Teknologi dan Media Massa, Faktor Penyebab Terciptanya Masyarakat Konformis

Ilustrasi masyarakat Konformis
Ilustrasi masyarakat Konformis

Teknologi telah memainkan peran yang semakin dominan dalam membentuk budaya dan pola pikir masyarakat modern. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, seperti internet, media sosial, dan alat komunikasi digital lainnya, telah mengubah cara kita berinteraksi, menerima informasi, dan membentuk pandangan dunia. Sebagai akibatnya, teknologi telah menjadi alat penting dalam memperkuat hegemoni kekuatan dominan, seperti perusahaan besar dan pemerintah, dalam mengendalikan narasi dan nilai-nilai yang diadopsi oleh masyarakat[1].

Media massa memainkan peran kunci dalam menyebarkan ideologi dan budaya dominan kepada masyarakat luas. Dengan kekuatan pembingkaian opini publik, media massa memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk persepsi dan perilaku individu. Namun, dalam konteks masyarakat kapitalis, media massa sering kali menjadi alat untuk mempromosikan konsumerisme, menekankan nilai-nilai materialisme, dan mengaburkan pandangan kritis terhadap dunia. Dengan demikian, media massa dapat memperkuat pola pikir konformis dalam masyarakat.

Bacaan Lainnya

Masyarakat dewasa ini telah terbuai dengan apa yang dihadirkan oleh kemajuan teknologi, di satu sisi memang teknologi yang dihadirkan mengindikasikan bahwa manusia telah memaksimalkan rasio yang dimiliki sehingga tampak membantu kehidupan manusia. Namun di sisi lain teknologi yang dihadirkan, di instrumentalisasi oleh segelintir orang yang mempunyai kekuasaan sehingga menyebabkan apa yang dikatakan oleh Marcuse sebagai masyarakat sakit sehingga teknologi juga tampil untuk memperbudak masyarakat modern.

Masyarakat sakit yang dimaksudkan oleh Marcuse merupakan masyarakat yang bertindak dan berpikir dalam satu dimensi yakni masyarakat yang kehidupannya berorientasikan hanya pada satu titik akhir yang sifatnya belaka, masyarakat yang bersifat represif dan totaliter dan meskipun diberikan media yang dapat memudahkan segala aktivitas tetap saja teralienasi. Manusia telah direpresi oleh masyarakat secara komprehensif, mereka dibuat candu menjadi manusia satu dimensi serentak mengikat kebebasan individu yang dimiliki. Lebih daripada itu bahwa kekuasaan teknologi telah membuat masyarakat kehilangan sikap kritisnya[2]. Hal inilah yang menyebabkan terciptanya suatu masyarakat yang berciri konformis.

Oleh karena itu, dalam penulisan makalah ini, penulis tertarik untuk mengkaji sesuatu yang menjadi wadah atau media yang menciptakan masyarakat konformis dan homogen yakni teknologi dan media massa. Penulis mengambil suatu tema yang relevan dengan realitas dewasa ini, yakni “Teknologi dan Media Massa, Faktor Penyebab Terciptanya Masyarakat Konformis ” yang ditinjau berdasarkan teori kritis Herbert Marcuse yaitu teori one dimensional man atau manusia satu dimensi. Tentu karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna, dan dengan rendah hati penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman. 

Biografi dan Pemikiran

Herbert Marcuse dilahirkan di Jerman tepatnya di kota Berlin pada  tanggal 19 juli 1898. Ia merupakan seseorang yang  memiliki  garis keturunan Yahudi-Jerman[3]. Selama hidupnya, ia sempat menjadi tentara Jerman pada masa perang dunia I sebelum menyelesaikan studi yang bergelar Ph-D di bidang sastra di universitas Freiburg pada tahun 1922. Ia juga merupakan murid dari seorang filsuf hermeneutik terkenal, yakni Martin Heiddeger. Pada tahun 1932, Marcuse bergabung dengan salah satu institute di Frankfurt Jerman yang memfokuskan kajiannya terhadap tema-tema ilmu sosial.

Namun, ia kurang berpartisipasi secara maksimal, sehingga ia lebih memilih untuk hijrah ke Amerika pada tahun 1934, dimana selama berada di Amerika ia bersama Max Horkheimer menghidupkan kembali sebuah institut ilmu sosial yang berpusat di Columbia University. Pada tahun 1958, Marcuse menjadi professor di Brandeis University, Massachusetts. Namun pada tahun 1965, ia diberhentikan karena pandangan khasnya yang dinilai sangat kontroversial. Namun, Marcuse tetap menjadi salah satu pemikir paling berpengaruh dalam pemikiran kritis abad ke-20, dan warisannya terus mempengaruhi pemikiran politik dan sosial kontemporer. Marcuse meninggal pada 29 Juli 1979, namun pengaruhnya tetap relevan bagi mereka yang mempelajari dan berjuang untuk perubahan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan[4].

Herbert Marcuse menyumbangkan banyak teorinya untuk kehidupan sosial masyarakat, salah satu teori Marcuse yang terkenal adalah teori one-Dimensional man atau manusia satu dimensi yang mengatakan sekaligus mengkritik manusia modern adalah manusia berdimensi satu[5]. Berdimensi satu yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat yang hanya  menganut satu  ideologi tunggal yakni kapitalisme.

Dimensi satu ini telah menimbulkan adanya kuasa yang mengikat secara lembut, bebas, nyaman dan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga tampak rasional. Oleh karena itu masyarakat yang hidup di era ini sulit melepaskan rasa nyaman mereka dengan dimensi ini. Masyarakat modern sangat mudah dikenali identitasnya. Teknologi merupakan ciri utama dari dinamika ini sehingga masyarakat dapat dengan mudah diidentifikasi melalui teknologi yang dikonsumsi[6]. Tidak hanya itu Herbert Marcuse juga berpendapat bahwa rasionalitas manusia modern adalah salah satu penyebab terjadinya eksploitasi antara manusia dengan manusia maupun antara manusia dengan alam[7].

Oleh karena itu teori one dimensional man dari Marcuse ini sungguh sangat relevan dengan situasi global saat ini, di mana semakin banyak individu yang terperdaya dengan rayuan teknologi dan media massa yang direkayasa oleh sekelompok orang yang memiliki kekuasaan agar selalu terkontrol dan berorientasi pada suatu tujuan yang selalu menciptakan apa yang dinamakan masyarakat konformis.

Teknologi dan Media Massa

Teknologi secara etimologis berasal dari kata “techne” yang memiliki arti serangkaian prinsip atau metode rasional yang berkenaan dengan pembuatan objek atau kecakapan tertentu, atau pengetahuan mengenai prinsip-prinsip atau metode dan seni. Secara harfiah teknologi merupakan suatu metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan terapan[8]. Istilah teknologi ini pertama kali diperkenalkan di benua Eropa pada tahun 1989 yang pada saat itu terjadi kerjasama antara dua perusahaan teknologi besar, yakni SIEMENS dan juga NIXDORF. Istilah teknologi  ini dapat kita pahami sebagai keseluruhan peranti, proses, metode serta sistem yang digunakan untuk memproduksi dan mendukung sistem informasi dalam suatu organisasi bagi para konsumen dan pemasok[9].

Teknologi dewasa ini dimanfaatkan dalam berbagai bidang karena dapat memudahkan segala bentuk pekerjaan manusia agar dapat diselesaikan secara efisien serta hasil yang maksimal pula. Dalam bidang kesehatan teknologi dimanfaatkan dalam program telenursing yakni penggunaan teknologi untuk memberikan asuhan keperawatan dan praktik keperawatan jarak jauh kepada pasien yang berorientasi untuk memperbaiki perawatan kesehatan[10]. Dalam bidang pendidikan teknologi dimanfaatkan sebagai cyber teaching atau pembelajaran melalui media online. Istilah yang lebih populer dewasa ini adalah e-learning yakni model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi[11]. Dalam bidang perindustrian teknologi digunakan sebagai sebagai peranti yang membantu dalam memproduksi barang dan jasa[12]. Dalam bidang komunikasi teknologi dimanfaatkan sebagai media pembangun relasi secara global[13]. Oleh karena itu teknologi memilki peran yang sentral dalam setiap bidang kehidupan manusia, sehingga manusia pada arti tertentu sangat bergantung pada kehadiran teknologi.

Sama halnya dengan teknologi, media massa juga memiliki peran signifikan dalam keseharian manusia. Istilah media massa ini menurut para ahli merupakan sebuah alat yang menghubungkan antara si penyampai pesan ( komunikator ) dengan si penerima pesan ( komunikan )[14]. Media massa juga memiliki peran sosial terutama dalam masyarakat dewasa ini diantaranya, pertama, media massa sebagai window on event and experience. Media massa sebagai sarana bagi khalayak untuk belajar dari berbagai peristiwa.

Baca Juga: Profanasi Simbol dan Pereduksian Makna Tradisi Akibat Krisis Gaya Hidup Modern Perspektif Rene Guenon

Media sebagai cermin berbagai peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Oleh karena itu para pengelola seringkali merasa tidak bersalah jika konten mereka berisi kekerasan, konflik serta pornografi karena menurut mereka semua itu merupakan refleksi dari kenyataan yang terjadi. Media sebagai penyaring yang menyeleksi setiap informasi untuk diberi perhatian atau tidak. Media massa senantiasa memilih informasi atau isu lain berdasar standar pengelolanya. Pada tempat ini masyarakat dipilihkan oleh media mengenai apa yg layak diketahui dan mendapat perhatian.

Media massa juga seringkali dianggap sebagai penuntun atau penunjuk arah atas berbagai ketidak pastian atau alternatif yang beragam. Media sebagai platform sebagai tempat untuk menyampaikan informasi dan ide-ide kepada masyarakat, sehingga memungkinkan terjadinya respon balik. Dan yang terakhir media sebagai tempat terjadinya komunikasi tidak hanya tempat berbagai informasi berlalu-lalang[15].

Teknologi dan media massa memiliki hubungan simbiosis yang erat, di mana perkembangan dalam satu bidang sering kali mendorong inovasi dan kemajuan dalam bidang lainnya. Teknologi telah menjadi pendorong utama perubahan dalam industri media massa, mengubah cara konten diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi. Misalnya, internet dan platform digital telah memungkinkan media massa untuk mencapai audiens yang lebih luas dan memberikan pengalaman pengguna yang lebih interaktif.

Sebaliknya, media massa juga telah memainkan peran penting dalam mengadopsi dan memanfaatkan teknologi terbaru, seperti kecerdasan buatan dan analisis data, untuk meningkatkan pengalaman pengguna, mengoptimalkan strategi pemasaran, dan menghasilkan konten yang lebih relevan dan menarik. Dengan demikian, kolaborasi antara teknologi dan media massa terus membentuk lanskap media yang terus berubah dan mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan informasi dan budaya.

Masyarakat Konformis

Kata benda konformitas, kata sifat konformis merupakan suatu fenomena sosial yang mengacu pada seseorang atau pribadi yang dimana terjadi perubahan perilaku yang menampilkan perilaku tertentu karena dipengaruhi oleh orang lain. Orang yang konformis akan cenderung mengikuti apa yang dianggap sebagai norma atau ekspektasi yang diterima secara sosial, bahkan jika itu berarti mengabaikan atau mengubah pandangan atau perilaku mereka sendiri[16]. Konformitas dewasa ini lebih diartikan sebagai seseorang yang selalu patuh terhadap norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat ataupun kelompok.

Baca Juga: Konsep Utopia (Pemerintahan yang Ideal) Menurut Thomas More dan Relevansinya Bagi Demokrasi di Indonesia

Hal ini bisa saja terjadi karena ada tekanan sosial dari suatu kelompok masyarakat, kebutuhan untuk diterima atau keinginan menghindari konflik dan penolakan terhadap kelompok tersebut[17]. Oleh karena itu masyrakat konformis bisa diartikan sebagai sekelompok orang yang cenderung untuk menyesuaikan diri dan mengikuti norma-norma yang telah ditetapkan oleh mayoritas. Ini bisa mencakup adopsi sikap, nilai, dan perilaku yang sama dengan orang lain dalam masyarakat tersebut. Masyarakat konformis seringkali memiliki sedikit variasi atau perbedaan dalam pandangan dan perilaku individu karena tekanan sosial untuk mengikuti norma-norma yang dominan.

Teknologi dan Media Massa, Faktor Penyebab Terciptanya Masyarakat Konformis

Salah satu penyebab terciptanya Masyarakat konformis adalah ketergantungan manusia sebagai individu pada teknologi dan media massa. Teknologi dan media massa sudah mempengaruhi masyarakat atau kelompok tertentu yang memiliki kuasa atau modal ( kapitalis untuk mempertahankan status sosial mereka serentak memperbudak masyarakat biasa ( proletar ). Masyarakat yang memperbudak oleh karena teknologi telah terbentuk rasionalitas teknologi yang merupakan pola pemikiran atau dasar teknik yang menekankan efisiensi, produktivitas serta matematis[18].

Masyarakat yang diperbudak dengan sendirinya membentuk suatu ciri masyarakat konformis sebab telah dimanjakan dan diyakinkan oleh kaum kapitalis melalui  peralatan teknologi, serta menindas kemampuan-kamampuan alamiah mereka untuk mengungkapkan kebebasannya sebagai sesuatu yang esensial[19].

Oleh karena itu jalan keluar yang ditawarkan oleh Marcuse dalam karyanya one dimensional man adalah dengan merevolusikan ilmu dan teknologi yang semula digunakan sebagai alat atau obyek yang digunakan untuk menguasai menjadi ilmu dan teknologi yang dipandang sebagai “kawan akrab” dengan memelihara dan merawat obyek. Setelah cara pandang terhadap ilmu dan teknologi berubah maka serentak cara pandang terhadap kosmik pun ikut berubah dari semula yang bersifat dominatif dan eksploitatif menjadi cara pandang yang bersifat kuratif. Selain itu Marcuse juga menawarkan solusi gerakan penolakan secara besar-besaran terhadap penindasan. Keberanian dalam mengatakan “tidak” harus dihidupi dan dihayati kembali sehingga  sikap kritis terhadap suatu tindakan atau peristiwa yang terjadi sangat diperlukan dalam membawa sebuah perubahan[20].

Kesimpulan

Teknologi dan media massa memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat konformis. Perkembangan teknologi informasi dan media sosial telah mengubah cara manusia berinteraksi, menerima informasi, dan membentuk pandangan dunia. Namun, dalam konteks masyarakat kapitalis, teknologi dan media massa sering kali dimanfaatkan untuk memperkuat hegemoni kekuatan dominan, mempromosikan konsumerisme, dan mengaburkan pandangan kritis terhadap dunia.

Baca Juga: Profanasi Simbol dan Pereduksian Makna Tradisi Akibat Krisis Gaya Hidup Modern Perspektif Rene Guenon

Herbert Marcuse, melalui teorinya tentang manusia satu dimensi, mengkritik masyarakat modern yang hanya berpikir dalam satu dimensi, yaitu ideologi kapitalisme. Masyarakat menjadi terpolarisasi dan terperdaya oleh kemajuan teknologi yang seharusnya memberikan kebebasan, namun malah membatasi dan memperbudak mereka. Marcuse menyarankan revolusi dalam cara pandang terhadap ilmu dan teknologi serta mengajak untuk gerakan penolakan terhadap penindasan.

Dengan demikian, untuk melawan terbentuknya masyarakat konformis, diperlukan sikap kritis terhadap penggunaan teknologi dan media massa, serta gerakan kolektif untuk mengubah paradigma yang dominan. Kesadaran akan peran teknologi dalam pembentukan masyarakat konformis perlu digunakan sebagai dasar untuk membangun kesadaran kritis dan tindakan yang transformatif dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA


[1] Kornelius Ayub and Dwi Winarso, ‘Dominasi Tekonologi Dan Kapitalisme’, Vol 49 (2020), 1–22.

[2] Agus Darmaji, ‘Herbert Marcuse Tentang Masyarakat Satu Dimensi’, Vol 1 (2013), 1–12.

[3] V Saeng, Herbert Marcuse (Gramedia Pustaka Utama, 2013) <https://books.google.co.id/books?id=bUlODwAAQBAJ>.

[4] M Yahya and R I Rosi, Ilmu Sosial Integral: Perspektif Islam & Sains (Pustaka Peradaban, 2023) <https://books.google.co.id/books?id=2We4EAAAQBAJ>.

[5] Lilik Sumarni and Alexander Seran, ‘“ One Represif :’, 1.1 (2024), 165–86.

[6] Rina Octaviana, ‘Konsep Konsumerisme Masyarakat Modern Dalam Kajian Herbert Marcuse’, Jaqfi: Jurnal Aqidah Dan Filsafat Islam, 5.1 (2020), 121–33 <https://doi.org/10.15575/jaqfi.v5i1.6267>.

[7] Listiyono Santoso, Epistemologi Kiri (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2019), hal 105.

[8] M. Pd. M.Si Dr. M.Ilyas Ismail, Teknologi Pembelajaran Sebagai Media Pembelajaran, ed. by Syarifudin (Makasar: Cendekia Publisher, 2020).

[9] Tine Agustin Wulandari, ‘Pengertian Teknologi Informasi Dan Komunikasi’, 2018.

[10] Rizka Fadhila, Tuti Afriani, ‘PENERAPAN TELENURSING DALAM PELAYANAN KESEHATAN : Literature Review Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.’, Jurnal Keperawatan Abdurrab, 3.2 (2019), 77–84.

[11] Yohanes Marryono Jamun, ‘Dampak Teknologi Terhadap Pendidikan’, Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan Missio, 10.1 (2018), 1–136.

[12] Rustam Magun Pikahulan, ‘Konsep Alih Teknologi Dalam Penanaman Modal Di Indonesia Bidang Industri Otomotif’, Jurnal Cakrawala Hukum, 13.2 (2017).

[13] Sri Listia Rosa and others, ‘Penerapan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) Pada Pendidikan’, Jurnal Pengabdian Masyarakat Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan, 3.2 (1970), 7–13 <https://doi.org/10.25299/jpmpip.2022.10702>.

[14] Tomi Hendra, ‘Media Massa Dalam Komunikasi Pembangunan’, Jurnal At-Taghyir: Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Masyarakat Desa, 1.2 (2019), 136–52 <https://doi.org/10.24952/taghyir.v1i2.1723>.

[15] Abidin Santosa, ‘Peran Media Massa Dalam Mencegah Konflik’, Aspikom, 3 (2017), 199–214 <http://www.dewanpers.or.id>.

[16] Septi Vatmawati, ‘Hubungan Konformitas Siswa Dengan Pengambilan Keputusan Karir’, EMPATI-Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 6.1 (2019) <https://doi.org/10.26877/empati.v6i1.4114>.

[17] Ibid. Hal 59

[18] Dkk Listiyono Santosos, Epistemologi Kiri, ed. by Edisi Baru 2019 (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2019).

[19]Ibid. Hal 119

[20] Ibid. Hal 121-122

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *