Vladimir Lenin: Pemikiran Revolusioner dalam Konteks Sejarah dan Relevansi Terhadap Kaum Buruh

Ilustrasi
Ilustrasi

Vladimir Ilyich Ulyanov, yang lebih dikenal dengan nama Lenin, adalah salah satu tokoh sentral dalam sejarah modern yang telah mempengaruhi perubahan besar dalam tatanan politik dan sosial dunia pada abad ke-20. Sebagai seorang revolusioner yang memimpin Revolusi Bolshevik di Rusia pada tahun 1917, Lenin tidak hanya menciptakan negara sosialis pertama di dunia tetapi juga merumuskan pemikiran yang mendalam tentang teori revolusi, politik, ekonomi, dan organisasi.

Mengutip Friedrich Engels dan Karl Marx , Lenin menyelidiki pertanyaan teoretis tentang keberadaan Negara setelah revolusi proletar, menjawab argumen kaum anti-otoriter , anarkis , sosial demokrat , dan reformis, dalam menggambarkan tahapan progresif perubahan masyarakat — revolusi, membangun “masyarakat komunis tingkat bawah” (komune sosialis), dan “masyarakat komunis tingkat tinggi” yang akan menghasilkan masyarakat stabil di mana kebebasan pribadi dapat diungkapkan sepenuhnya.

Bacaan Lainnya

Selama masa hidup kaum revolusioner besar, kelas-kelas penindas terus-menerus memburu mereka, menerima teori-teori mereka dengan kebencian yang paling kejam, kebencian yang paling hebat, dan kampanye kebohongan dan fitnah yang paling tidak bermoral. Setelah kematian mereka, berbagai upaya dilakukan untuk mengubah mereka menjadi ikon yang tidak berbahaya , untuk mengkanonisasi mereka, dan menguduskan nama mereka, sampai batas tertentu, demi ‘penghiburan’ kelas tertindas, dan dengan tujuan untuk menipu masyarakat. yang terakhir, sementara, pada saat yang sama, merampas substansi teori revolusioner, menumpulkan keunggulan revolusionernya, dan memvulgarisasinya. Saat ini, kaum borjuasi dan kaum oportunis dalam gerakan buruh sependapat dengan rekayasa terhadap Marxisme. Mereka menghilangkan, mengaburkan, atau memutarbalikkan sisi revolusioner dari teori ini, yaitu jiwa revolusionernya. Mereka mengedepankan dan memuji apa yang dapat, atau tampaknya, dapat diterima oleh kaum borjuasi. Semua kaum sosial-sovinis kini menjadi ‘Marxis’ (jangan tertawa!). Dan semakin sering, para sarjana borjuis Jerman, yang baru saja kemarin menjadi spesialis dalam pemusnahan Marxisme, berbicara tentang Marx “Jerman Nasional”, yang, menurut mereka, mendidik serikat-serikat buruh, yang diorganisir dengan sangat baik untuk tujuan menggalang kekuatan.

Latar Belakang Pemikiran Lenin

Lenin lahir pada tanggal 22 April 1870 di Simbirsk (sekarang dikenal sebagai Ulyanovsk), Rusia. Kehidupan awalnya terjadi dalam konteks politik yang tegang di bawah pemerintahan Tsar yang otoriter. Keluarganya terlibat dalam gerakan politik radikal, yang membuat Lenin terpapar pada pemikiran-pemikiran yang menantang status quo sejak dini. Kematian kakak laki-lakinya, Aleksander, yang dihukum mati pada tahun 1887 karena berusaha membunuh Tsar Alexander III, sangat mempengaruhi Lenin secara pribadi dan politik.

Baca Juga: Ancaman Disintegrasi Bangsa: Kritik Media Sosial Menurut Neil Postman

Pendidikan Lenin yang akademis dimulai di Universitas Kazan, di mana dia belajar hukum dan menjadi aktif dalam gerakan mahasiswa radikal. Di sini, dia terpapar pada ide-ide Marxisme, yang membentuk dasar dari pandangannya tentang politik dan perubahan sosial. Lenin terpesona oleh konsep-konsep Marxisme tentang perjuangan kelas dan pembalikan kapitalisme, serta peran sentral revolusi proletar. Pemahaman ini diperdalam melalui studinya di Eropa Barat, di mana dia mengeksplorasi dan merumuskan pandangannya terhadap teori Marxisme.

Pandangan Lenin tentang Revolusi

Salah satu kontribusi paling signifikan Lenin terhadap teori revolusioner adalah konsep tentang partai revolusioner yang disiplin dan terorganisir dengan baik. Dalam karyanya yang terkenal yakni, “What Is to Be Done?” (1902), Lenin mengemukakan bahwa revolusi tidak akan terjadi secara spontan tetapi harus dipimpin oleh partai yang terdiri dari intelektual revolusioner yang sadar dan terlatih, yang dapat memimpin proletariat ke arah perubahan revolusioner. Pandangan ini menimbulkan kontroversi di kalangan Marxisme pada zamannya, karena beberapa orang berpendapat bahwa Lenin memperlakukan kelas pekerja sebagai “objek” revolusi daripada sebagai agen yang aktif.

Namun, bagi Lenin, pembentukan partai revolusioner yang terorganisir adalah kunci keberhasilan revolusi sosialis. Dia melihat bahwa tanpa kepemimpinan yang jelas dan strategi yang terkoordinasi, revolusi akan mengalami kegagalan atau bahkan diarahkan ke arah yang salah. Ini tercermin dalam pendiriannya terhadap partai Bolshevik yang dia pimpin, yang dikenal karena disiplin internal yang ketat dan komitmen terhadap tujuan revolusioner yang jelas.

Revolusi Oktober dan Konsekuensinya

Puncak dari pandangan Lenin tentang revolusi adalah Revolusi Oktober tahun 1917 di Rusia. Meskipun awalnya bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan sementara yang didirikan setelah Revolusi Februari, Lenin dan Bolshevik tidak hanya mengambil alih kekuasaan tetapi juga mengubah landasan politik dan sosial Rusia secara mendalam. Visi Lenin untuk negara sosialis, yang didasarkan pada kontrol proletar atas produksi dan pemerintahan melalui dewan-dewan pekerja (Soviet), menjadi kenyataan.

Revitalisasi pandangan Marxisme oleh Lenin tidak hanya terbatas pada revolusi politik tetapi juga mencakup transformasi ekonomi dan sosial yang luas. Pada awal pemerintahannya, Lenin dan para pengikutnya menghadapi tantangan besar dalam bentuk Perang Saudara yang melawan pasukan anti-Bolshevik (Putih) dan intervensi asing. Di bawah kepemimpinan Lenin, Bolshevik mampu mempertahankan kekuasaan mereka, meskipun dengan biaya yang sangat besar.

Pemikiran Politik dan Ekonomi Lenin

Selain kontribusinya terhadap teori revolusioner, Lenin juga berperan penting dalam merumuskan kebijakan ekonomi negara sosialis. Salah satu inisiatif utamanya adalah kebijakan “Perusahaan Negara” atau “Komersialisasi Perusahaan Negara” yang diperkenalkan pada tahun 1918. Kebijakan ini menghapuskan kepemilikan swasta atas perusahaan besar dan mengkonsolidasikannya di bawah kendali negara, yang diharapkan akan mengarah pada distribusi yang lebih adil dari hasil produksi dan menghilangkan eksploitasi kelas pekerja oleh kapitalis.

Baca Juga: Menganalisis Konsep ‘Kebutuhan Akan Keterhubungan’ Manusia Menurut Erich Fromm dan Implikasinya bagi Kehidupan Sosial Calon Ima

Pemikiran ekonomi Lenin tidak hanya didorong oleh idealisme revolusioner tetapi juga oleh kebutuhan mendesak untuk membangun kembali ekonomi Rusia pasca-perang dan mengatasi ketimpangan yang dalam di antara kelas sosial. Kebijakan ini, bagaimanapun, tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan, dengan tantangan besar dalam mengimplementasikan manajemen yang efisien dan mengatasi resistensi dari kalangan yang terdampak langsung.

Warisan dan Kontroversi

Warisan Lenin sebagai seorang pemikir revolusioner dan pemimpin politik tetap kontroversial hingga hari ini. Bagi banyak pengikutnya dan pendukung gerakan sosialis, Lenin adalah pahlawan yang mewujudkan cita-cita perubahan sosial dan keadilan. Bagi kritikusnya, terutama di dunia Barat, Lenin sering kali dianggap sebagai pemimpin otoriter yang memadamkan kebebasan individual dalam upaya untuk mewujudkan visinya sendiri.

Namun demikian, tak dapat disangkal bahwa pemikiran Lenin memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan Marxisme, terutama dalam konteks aplikasi praktisnya dalam revolusi dan pembentukan negara sosialis. Pandangannya tentang peran partai revolusioner dan strategi revolusi telah mempengaruhi berbagai gerakan revolusioner di seluruh dunia, dari Asia hingga Amerika Latin.

Relevansi Terhadap Terhadap Buruh

Penghormatan atau penghargaan terhadap buruh, tentunya tidak cukup hanya dimaknai sebagai masalah ketenagakerjaan saja tetapi juga sebagai bagian dari masalah struktural yang dihadapi Indonesia. Meskipun demikian, beberapa hal mendesak tentunya harus segera diatasi. Salah satu langkah awal tentunya dengan diberlakukannya beberapa peraturan dan undang-undang yang memberi penghormatan dan perlindungan terhadap buruh atau tenaga kerja di Indonesia.

Pertama adalah penetapan 1 Mei sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden No 24 Tahun 2013. Disebutkan dalam pertimbangan keputusan tersebut bahwa, hari buruh internasional diperingati secara rutin oleh para pekerja atau buruh di berbagai wilayah, dan peringatan tersebut berguna untuk membangun kebersamaan antar pelaku hubungan industrial agar lebih harmonis secara nasional. Dulu setiap kali hari buruh, masyarakat pasti was was, karena akan mengalami dampak dari demonstrasi para buruh. Jalanan menjadi macet atau kadang terganggu dengan demonstrasi yang rusuh. Sekarang, hal itu mungkin akan berubah karena masyarakat juga libur.

Bagi pengusaha juga tidak lagi harus pusing dengan izin dari karyawan atau buruh yang mau ikut berdemo atau merayakan hari buruh. Sebelumnya, pengusaha harus tarik ulur dengan buruh terkait perayaan hari buruh. Tidak jarang pengusaha melarang karyawannya merayakan hari buruh atau ikut berdemo ke tengah kota. Sekarang tidak masalah, karena hari itu memang hari libur.

Baca Juga: Kebebasan dalam Demokrasi Pancasila: Kajian Filosofis Isaiah Berlin terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia

Kedua, perlindungan   terhadap buruh perempuan. Beberapa perundangan secara umum maupun khusus saat ini digunakan untuk mengatur dan melindungi   buruh   perempuan di  Indonesia. Mulai dari Undang-undang Dasar 1945 p asal 27, ayat 2 yang berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sampai dengan Undang Undang dan Keputusan Manteri. Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, terdapat berbagai payung hukum yang dapat dijadikan landasan perlindungan buruh, khususnya buruh perempuan.

Kesimpulan:

Vladimir Lenin adalah figur yang tak terelakkan dalam sejarah modern. Melalui pemikiran revolusioner yang tajam dan aksi politiknya yang radikal, dia tidak hanya menciptakan negara sosialis pertama di dunia tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan teori Marxisme dan penerapannya dalam konteks praktis. Pandangannya tentang partai revolusioner, revolusi proletar, dan ekonomi sosialis terus menarik perdebatan dan refleksi hingga saat ini, menunjukkan relevansinya yang masih ada dalam percaturan politik global.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *