Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah serta terkenal dengan keragamannya, dari sabang sampai merauke diperkirakan ada 300-700 etnis yang mendiaminya dengan masing-masing budaya, tradisi, dan kearifan lokal yang mencerminkan identitas mereka.
Ditengah gempuran modernisasi serta obat-obatan modern, kekayaan alam yang berupa tanaman herbal masih menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Tanaman-tanaman ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, menyimpan segudang manfaat untuk kesehatan dan kesejahteraan.
Tanah Minangkabau, dengan kekayaan alamnya yang berlimpah, menjadi salah satu rumah bagi berbagai macam tanaman herbal. Dari dataran tinggi hingga pesisir pantai, tanaman-tanaman ini tumbuh dengan subur, menyimpan potensi luar biasa untuk menyembuhkan dan menyehatkan.
Masyarakat Minangkabau memiliki kearifan lokal dalam memanfaatkan tanaman herbal ini. Pengetahuan turun-temurun tentang khasiat dan cara pengolahannya telah tertanam dalam budaya dan tradisi. Para tetua adat, dukun beranak, dan masyarakat biasa memiliki keahlian dalam meracik obat-obatan tradisional dari tanaman herbal ini. Masyarakat Minangkabau mempercayai bahwa sakit dapat disebabkan oleh dua faktor yakni, faktor personality dan faktor naturalistik.
Oleh sebab itu, masyarakat Minangkabau sudah sejak dulu menggunakan pengobatan tradisional yang kemudian terus diturunkan kepada anak cucunya hingga saat ini, khazanah warisan budaya masyarakat Minangkabau tertulis dalam bentuk naskah atau manuskrip yang jumlahnya ribuan. Dalam sebuah artikel dengan judul Pengobatan Tradisional Dalam Naskah-Naskah Minangkabau yang ditulis oleh Danang Susena, Pramono dan Herry Nur Hidayat tahun 2013, didalamnya membahas mengenai sebuah naskah Minangkabau yang menjelaskan mengenai berbagai macam pengobatan tradisional.
Dalam naskah ini dijelaskan bahwa terdapat empat sistem pengobatan tradisional di Minangkabau, yang pertama ada pengobatan dengan ramuan saja, pengobatan dengan menggunakan ramuan saja biasanya digunakan untuk mengobati penyakit biasa seperti penurun panas, obat sakit perut, sesak nafas dan sebagainya. Salah satunya seperti obat panas dalam dengan menggunakan daun kacang tujuh helai, daun lanso, tomat, telur ayam, gula batu kemudian diremas dan diaduk lalu diminum.
Kemudian yang kedua pengobatan menggunakan mantra atau doa saja, mantra atau doa yang dibacakan untuk dijadikan obat atau penyembuh tentunya tidak menggunakan bahasa melayu akan tetapi bahasa yang digunakannya merupakan bahasa Minangkabau sendiri, salah satu contohnya yakni mantra obat bisa atau racun “Mantra ubek biso. Bismillahirrahmanirrahim, birah itam kaladi itam, tumbuah di ujuang bumi, manggigik si buyuang itam, bisonyo alah den turuni”.
Selanjutnya yang ketiga pengobatan dengan menggunakan ramuan dan mantra, dalam artikel ini menjelaskan bahwa munculnya jenis pengobatan ini membuktikan bahwa penyakit tidak hanya disebabkan faktor fisikal saja akan tetapi juga disebabkan oleh adanya pengaruh gaib. Contohnya seperti obat sakit kepala
“Bismillahirrahmanirrahim. Inilah do’a (atau tawa) untuk sakik kapalo. Bismillahirrahmanirrahim tangkis daripado ilak, aku tahu diasal engkau, dari darah hitam diasal engaku, jadi tempat engkau di sulbi. Kembalilah engkau ke tempat engkau. Jangan engaku berbalik-balik, baduto kepada aku, kalau engkau berbalik-nbalik, berduto-duto kepada aku, engaku /5/ disumpahi Allah, disumpahi Muhammad, disumpahi Quran tigo puluah juz. Berkat laa ilaha illallah. Berkat Muhammad Rasulullah. Cara dan ramuannyo: ambil kelopak pisang, lidi, ditulis ini: Wala tahlaqu rusakmarhati yabiakhi ahaddi wanjagkana mingkum maithallaha iza man ruksah”.
Kemudian yang terakhir yakni ada pengobatan dengan menggunakan azimat, di masyarakat tradisional Minangkabau sendiri pengobatan dengan menggunakan azimat saja masih sering dipraktekkan hingga saat ini.
Berbicara mengenai pengobatan tradisional tidak hanya ada di lingkup masyarakat Minangkabau saja, namun masyarakat tradisional di Indonesia hampir seluruhnya mengetahui mengenai kearifan lokal yang telah diturun temurunkan dari nenek moyangnya masing-masing hingga saat ini.
Seperti di sunda, terdapat banyak tanaman herbal yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan tradisional seperti yang dijelaskan oleh Elis suryani dalam bukunya yang berjudul Rahasia Tanaman Obat dan Pengobatan Tradisional dalam Naskah Sunda Kuno tahun 2020, dalam buku ini dijelaskan manfaat dan khasiat tanaman-tanaman herbal yang dapat menyembuhkan sakit, seperti temulawak yang mana temulawak sendiri mengandung minyak atsiri yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, kemudian ada kunir yang dapat digunakan untuk mengobati sakit perut, demam, mengatasi peradangan hingga mengobati maag.
Sama halnya seperti pengobatan di Minangkabau, sunda juga memiliki aturan atau takarannya sendiri seperti secuil, segenggam, lembar, setangkai, segelas, sesendok dan sejumput. Selain itu masyarakat sunda juga mempercayai banyak pengobatan tradisional yang menggunakan mantra atau doa, Elis Suryani pun pernah menjelaskan bahwa banyak pengobatan yang menggunakan azimat dan hal-hal yang berhubungan dengan supranatural.
Pengobatan tradisional merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Namun, perlu diingat bahwa pengobatan tradisional harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Konsultasi dengan dokter atau ahli herbalis sangatlah dianjurkan, terutama bagi orang yang memiliki kondisi kesehatan tertentu atau sedang mengonsumsi obat-obatan lain.
Dengan menjaga dan melestarikan kearifan lokal dalam memanfaatkan tanaman herbal, kita dapat menjaga warisan budaya bangsa dan memanfaatkan kekayaan alam untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Referensi
- Silalahi, M. (2016). Studi Etnomedisin di Indonesia dan Pendekatan Penelitiannya. JDP Vol 9, Nomor 3, 117-124.
- Sumarlina, E. S. (2020). Rahasia Tanaman Obat dan Pengobatan Tradisional dalam Naskah Sunda Kuno. Bandung: Raness Media Rancage.
- Susena, D., Pramono, & Hidayat, H. N. (2013). Pengobatan Tradisional dalam Naskah-Naskah Minangkabau: Inventarisasi Naskah, Teks dan Analisis, Etnomedisin. Wacana Etnik, Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 4 Nomor 2, 133-152.