Keterasingan kelas politik semakin menjadi isu penting dalam lanskap politik global. Fenomena ini memicu ketidakpuasan publik serta meningkatnya sikap skeptis terhadap institusi politik. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Evans dan Grattan, keterasingan ini diperlihatkan dengan jelas. Mereka menggambarkan bagaimana para elite politik, yang seharusnya merepresentasikan kepentingan rakyat, justru terputus dari realitas sosial yang dihadapi masyarakat sehari-hari.
Alih-alih memenuhi janji-janji politik yang mereka tawarkan, kehidupan masyarakat seringkali bertolak belakang dengan apa yang dijanjikan. Akibatnya, terjadi krisis kepercayaan dan menurunnya legitimasi terhadap sistem demokrasi, terutama di Australia.
Kualitas Demokrasi Lokal sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan
Demokrasi lokal memainkan peran fundamental dalam membangun pemerintahan yang demokratis. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal menjadi elemen kunci untuk menciptakan pemerintahan yang responsif dan akuntabel.
Dalam konteks ini, menarik untuk membandingkan bagaimana demokrasi lokal dijalankan di dua negara yang berbeda, yakni Australia dan Indonesia. Keduanya memiliki latar belakang sejarah, budaya, dan sistem politik yang berbeda, namun keduanya juga menjalankan desentralisasi sebagai bagian dari sistem pemerintahan mereka.
Australia dikenal dengan desentralisasinya yang kuat. Pemerintah daerah di negara ini memiliki otonomi yang signifikan dalam mengelola sumber daya serta membuat keputusan. Di sisi lain, meskipun Indonesia juga telah menerapkan sistem desentralisasi sejak Reformasi 1998, negara ini masih dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam mewujudkan demokrasi lokal yang berkualitas. Tantangan tersebut meliputi kurangnya transparansi, rendahnya akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat yang minim.
Perbandingan Kualitas Demokrasi Lokal: Australia vs. Indonesia
Kualitas demokrasi lokal di Australia dan Indonesia menunjukkan perbedaan yang signifikan, terutama dalam hal struktur pemerintahan, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas. Australia, dengan sistem desentralisasi yang lebih mapan dan transparan, telah mampu menciptakan mekanisme pemerintahan yang lebih stabil dan responsif. Sebaliknya, Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi lokal yang efektif.
Otonomi Pemerintah Daerah: Tantangan dan Peluang
Australia memberikan otonomi luas kepada pemerintah daerah. Setiap negara bagian dan teritori di Australia memiliki kewenangan untuk mengatur urusan lokalnya sendiri, termasuk bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah dalam merespons kebutuhan spesifik dari masyarakat setempat. Otonomi ini juga diperkuat dengan sistem konsultasi publik yang sering dilakukan, yang memungkinkan warga untuk berpartisipasi langsung dalam proses pengambilan keputusan.
Baca Juga: Benih Padi Hibrida: Solusi untuk Ketahanan Pangan Nasional
Sebaliknya, meskipun Indonesia juga menerapkan desentralisasi, otonomi daerah sering kali terhambat oleh regulasi pusat yang ketat. Selain itu, banyak pemerintah daerah di Indonesia yang masih sangat bergantung pada dana dari pemerintah pusat, yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk membuat keputusan secara mandiri. Ketergantungan finansial ini menghambat otonomi yang seharusnya dimiliki pemerintah daerah.
Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan
Di Australia, partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan di tingkat lokal sangat dihargai. Konsultasi publik dan forum-forum diskusi menjadi platform penting bagi warga untuk menyampaikan aspirasi mereka. Pemerintah daerah mendengar dan menindaklanjuti masukan dari warga, sehingga tercipta keterlibatan yang nyata antara pemerintah dan masyarakat.
Di Indonesia, meskipun ada upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, sering kali partisipasi tersebut hanya bersifat formalitas. Banyak warga merasa bahwa pendapat mereka tidak dihiraukan, yang mengakibatkan rendahnya tingkat kepercayaan dan apatisme terhadap proses politik lokal. Hal ini menjadi tantangan besar dalam menciptakan demokrasi lokal yang inklusif.
Akuntabilitas dan Transparansi: Pembelajaran dari Australia
Australia memiliki mekanisme yang kuat dalam memastikan akuntabilitas dan transparansi di tingkat lokal. Lembaga-lembaga pengawas independen dan sistem pelaporan yang jelas berfungsi sebagai alat kontrol untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Transparansi dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan di tingkat lokal membantu membangun kepercayaan publik.
Di Indonesia, meskipun terdapat lembaga anti-korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penegakan akuntabilitas di tingkat lokal masih menjadi pekerjaan rumah besar. Banyak kasus korupsi di pemerintah daerah yang masih sulit diungkap, dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran membuat masyarakat cenderung tidak mempercayai pemerintah mereka.
Pendidikan Politik: Kunci Membangun Kesadaran Demokratis
Australia juga unggul dalam hal pendidikan politik. Materi tentang demokrasi dan partisipasi politik telah terintegrasi dengan baik dalam kurikulum pendidikan formal. Hal ini membantu membangun kesadaran politik di kalangan generasi muda. Masyarakat Australia umumnya lebih terinformasi tentang hak dan kewajiban mereka dalam sistem demokrasi.
Baca Juga: Waspada! Lonjakan Kasus Diabetes pada Anak di Indonesia Meningkat Drastis
Di Indonesia, pendidikan politik masih belum menjadi fokus utama dalam sistem pendidikan. Kurangnya pemahaman tentang hak-hak warga negara dalam sistem demokrasi menjadi salah satu penyebab rendahnya partisipasi politik, terutama di tingkat lokal. Untuk mendorong demokrasi lokal yang lebih kuat, Indonesia perlu memperkuat pendidikan politik sejak dini, baik melalui kurikulum formal maupun program-program non-formal yang berorientasi pada kesadaran politik.
Data dan Realita di Lapangan
Beberapa data penting bisa dijadikan acuan dalam memahami perbedaan antara demokrasi lokal di Australia dan Indonesia. Menurut survei yang dilakukan oleh Evans dan Grattan (2020), hanya 25% warga Australia yang memiliki kepercayaan pada pemerintah mereka. Hal ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan yang serius.
Di Indonesia, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga politik bervariasi. KPK dan Presiden Jokowi mendapat kepercayaan publik lebih tinggi, yaitu di atas 70%, sedangkan DPR hanya mendapatkan kepercayaan sebesar 40%.
Transparency International juga mencatat bahwa Australia memiliki Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang tinggi, menandakan tingkat korupsi yang relatif rendah. Sebaliknya, di Indonesia, meskipun pencegahan korupsi telah menjadi prioritas KPK, CPI Indonesia masih stagnan karena banyaknya tantangan di sektor politik dan birokrasi.
Baca Juga: Teh Herbal: Solusi Alami untuk Stres dan Kecemasan
Studi komparatif antara demokrasi lokal di Australia dan Indonesia menunjukkan bahwa meskipun kedua negara memiliki tujuan yang sama dalam menciptakan pemerintahan yang responsif dan akuntabel, pendekatan mereka berbeda.
Australia telah berhasil mengembangkan sistem desentralisasi yang lebih kuat, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan mekanisme akuntabilitas yang efektif. Di sisi lain, Indonesia masih perlu memperbaiki beberapa aspek, seperti otonomi daerah, partisipasi masyarakat, dan penegakan transparansi untuk mencapai kualitas demokrasi lokal yang lebih baik.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
.