Belakangan ini, perbincangan mengenai pengangkatan guru menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) semakin hangat. Mulai dari isu seputar Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), penghapusan status guru honorer, hingga masalah kesejahteraan guru yang sering kali dianggap tidak sebanding dengan beban kerja.
Di antara isu-isu tersebut, Pendidikan Profesi Guru (PPG) menjadi topik menarik yang tak lepas dari sorotan. Namun, apakah PPG benar-benar bisa menjadi jalan pintas bagi seorang guru menuju kursi ASN? Mari kita kaji lebih mendalam.
PPG, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru, baik bagi fresh graduate maupun guru yang sudah mengajar.
Program ini berlandaskan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menetapkan bahwa seorang guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, serta kemampuan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, PPG menjadi salah satu syarat penting untuk memenuhi kualifikasi tersebut.
Terdapat dua jenis program PPG, yakni PPG Prajabatan yang ditujukan untuk lulusan baru dari jenjang S1, dan PPG Dalam Jabatan yang diperuntukkan bagi guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik.
Kedua program ini dirancang untuk memastikan bahwa setiap guru menguasai kompetensi yang diperlukan, baik pedagogik, sosial, kepribadian, maupun profesional. Dengan adanya program PPG, diharapkan permasalahan terkait kurangnya kualifikasi dan kompetensi guru dapat teratasi, terutama di era revolusi industri 4.0 yang menuntut inovasi dalam pembelajaran.
Setelah menyelesaikan program PPG dan dinyatakan lulus, peserta akan mendapatkan sertifikat pendidik yang dianggap sebagai modal penting dalam proses seleksi ASN, khususnya P3K. Banyak yang beranggapan bahwa sertifikat ini akan mempermudah jalan menuju pengangkatan sebagai ASN, bahkan dianggap hanya sekadar formalitas.
Namun, realitas di lapangan ternyata berbeda. Tidak semua lulusan PPG Prajabatan berhasil lolos seleksi ASN P3K meskipun telah mengantongi sertifikat pendidik. Mereka tetap harus bersaing dengan peserta lain dalam berbagai kategori, termasuk guru honorer yang telah lama mengabdi.
Baca Juga: Memanfaatkan Teknologi dalam Pendidikan: Peluang dan Tantangan
Kondisi ini memunculkan perdebatan. Di satu sisi, ada yang berpendapat bahwa sertifikat pendidik seharusnya memberikan keistimewaan lebih bagi lulusannya dalam seleksi ASN. Di sisi lain, banyak yang merasa bahwa seleksi tetap harus didasarkan pada kompetensi dan pengalaman, bukan semata-mata karena sertifikat.
Meski demikian, penting bagi calon guru dan guru yang sedang menjalani PPG untuk memahami bahwa menjadi ASN bukanlah tujuan akhir. Profesi guru adalah panggilan jiwa yang menuntut dedikasi seumur hidup dalam belajar dan beradaptasi dengan perkembangan zaman dan teknologi.
Baca Juga: Guru dan Teknologi: Kawan atau Lawan?
Pada akhirnya, PPG bukanlah jalan pintas yang menjamin kursi ASN, melainkan salah satu dari banyak langkah yang perlu diambil dalam karier seorang guru. Sertifikat pendidik memang penting, tetapi kemampuan mengajar, adaptasi terhadap perubahan, dan komitmen terhadap pendidikan jangka panjang adalah kunci utama. Dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, setiap guru perlu mengedepankan semangat belajar sepanjang hayat, bukan semata-mata mengejar status ASN.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.