Preservasi Warisan Budaya dalam “Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh”

Ilustrasi Preservasi warisan budaya dalam "Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh” sumber: duta.co
Ilustrasi Preservasi warisan budaya dalam "Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh” sumber: duta.co

Naskah-naskah Sunda memegang peran penting dalam menggambarkan sejarah dan budaya Jawa Barat. Hal ini tercermin dalam tiga periode utama, yakni masa kuno, masa peralihan dan masa baru. Pada masa kuno, naskah-naskah seperti Carita Parahyangan, Ciburuy dan Pantun Ramayana menjadi saksi peradaban Jawa Barat. Namun, pada masa peralihan, terjadi penurunan kegiatan pembuatan naskah dalam bahasa Sunda dengan beberapa naskah beralih menggunakan bahasa Jawa. Salah satu naskah yang penting dalam konteks ini adalah Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh, sebuah wawacan berbentuk puisi naratif dalam sastra Sunda lama.

Dalam perjalanan sejarah suatu budaya, sastra memiliki peran penting sebagai penjaga dan pengantar nilai-nilai dan tradisi. Salah satu contoh yang menarik adalah naskah “Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh” (Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh) merupakan sebuah karya sastra Sunda klasik yang memberikan gambaran mengenai perjalanan hidup para wali untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat.

Bacaan Lainnya

“Pada usia 14 tahun Sarif Hidayat sudah menghafal Al-Quran. Ia berkelana ke sana ke mari mencari guru untuk memperdalam ilmu Islam dan selanjutnya menyebarkan agama Islam di Jawa.”

(Hal. 6)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat terlihat bahwa sejak usia dini, Sarif mulai belajar tentang keislaman untuk selanjutnya disebarkan di Pulau Jawa. Hal ini juga menjelaskan, bahwa adanya sejarah mengenai penyebaran agama pada masa kerajaan Pajajaran yang tercatat dalam naskah Sunda kuno. Sarif yang tercatat dalam kutipan merupakan anak dari Rara Santang yang merupakan adik dari Walangsungsang. Keluarga Sarif sendiri merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi yakni raja pajajaran yang diceritakan dalam naskah Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh.

Pentingnya memahami konteks sejarah dan kultural dari naskah Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh tidak dapat dipandang sebelah mata. Melalui pembagian periode sastra Sunda oleh Ekadjati, kita dapat melihat bahwa naskah ini mewakili masa baru dalam perkembangan sastra Sunda. Namun, untuk memahami naskah ini secara lebih mendalam, pembaca perlu memahami konteks pembuatan serta perubahan dalam penggunaan bahasa dan aksara pada masa tersebut. Penelusuran naskah Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéhdari asal-usulnya hingga kepemilikan saat ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang perjalanan naskah ini dan nilai-nilai budaya yang tersimpan di dalamnya.

Alih aksara dari aksara Arab Pegon ke aksara Latin menjadi penting karena kesulitan masyarakat awam dalam membaca aksara Pegon. Tujuan alih aksara ini adalah untuk mempermudah akses masyarakat terhadap karya sastra Sunda dan menyebarkan nilai-nilai tradisi yang tersimpan dalam naskah tersebut.

Alih aksara merupakan salah satu langkah krusial dalam menjaga keberlangsungan naskah klasik seperti Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh. Dengan mengubah aksara Pegon ke huruf Latin, naskah Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat yang mungkin tidak terbiasa dengan aksara Pegon. Tujuan alih aksara tidak hanya memudahkan akses pembaca, tetapi juga memfasilitasi penelitian tentang struktur bahasa, sastra dan sejarah Sunda. Proses alih aksara memberikan kesempatan untuk mendiskusikan perubahan dalam bahasa dan aksara serta nilai-nilai yang terkandung dalam teks Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh.

Dalam naskah Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh tercermin nilai-nilai budaya dan perjalanan penyebaran agama Islam. Melalui cerita perjalanan Walangsungsang dan Rara Santang, pembaca dapat melihat bagaimana peran tokoh dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai agama serta kebijaksanaan. Cerita Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh mencerminkan keberagaman agama yang ada di Jawa Barat pada masa kepemimpinan Prabu Siliwangi.

Selain itu, cerita ini juga menggambarkan perjuangan dalam mencari kebenaran dan makna hidup. Pada masa teknologi dan globalisasi yang semakin merajalela, penting bagi kita untuk terus melestarikan kebudayaan lokal. Naskah Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabéh adalah salah satu contoh yang mengingatkan akan kekayaan budaya yang kita miliki. Melalui proses alih aksara dan penelusuran yang seksama, kita dapat menjaga dan memperkenalkan kembali warisan budaya kepada generasi yang akan datang. Dengan demikian, kekayaan nilai-nilai serta tradisi lama dapat dinikmati dan dipelajari oleh semua kalangan.

Referensi:

  • Fauziyah, E. F. (2023). Alih Aksara Carios Sajarah Lampahing Para Wali Kabeh (Koleksi Rancaekek) Jilid I Pupuh I – XVII. Jakarta: Perpusnas Press.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *