Krajan.id – Serbuan media sosial (medsos) seperti Facebook, Whatsapp, Twitter, Tiktok, Instagram dan lainya semakin tak terbendung. Sekian tahun lalu, pengguna jejaring sosial di Indonesia pada kisaran jutaan orang. Data terakhir yang dilansir Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengumumkan jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023.
Dari hasil survei penetrasi internet Indonesia 2024 yang dirilis APJII, maka tingkat penetrasi internet Indonesia menyentuh angka 79,5%. Dibandingkan dengan periode sebelumnya, maka ada peningkatan 1,4%.T
erhitung sejak 2018, penetrasi internet Indonesia mencapai 64,8%. Kemudian secara berurutan, 73,7% di 2020, 77,01% di 2022, dan 78,19% di 2023. Berdasarkan gender, kontribusi penetrasi internet Indonesia banyak bersumber dari laki-laki 50,7% dan perempuan 49,1%.
Sementara dari segi umur, orang yang berselancar di dunia maya ini mayoritas adalah Gen Z (kelahiran 1997-2012) sebanyak 34,40%. Lalu, berusia generasi milenial (kelahiran 1981-1996) sebanyak 30,62%.
Kemudian berikutnya, Gen X (kelahiran 1965-1980) sebanyak 18,98%, Post Gen Z (kelahiran kurang dari 2023) sebanyak 9,17%, baby boomers (kelahiran 1946-1964) sebanyak 6,58% dan pre boomer (kelahiran 1945 sebanyak 0,24%.
Sedangkan tingkat penetrasi pengguna internet berdasarkan wilayahnya, APJII menemukan daerah urban masih paling besar dengan kontribusi 69,5% dan daerah rural kontribusi 30,5%. Dalam melakukan survei pengguna internet Indonesia ini, APJII menggaet konsultan Indektat dengan metode survei wawancara tatap muka yang melibatkan 8.720 responden 38 provinsi Indonesia. Adapun, survei ini dilakukan sejak 18 Desember 2023 sampai 19 Januari 2024.
Adapun, metode penentuan sampel menggunakan metode multistage random sampling, margin of error 1,1% dan relative standard error 0,43%.
Lonjakan besar itu tidak mengherankan, sebab Indonesia memang salah satu negara teraktif di dunia maya. Namun, data tersebut tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat medsos telah merangsek ke semua lapisan usia maupun strata sosial. Termasuk kaum remaja dan anak-anak yang telah menggunakan medsos. Selain memberi nilai manfaat yang begitu besar, medsos pun mengandung bahaya yang sangat dahsyat. Bahayanya bukan hanya bagi pengguna, tetapi juga bagi orang lain.
Kenyataannya, teknologi informasi yang semula ditujukan sebagai media silaturrahim mengalami pergeseran fungsi. Misalnya, menjadi media berbagi informasi maksiat atau sebagai perzinaan terselubung. Selain itu, medsos banyak pula dipakai untuk menyebarkan fitnah, berita bohong, ancaman, cemoohan, atau sekadar ingin pamer pengetahuan.
Jika dampak negatif yang dihadirkan oleh medsos tersebut diabaikan, tidak mustahil moralitas bangsa yang terkenal sebagai masyarakat religius akan hancur perlahan-lahan. Sejarah akan mencatat bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang berakhlak mulia dan berkeadaban, menjelma menjadi bangsa yang rusak.
Revolusi medsos yang begitu fantastik, tak dapat dipungkiri mengandung beberapa dampak negatif yang perlu diwaspadai. Dampak tersebut dapat dirasakan bila menggunakan medsos secara berlebihan. Setidaknya ada tujuh dampak negatif medsos yang dialami oleh penggunanya. Pertama, menimbulkan candu yang mengakibatkan sifat penggunanya menjadi autis. Selain autis kecanduan medsos juga dapat membuat penggunanya lebih menutup diri pada kehidupan sekitar. Pecandu medsos biasanya tidak pandang waktu saat berselancar di dunia maya menggunakan berbagai macam gadget.
Kedua, menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Banyak karyawan perusahaan, dosen maupun mahasiswa yang terbuai medsos saat sedang bekerja atau kuliah. Penggunaan medsos yang tidak terkontrol pasti mengurangi waktu produktif.
Ketiga, memicu kecemburuan antar suami-istri jika berhubungan yang tidak wajar dengan orang lain. Dunia maya diakui bisa meningkatkan godaan berselingkuh dan mendorong kehancuran rumah tangga. Kemajuan teknologi yang seharusnya membantu masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup, baik primer, sekunder maupun tersier, berakibat fatal bagi tatanan masyarakat, khususnya urusan rumah tangga.
Keempat, memancing pergaulan bebas tanpa batas. Banyak orang yang me manfaatkan sarana medsos untuk kegiatan berbau pornografis, mulai dari kata-kata cabul hingga mafia perdagangan gadis di bawah umur. Kendati penggunaan medsos telah diatur sedemikian rupa, tetap saja ada pihak yang memanfaatkan dunia online untuk kegiatan negatif.
Kelima, menyusutnya perhatian terhadap keluarga. Riset di Inggris membuktikan waktu orang tua bersama anak semakin sedikit karena berbagai alasan, salah satunya kecanduan medsos.
Keenam, batasan ranah pribadi dan sosial menjadi kabur. Pengguna medsos bebas menuliskan apa saja, walaupun sering tanpa sadar menuliskan hal yang seharusnya tidak dibagi ke ruang publik. Biasanya pemakai tidak menyadari beberapa data pribadi yang tidak semestinya ditampilkan secara terbuka.
Ketujuh, mempengaruhi susunan saraf manusia akibat radiasi gadget, yang akhirnya dapat memicu penyakit kanker atau tumor. Meski hal itu masih bisa diperdebatkan. Namun kebiasaan duduk berlama-lama di hadapan gadget bisa berisiko penyakit fisik seperti sakit punggung dan nyeri sendi. Kurangnya waktu tidur dalam waktu lama juga mengakibatkan kantuk berkepanjangan, sulit berkonsentrasi, dan depresi dari sistem kekebalan.
Itulah sebagian sisi gelap di balik medsos. Namun demikian, semua tergantung penggunaannya. Medsos hanya alat penghubung dan manusia selaku pengguna harus bijak memanfaatkannya. Medsos tak ubahnya sebilah pisau yang bersifat netral. Jika pisau disalah gunakan untuk mengiris telinga orang lain tentu membahayakan, tetapi bila untuk mengiris bawang di dapur akan sangat berguna. Medsos pun demikian, bisa digunakan dalam hal kebaikan juga.