diaspora.
Penggemar sepak bola Indonesia juga merasa was-was bahwa kehadiran mereka akan merusak identitas sosial dan budaya sepak bola Indonesia.
Baca Juga: Menjaga Netralitas: Bawaslu Tegaskan Larangan Kampanye di Tempat Ibadah dan Sekolah
Perbedaan fisik seperti warna kulit, ras, bahasa, dan asal daerah menjadi faktor yang memicu stigma negatif terhadap pemain naturalisasi dan diaspora. Mereka sering diberi label sebagai “warga asing” yang hanya memperkuat timnas tanpa memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Stigma ini jelas mempengaruhi identitas sosial mereka dan menimbulkan pandangan yang salah di masyarakat.
Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk memahami bahwa nasionalisme berdasarkan Pancasila adalah nasionalisme yang plural. Nasionalisme Pancasila tidak melihat perbedaan fisik, ras, atau asal usul, tetapi justru menghargai keberagaman. Semua orang, termasuk pemain naturalisasi dan diaspora, berhak mencintai Indonesia dan berjuang untuk kemajuan negara ini.
Identitas sosial pemain diaspora dan naturalisasi seharusnya tidak dibedakan dengan pemain lokal. Ketika mereka memutuskan untuk membela Indonesia, mereka memiliki hak kewarganegaraan yang sama.
Baca Juga: Memastikan Keterjangkauan Pangan: Pilar Kunci Ketahanan Pangan di Indonesia
Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila, diharapkan tidak ada lagi yang mempertanyakan jiwa nasionalisme mereka, serta tidak ada lagi stigma negatif di masyarakat.
Pada akhirnya, semua pemain, baik lokal maupun naturalisasi, memiliki tujuan yang sama, yaitu memajukan sepak bola Indonesia. Stigma buruk terhadap pemain naturalisasi dan diaspora seharusnya tidak ada lagi, dan seluruh masyarakat Indonesia harus bersatu untuk mendukung Timnas Indonesia meraih prestasi yang lebih gemilang.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.