Perubahan Iklim saat ini semakin mengkhawatirkan. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari penetapan kontribusi penurunan emisi yang ketat hingga pembiayaan iklim dari negara maju untuk negara berkembang.
Saat ini, negara berkembang seperti Indonesia tidak hanya memerlukan transfer teknologi dan pendanaan, tetapi juga kesiapan sumber daya manusia yang terampil di sektor-sektor terkait industri dan ekonomi hijau.
Kebutuhan akan tenaga kerja yang memahami penggunaan teknologi dalam konteks ekonomi hijau menjadi sangat mendesak.
Institusi pendidikan kejuruan seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dinilai sangat tepat untuk memberikan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan industri dan ekonomi hijau.
Namun, tantangan berupa ketidaksesuaian (mismatch) antara keterampilan yang diajarkan di sekolah kejuruan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI) masih sering terjadi.
Hal ini menciptakan jarak antara SMK dan industri, di mana SMK kerap kesulitan memenuhi ekspektasi industri, sementara industri juga mengalami kesulitan dalam memperkenalkan keterampilan yang mereka perlukan kepada SMK.
Dengan semakin tingginya peluang pasar tenaga kerja di sektor teknologi dan ekonomi hijau di masa depan, SMK harus bertransformasi agar dapat menyesuaikan diri dengan dinamika pasar tenaga kerja yang terus berubah.
Lalu, mengapa pekerjaan hijau (green jobs) sangat penting? Bagaimana SMK bisa menyesuaikan kurikulumnya agar selaras dengan kebutuhan industri dan ekonomi hijau? Dan, bagaimana kolaborasi yang diperlukan untuk mendorong pekerjaan hijau di SMK?
Relevansi Green Jobs di SMK
Green jobs atau pekerjaan hijau adalah pekerjaan yang berkontribusi pada pelestarian dan pemulihan lingkungan, baik dalam sektor tradisional seperti manufaktur dan konstruksi, maupun di sektor-sektor baru seperti energi terbarukan dan efisiensi energi.
Walaupun isu lingkungan seperti perubahan iklim dan pemahaman pengelolaan sampah sudah mulai masuk ke kurikulum pendidikan nasional namun penerapan dalam konteks SMK masih perlu untuk diperkuat.
Beberapa jurusan di SMK yang memang sudah berbasis teknologi mungkin sudah lebih dulu mengenalkan integrasi konsep ramah lingkungan baik di pertanian dan manufaktur. Namun inisiatif ini harus bersifat nasional serta tidak harus sendiri-sendiri di jurusan tertentu saja. Inisiatif ini masih terbilang sporadis dan belum merata pada SMK di Indonesia.
Hal ini menjadi tantangan mengingat permintaan akan pekerjaan hijau diproyeksikan akan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah Indonesia yang mulai memberikan penekanan ambisius pada capaian Nationally Determined Contribution (NDC) dalam pengurangan emisi. Indonesia mencatatkan upaya untuk penurunan 31,89% secara unconditional dan juga berupaya mencapai 43,20% secara conditional.
Untuk mencapai angka-angka ini jelas selain memerlukan transfer teknologi dan pendanaan, juga memerlukan tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan. Sehingga tidak menutup kemungkinan peningkatan pekerjaan hijau akan turut naik juga.
Dari Kurikulum sampai Kesadaran Orang Tua Siswa
Kurikulum yang relevan dengan industri dan ekonomi hijau harus segera dikembangkan. SMK bisa mulai dengan menawarkan mata pelajaran yang berfokus pada pengolahan limbah, efisiensi sumber daya, dan teknologi hijau.
Bahkan, jurusan-jurusan khusus seperti energi terbarukan, efisiensi energi, dan pertanian berkelanjutan perlu dipertimbangkan. Selain itu, pendidikan kewirausahaan hijau bisa menjadi strategi untuk menyiapkan lulusan SMK yang siap menciptakan lapangan kerja baru yang ramah lingkungan.
Dengan adanya kurikulum yang spesifik ini maka lulusan SMK dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan masa depan. Dukungan pemerintah dan industri sangat dibutuhkan untuk bersama menyusun kurikulum yang tepat sesuai dengan pasar tenaga kerja masa depan.
Insentif dari pemerintah seperti adanya pelatihan guru, pengadaan laboratorium untuk teknologi hijau sampai pada pelatihan pengembangan kurikulum hijau sangat diperlukan. Di sisi lain, industri memiliki peran penting untuk aktif dalam memberikan kesempatan magang dan praktik kerja yang berfokus pada prinsip keberlanjutan.
Selain sekolah dan industri, kesadaran orang tua serta calon siswa juga perlu ditingkatkan. Saat ini, orang tua dan calon siswa cenderung melihat jurusan seperti otomotif dan perhotelan sebagai pilihan utama.
Hal ini wajar, karena pekerjaan di sektor industri dan ekonomi hijau masih belum sepenuhnya dikenal meskipun memiliki potensi besar. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi dan kampanye yang tepat untuk menjelaskan potensi besar yang ditawarkan oleh pekerjaan di bidang ini untuk masa depan.
Kolaborasi yang Lebih Kuat Antara SMK dan Industri
Kolaborasi antara SMK dan industri sangat penting untuk memastikan lulusan SMK sesuai dengan kebutuhan sektor green jobs yang diperlukan mendatang. Kerja sama ini bisa berupa program magang, pelatihan praktis, atau kunjungan industri yang mengajarkan siswa tentang praktik keberlanjutan.
SMK harus lebih aktif menjalin kerja sama dengan komunitas dan industri yang sudah bergerak di bidang keberlanjutan, seperti bank sampah, perusahaan energi terbarukan, atau perusahaan daur ulang.
Dengan kolaborasi yang lebih erat, SMK bisa mengurangi kesenjangan keterampilan dan meningkatkan peluang lulusannya untuk terserap di dunia kerja, terutama di sektor-sektor hijau yang di masa depan akan berkembang pesat.
Pada akhirnya, SMK memiliki peluang besar untuk mencetak tenaga kerja yang siap bekerja di sektor green jobs. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, perlu ada perubahan kurikulum yang lebih fokus pada keberlanjutan, serta kolaborasi yang lebih kuat antara sekolah, pemerintah, dan industri.
SMK berpotensi mencetak tenaga kerja hijau untuk mendukung ekonomi berkelanjutan. Transformasi kurikulum dan kolaborasi industri menjadi kunci menghadapi tantangan global.