Pasar bebas merupakan konsep yang mendalam dalam teori ekonomi, yang secara mendasar didefinisikan sebagai suatu sistem ekonomi di mana harga barang dan jasa ditentukan oleh interaksi bebas antara permintaan dan penawaran tanpa campur tangan dari pemerintah atau pihak lainnya. Salah satu tokoh yang sangat dikenal dalam memperjuangkan konsep pasar bebas adalah Friedrich Hayek.
Friedrich Hayek, seorang ekonom dan filsuf Austria, merupakan salah satu pemikir utama dalam tradisi liberal klasik. Hayek menegaskan pentingnya pasar bebas sebagai sarana untuk mencapai kemakmuran dan kebebasan individu. Disisi lain Hayek mengkritik intervensi pemerintah dalam pasar bebas,ia menegaska bahwa campur tangan berlebihan dapat menghambat efisiensi pasar dan mengurangi inovasi ekonomi.
Menurut Hayek, pasar bebas bukan hanya tentang alokasi sumber daya yang efisien, tetapi juga tentang penghargaan terhadap kebebasan individu. Dalam bukunya yang lain, “The Constitution of Liberty” (1960), ia menekankan bahwa pasar bebas memainkan peran penting dalam memastikan kebebasan individu, karena memberikan kontrol langsung kepada individu atas pilihan ekonomi mereka tanpa campur tangan eksternal yang berlebihan. Kata bebas mempunyai arti lepas sama sekali, tidak terhalang, tidak terganggu, Sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, tiap-tiap anggota dapat mengungkapkan pendapatnya. Bebas dapat diartikan sebagai satu kondisi yang tidak terikat oleh aturan, tidak dijajah, tidak diperintah atau tidak dipengaruhi oleh negara atau kekuatan asing[1].
Kebebasan bersinggungan erat dengan peran manusia dalam membangun kehidupan di suatu negara. Bentuk aktualisasi dari peran yang dilakukan manusia senantiasa menimbulkan sebuah kesadaran akan diri dengan kemampuannya. Kesadaran akan dunia dan lingkungan sekitarnya. Kondisi seperti ini, manusia menyadari kebebasannya ketika terwujud dalam sebuah perbuatan.
Maka dapat dimengerti bahwa kesadaran penuh akan kebebasan hanya dapat timbul setelah kebebasan itu dapat diwujudkan dalam tindakan dirinya atas dunia.[2] Dari sudut etika, isu sentral dalam ekonomi adalah masalah keadilan sosial atau juga sering disebut keadilan ekonomi. Isu ini menjadi semakin penting bersamaan dengan praktik ekonomi pasar bebas yang dipercayai membuka peluang sebesar-besarnya bagi semua pelaku pasar tetapi sekaligus juga menjadi peneyebab semakin melebarnya jurang ketimpangan sosial ekonomi.
Tanpa bermaksud mengabaikan sumbangan ekonomi pasar bebas, harus diakui bahwa pasar bebas telah memunculkan ekternalitas negatif yang kini semakin menjadi beban masyarakat negara-negara berkembang. Kekuatiran itu semakin beralasan bersamaan dengan meluasnya pemujaan atas neoliberalisme yang “memaksa” semua aspek kehidupan manusia terperangkap dalam hegemoni ekonomi. Dengan demikian kebebasan (pasar) kini berwajah paradoks;di satu sisi, kebebasan menjadi prakondisi kemajuan,termasuk kemajuan ekonomi.
Namun, disisi lain,justru karena kebebasan ekonomi, disparitas sosial terus melebar. Dengan demikian, menciptakan keadilan sosial atau keadilan ekonomi merupakan tantangan serius. Akan tetapi pada titik urgensi ini Friedrich August von Hayek (1899-1992) justru berdiri berseberangan karena usaha ke arah itu menurutnya akan mengundang intervensi negara yang pada gilirannya mengancam kebebasan individu.[3]
Keadilan sosial bagi Hayek tak lebih dari sebuah ilusi karena ekonomi pasar bebas dalam wataknya yang spontan dan independen tidak memberi ruang bagi keadilan sosial untuk dijadikan ukuran keberhasilan pasar. Pertanyaannya, apakah ekonomi pasar sungguh- sungguh mmberi peluang menegakkan keadilan sosial hanya karena upaya ke arah ini akan melanggar kebebasan[4].
Pengertian Pasar Bebas Secara Umum
Pasar bebas adalah Perdagangan antarnegara seperti ekspor dan impor, regulasinya diatur oleh negara yang bersangkutan. Hakikat dari pasar bebas adalah salah satu bentuk perjanjian perdagangan anatar dua negara atau lebih.
Dilansir dari Britannica Encyclopedia (2015), pasar bebas yaitu sistem pertukaran ekonomi yang pajak, kendali mutu, kuota, tarif, serta bentuk lain intervensi ekonomi terpusat oleh pemerintah bersifat minimal bahkan tidak ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar bebas merupakan perdagangan yang tidak diatur oleh otoritas yang memaksa seperti pemerintah. Dalam pasar bebas, pajak serta bea cukai barang yang masuk atau keluar dari suatu negara biasanya akan dihapuskan.[5]
Pasar bebas adalah perdagangan yang berfokus pada penjualan berdasarkan mekanisme penawaran dan permintaan tanpa melibatkan campur tangan pemerintah. Jadi, pengusaha memiliki kewenangan mutlak atas pengelolaan produksi dan harganya serta bebas memilih siapa saja yang akan menjadi target penjualan mereka
Tujuan Pasar Bebas
Pasar bebas dapat membuka peluang ekonomi dengan cara memperluas pasar. Produk yang awalnya diproduksi untuk dijual di dalam negeri, dapat dijual ke luar negeri dengan mudah. Tidak adanya pajak membuat pasar menjadi lebih luas karena tidak dibatasi oleh pajak antarnegara yang mahal. Terbukanya pasar membuat produsen dalam negeri dapat mengekspor barang dalam jumlah besar namun biaya ekspor yang rendah. Hal ini membuat negara memiliki komoditas ekspor unggulannya yang dapat meningkatkan perekonomian. [6]
Baca Juga: Rasionalisasi Hukum Perspektif Hugo Grotius, Cerminan Bagi Situasi Hukum di Indonesia
Perdagangan bebas bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Cara yang paling signifikan agar perdagangan menghasilkan kondisi tersebut adalah dengan mengizinkan produksi yang bersifat khusus (memiliki spesialisasi) dan memberikan insentif untuk itu. Selain itu, dibutuhkan juga upaya untuk menggiatkan mekanisasi dan inovasi. Ketika spesialisasi semakin spesifik, dan ketika mekanisasi dan inovasi semakin canggih, produksi barang dan jasa yang dihasilkan setiap orang juga akan meningkat.[7]
Pendekatan Hayek dan Keynes Terhadap Perekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia, sebagai negara berkembang yang memiliki pasar besar dan beragam, bisa diuntungkan dari pendekatan gabungan antara Keynes dan Hayek. Dalam konteks Indonesia, pendekatan Keynesian mungkin relevan dalam hal intervensi pemerintah untuk merangsang pertumbuhan dan menangani masalah seperti kemiskinan dan pengangguran. Program-program seperti bantuan sosial, investasi dalam infrastruktur, dan pendidikan dapat membantu menciptakan pekerjaan dan memberikan jaminan sosial bagi mereka yang paling rentan. Selain itu, pemerintah memiliki peran dalam mempengaruhi permintaan agregat melalui kebijakan fiskal dan moneter, yang bisa membantu mendorong pertumbuhan ekonomi.[8]
Namun, pendekatan Hayek juga memiliki relevansi. Kebebasan ekonomi dan persaingan pasar bebas juga penting untuk mendorong inovasi dan efisiensi. Liberalisasi sektor-sektor tertentu, peningkatan hak-hak kepemilikan, dan penurunan hambatan perdagangan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Namun, perlu dicatat bahwa penerapan kedua pendekatan ini harus dilakukan dengan hati- hati, mempertimbangkan konteks spesifik Indonesia. Pemerintah harus mencari keseimbangan antara intervensi untuk memastikan stabilitas dan kesejahteraan sosial, dan memberikan ruang bagi mekanisme pasar untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi. Dengan kata lain, perekonomian Indonesia dapat diuntungkan dengan kombinasi pendekatan Keynes dan Hayek, tergantung pada konteks dan masalah yang dihadapi.
Mengatasi Kemiskinan di Indonesia dengan Pendekatan Keynesian dan Hayekian
Mengatasi kemiskinan di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, yang menggabungkan elemen-elemen dari kedua pendekatan Keynesian dan Hayekian.
Pertama, Pertama, pendekatan Keynesian mendukung peran aktif pemerintah dalam mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Dalam konteks Indonesia, ini berarti investasi dalam infrastruktur dan pendidikan, yang tidak hanya menciptakan pekerjaan tetapi juga membangun modal manusia untuk pertumbuhan jangka panjang. Selain itu, program bantuan sosial yang tepat sasaran dan efisien dapat memastikan bahwa mereka yang paling rentan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Kedua, pendekatan Hayek menekankan pentingnya pasar bebas dan kebebasan ekonomi. Untuk Indonesia, ini berarti menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif bagi pertumbuhan dan inovasi, misalnya dengan memperkuat hukum hak milik dan mempermudah proses perizinan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan begitu, peluang kerja bisa tercipta dan masyarakat memiliki akses lebih baik ke lapangan pekerjaan.
Namun, yang paling penting adalah bahwa upaya untuk mengatasi kemiskinan harus melibatkan semua sektor masyarakat. Ini termasuk pemerintah, sektor swasta, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Dengan pendekatan yang komprehensif, berkelanjutan, dan kolaboratif, kemiskinan di Indonesia dapat diatasi dengan efektif.[9]
Kesimpulan
Dalam Menangani masalah kemiskinan memerlukan pendekatan yang beragam dan fleksibel. Pandangan Keynes dan Hayek mengenai peran pemerintah dalam ekonomi, meski berbeda, keduanya memiliki nilai dan relevansi dalam konteks tertentu. Pada akhirnya, solusi terbaik mungkin berada di suatu tempat di antara dua pendekatan ini, bergantung pada kondisi spesifik suatu negara. Untuk Indonesia, kombinasi dari intervensi pemerintah (Keynesian) dalam hal infrastruktur dan jaminan sosial, dan dukungan untuk pasar bebas dan kebebasan ekonomi (Hayek), tampaknya menjadi pendekatan yang paling efektif dalam mengatasi kemiskinan
Daftar Pustaka
[1] Sabiq Ghidafian Hafidz, “Konsep Kebebasan Menurut Nietzsche Dan Hayek” (2018): 1–132.
[2] Ibid.
[3] Andre Ata Ujan, “Keadilan Sosial dalam Tantangan Ekonomi Pasar,” Jurnal Ledalero 12, no. 2 (2017).
[4] Ibid.
[5] Nur Amalia, “Pasar Bebas Menuju Indonesia Berkemajuan,” Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam 1, no. 1 (2020): 5–24.
[6] Ibid.
[7] Donald J. Boudreaux, Peran Perdagangan Bebas dalam Menciptakan Kesejahteraan, 2018, https://repository.cips-indonesia.org/media/285715-peran-perdagangan-bebas-dalam-menciptaka-4ff75733.pdf.
[8] Nama Media Siber et al., “Friedrich Hayek versus John Maynard Keynes : Menyelisik Perdebatan tentang Intervensi Pemerintah dalam Ekonomi dan Mencari Solusi atas Isu Kemiskinan di Indonesia” (2023): 1–5.
[9] Ibid.